Prev September 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
30 31 01 02 03 04 05
06 07 08 09 10 11 12
13 14 15 16 17 18 19
20 21 22 23 24 25 26
27 28 29 30 01 02 03
04 05 06 07 08 09 10
Berita Kurs Dollar pada hari Selasa, 29 September 2015
IHSG Masih Tersengat Sentimen Rupiah, Lirik Lima Saham Ini

Liputan6.com, Jakarta - Sentimen nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan kepastian soal kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) masih mempengaruhi laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa pekan ini.

Kepala Riset PT Universal Broker Securities, Satrio Utomo menuturkan, IHSG menguji level support 4.111 yang merupakan level terendah pada 2015. Sedangkan level resistance di kisarean 4.150-4.165. Saat ini belum ada sentimen positif yang dapat mengangkat IHSG.

"Sentimen negatif dari dalam negeri terutama rupiah dan bursa saham regional. Bila level support IHSG jebol maka potensi tren IHSG melemah ke 3.900-3.950 dan menguji level psikologis 4.000," ujar Satrio saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (29/9/2015).

Satrio menuturkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang masih tertekan membuat pelaku pasar khawatir hal itu berdampak terhadap non performing loan atau rasio kredit macet perbankan. Ditambah ekonomi melambat akan berlangsung lama.

Sementara itu,  Analis PT HD Capital Tbk, Yuganur Widjanarko menuturkan aksi jual berkelanjutan akibat ketidakpastian bank sentral AS dan kinerja keuangan emiten barang konsumsi dan keuangan diperkirakan membuat telah mendorong IHSG berada di posisi ke level terendah dalam setahun terakhir.

Meski demikian, ia melihat ada potensi kenaikan dari kondisi jenuh jual di sejumlah saham berkapitalisasi besar yang juga sebagai penggerak IHSG."IHSG akan menguji level support 4.110-4.025-3.925 dan resistance 4.235-4.350-4.425," tutur Yuganur.

Pada penutupan perdagangan saham, Senin 28 September 2015, IHSG merosot 88,93 poin (2,11 persen) ke level 4.120,50. Indeks saham LQ45 turun 2,73 persen. Seluruh indeks saham acuan kompak melemah.

Rekomendasi Saham

Dengan melihat kondisi tersebut, Yuganur memilih sejumlah saham-saham berkapitalisasi besar untuk dicermati pelaku pasar. Saham-saham itu antara lain PT Astra International Tbk (ASII), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

Sedangkan Satrio merekomendasikan pelaku pasar untuk melirik saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. Pelaku pasar berharap rilis paket kebijakan ekonomi jilid II, pelaku pasar dapat melirik saham-saham sektor konstruksi.

Rekomendasi Teknikal

Yuganur memilih saham PT Astra International Tbk. Koreksi cukup dalam selama tiga minggu lebih di emiten otomotif ini cukup menarik untuk dilihat sebagai kesempatan bargian hunting untuk naik ke level Rp 5.600.Ia merekomendasikan masuk saham PT Astra International Tbk di level pertama Rp 5.175, level kedua Rp 5.075, dan cut loss point Rp 4.975. "Rekomendasi beli dengan trading target Rp 5.600," kata Yuganur. (Ahm/Igw)


Source: liputan6.com
Gerak Rupiah Tekan Laju IHSG

Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemungkinan melanjutkan pelemahan pada perdagangan saham Selasa pekan ini. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjadi faktor utama penekan indeks saham.

Analis LBP Enterprise, Lucky Bayu Purnomo mengatakan, kondisi rupiah sedang berusaha menembus level psikologis 15.000. "Kinerja mata uang rupiah ke depan, kalau lihat Jumat kemarin 14.920 artinya kurang 80 poin ke 15.000," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (29/9/2015).

Penyebabnya, lanjut Lucky karena pernyataan dari pimpinan bank sentral AS Janet Yallen yang masih berencana menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Alhasil, pasar pun semakin menjadi fluktuatif.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah bergerak di kisaran 14.661-14.787 per dolar AS pada Senin 28 September 2015. Rupiah sempat dibuka naik 28 poin menjadi 14.665 per dolar AS di awal pekan dari penutupan perdagangan Jumat 25 September 2015 di kisaran 14.693. Nilai tukar rupiah pun ditutup menguat ke level 14.674 per dolar AS.

"Padahal tinggal dua bulan tidak begitu aktif, ada Natal dan Tahun Baru mereka menghindari pasar," tambah Lucky.

Sejalan dengan itu, setelah gagal mempertahankan level 4.200 maka sasaran target selanjutnya IHSG menuju level 4.000."Data bursa global cukup negatif Dow Jones menguat Nasdaq, S&P melemah. Pasar memberikan sinyal negatif," tutur Lucky.

Pada hari ini, dia memperkirakan IHSG akan bergerak pada level support 4.100 dan resistance 4.150.

Senada, dalam riset PT Sinarmas Sekuritas menyebutkan IHSG cenderung melemah pada Selasa pekan ini. IHSG berada pada level support 4.072 kemudian resistance pada level 4.147.

"Dari AS akan merilis data  pending home sales yang diperkirakan ke level 0,31 persen  MoM dari sebelumnya dilevel 0,4 persen MoM," tulis riset tersebut.

Analis PT Reliance Securitie Lanjar Nafi mengatakan saat ini sudah mulai memasuki area jenuh jual dengan momentumnya sudah terlihat cukup murah. IHSG masih akan terkonsolidasi dengan melemah tertahan di kisaran 4.080-4.175.

Dalam riset PT Sinarmas Sekuritas merekomendasikan PT Malindo Feemil Tbk (MAIN), PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP).

Pada penutupan perdagangan saham, Senin 28 September 2015, IHSG merosot 88,93 poin (2,11 persen) ke level 4.120,50. Indeks saham LQ45 turun 2,73 persen. Seluruh indeks saham acuan kompak melemah. (Amd/Ahm)


Source: liputan6.com
Data Industri China Memburuk, Rupiah Turun ke 14.828 per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali terkapar tak berdaya pada perdagangan Selasa (29/9/2015). Bahkan, nilai tukar rupiah sempat menyentuh level 14.828 per dolar Amerika Serikat (AS). Sentimen yang mempengaruhi pelemahan rupiah adalah melemahnya data laba industri China yang menandakan potensi menurunnya kinerja ekspor - impor negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu.

Mengutip Bloomberg, rupiah dibuka melemah 41 poin di level 14.715 per dolar AS dibandingkan dengan penutupan pada Senin pekan ini yang ada di level 14.674 per dolar AS. Nilai tukar rupiah berada pada kisaran level 14.720 per dolar AS pada pukul 10.36 WIB. Sejak pagi hingga menjelang siang ini, nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran 14.715-14.828 per dolar AS.

Sementara itu, kurs tengah atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah melemah menjadi 14.728 per dolar AS pada Selasa ini dari perdagangan Senin yang berada di level 14.696 per dolar AS.

Head of Research Archipelago Asset Management, A.G Pahlevi mengatakan, pelemahan rupiah lebih disebabkan oleh sentimen global yaitu melemahnya laba industri di China, sehingga memungkinkan menurunnya kinerja ekspor maupun impor dari negeri tirai bambu tersebut.

"Pelemahan rupiah pagi melanjutkan pelemahan kemarin, terkait dengan data pelemahan laba industri China  yang turun 8,8 persen yang mengimplikasi kinerja ekspor impor berpotensi kembali tertekan." jelasnya 

China sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, pada 11 Agustus lalu melemahkan mata uangnya. Devaluasi tersebut dilakukan dalam 3 hari berturut-turut dengan nilai kurang lebih masing-masing 2 persen. Langkah China melemahkan nilai tukar ini untuk mendorong pertumbuhan ekspor. Dengan lemahnya yuan tersebut diharapkan barang produksi China lebih bisa bersaing dengan produk dari negara lain. 

Namun ternyata, langkah devaluasi tersebut tidak berjalan maksimal. Data ekonomi terakhir yang dipublikasikan negara tersebut menunjukkan terjadi penurunan laba industri yang menandakan produktivitas juga mengalami penurunan. 

Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah juga terjadi karena adanya ekspketasi kenaikan suku bunga yang akan dilakukan oleh Bank Sentral AS (The Fed). Rencana kenaikan suku bunga ini telah muncul sejak tahun lalu. Akibatnya, rupiah juga mengalami tekanan yang cukup dalam sejak akhir tahun lalu. Jika dihitung dari awal 2015, pelemahan rupiah telah mencapai 17,2 persen. (Ilh/Gdn)

 


Source: liputan6.com
Kuatkan Rupiah, DPR Minta BI Berkoordinasi dengan Pemerintah

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR, Olly Dondokambey menilai melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) bukan hanya faktor dalam negeri. Menurutnya, pelemahan rupiah juga terjadi akibat bergejolaknya ekonomi global.

"Memang pelemahan rupiah terjadi karena ekonomi global. Hal itu membuat kurs dolar AS naik terus," kata Olly di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9/2015).

Olly menuturkan, untuk menyikapi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, perlu tindakan nyata dari Bank Indonesia (BI). Karena menurutnya, kebijakan moneter ada pada BI dan pemerintah dalam paket ekonomi hanya berfokus bagaimana pemotongan mata rantai regulasi.

"BI harus berkoordinasi dengan pemerintah terkait langkah-langkah yang sudah dilakukan. BI harus lebih terbuka kepada pemerintah," tuturnya.

Oleh karena itu, anggota Komisi XI ini menilai, keterbukaan BI dalam upaya melakukan intervensi pasar guna menguatkan rupiah harus dilaporkan ke pemerintah.

Dia mengakui, ada hal-hal khusus yang tidak boleh dibuka oleh BI, namun koordinasi dengan pemerintah wajib dilakukan dalam situasi seperti ini.

"BI dalam kondisi seperti ini harus koordinasi dengan pemerintah, agar pemerintah tahu yang BI lakukan. Dulu waktu zaman Bu Mega setiap minggu BI selalu melaporkan kondisi ekonomi kepada pemerintah," ujarnya.

Selain itu, Olly mengaku tidak meragukan sumber daya manusia yang ada di Bank Indonesia, menurutnya lembaga tersebut mampu menyelesaikan pelemahan rupiah. Apalagi saat ini BI dipimpin oleh Agus Martowardojo yang dinilainya memiliki pengalaman mumpuni di bidang ekonomi.

"Pak Agus sebagai Gubernur BI punya pengalaman perbankan yang luas. Dia sudah klop sebenarnya," tandas Olly. (Taufiqurrohman/Gdn)


Source: liputan6.com
Bank Mandiri Salurkan Kredit Rp 1,15 Triliun ke Prima Petikemas

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Mandiri Tbk memberikan pembiayaan senilai Rp 1,15 triliun kepada PT Prima Terminal Petikemas (PTP), anak usaha Pelindo I, untuk membantu pembangunan Terminal Petikemas Belawan Fase 2.

Penandatanganan perjanjian kredit berjangka waktu 15 tahun tersebut dilakukan oleh Senior Vice President Bank Mandiri Indarto Pamoengkas dan Direktur Utama PTP Jansen Sitohang dan disaksikan oleh Direktur Corporate Banking Bank Mandiri Royke Tumilaar dan Direktur Utama Pelindo I Bambang Eka Cahyana di Plaza Mandiri, Jakarta, Selasa (29/9/2015).

Direktur Corporate Banking Bank Mandiri, Royke Tumilaar mengatakan, penyaluran kredit ini bertujuan untuk mempercepat pengadaan infrastruktur nasional guna mendorong pertumbuhan ekonomi Tanah Air yang jauh lebih baik di masa datang. 

“Pemberian kredit ini merupakan salah satu realisasi komitmen Bank Mandiri dalam memperkuat daya dukung infrastruktur nasional, termasuk sektor kemaritiman. Melalui sinergi ini, kami juga berharap bahwa program tol laut yang telah dicanangkan pemerintah dapat terwujud sehingga memberi daya dorong lebih baik bagi perekonomioan nasional,” kata Royke dalam keterangan tertulis. 

Bank Mandiri, lanjut Royke, memiliki keinginan kuat untuk membantu pengembangan infrastruktur di Tanah Air. Pasalnya, dengan infrastruktur yang baik maka lalu lintas barang dan jasa akan semakin lancar dan terjangkau.

Sampai dengan Juni 2015, Bank Mandiri telah mengucurkan kredit infrastruktur sebesar Rp 38,2 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 17,9 triliun diantaranya atau sekitar 47 persen diperuntukkan bagi sektor perhubungan darat, laut dan udara. 

Pembangunan infrastruktur Terminal Petikemas Belawan Fase 2, merupakan langkah aktif Pelindo I untuk memenuhi kebutuhan pelabuhan peti kemas wilayah Sumatera Utara dan mendukung sistem logistik nasional, khususnya di wilayah Indonesia Barat.

Pembangunan fisik direncanakan akan selesai dalam waktu 3 tahun, meliputi pekerjaan reklamasi, pembangunan dermaga, pembangunan container yard dan fasilitas pendukung serta penyediaan alat bongkar muat petikemas yang terintegrasi dengan sistem IT. (Gdn/Ndw)


Source: liputan6.com
Utang ke China Rp 42 Triliun, Rupiah Bisa Menguat?

Liputan6.com, Jakarta - Tiga perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru saja mengantongi utang US$ 3 miliar atau setara Rp 42 triliun dari Bank Pembangunan China (China Development Bank/CBD). Jumlah ini menambah bengkak total utang luar negeri BUMN Indonesia.  

Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Konstruksi dan Jasa Lain Kementerian BUMN, Gatot Trihargo mengatakan, utang luar negeri BUMN tercatat sebesar 10,4 persen dari total utang luar negeri Indonesia per Juli 2015.

Sementara posisi utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar US$ 303,7 miliar pada akhir Juli 2015. Jika diitung, utang luar negeri BUMN yang mencapai 10,4 persen berarti US$ 31,58 juta.

"Utang luar negeri BUMN secara keseluruhan 10,4 persen dari total utang yang ada per Juli ini. Sedangkan khusus perbankan BUMN sebesar 1,3 persen dari total yang ada," tegas dia saat RDP dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Selasa (29/9/2015).

Dijelaskan Gatot, ada lima negara yang menjadi kreditor terbesar utang luar negeri Indonesia, yakni Singapura, Jepang, Amerika Serikat (AS), Belanda dan Tiongkok.

Dari data Kementerian BUMN, dengan jumlah utang luar negeri sebesar US$ 303,7 miliar, Singapura mengucurkan US$ 59,33 miliar atau 19,5 persen dari total utang luar negeri. Disusul Jepang yang menyuntikkan utang US$ 31,89 miliar, AS dengan US$ 10,81 miliar, Belanda US$ 10,62 miliar dan Tiongkok dengan pemberian US$ 9,68 miliar.

Gatot menilai, dengan raihan utang dari CDB, itu artinya ada dana masuk US$ 3 miliar ke Indonesia. Utang ini akan mampu meningkatkan posisi cadangan devisa Indonesia yang saat ini turun menjadi US$ 103 miliar.

Seperti diketahui cadev merupakan salah satu instrumen yang paling cepat untuk memperkuat nilai tukar rupiah.  "Jadi dana masuk US$ 3 miliar ke Indonesia menjadi sinyal positif bagi pemerintah supaya menambah cadev," terang dia.

Perolehan pinjaman lunak dengan tenor atau jatuh tempo 10 tahun itu, diakui Gatot, merupakan suatu bentuk kepercayaan lembaga keuangan dunia terhadap ekonomi Indonesia, khususnya memacu pembangunan infrastruktur dan pembiayaan industri yang berorientasi ekspor.  

"Dalam situasi ekonomi dunia yang sulit sekarang ini, tidak bisa mendapatkan dana dari manapun. Tapi Indonesia bisa karena ada kepercayaan dari dunia. Apalagi dapatkan interest rate atau tingkat bunga murah dan tenor bagus," pungkas dia.(Fik/Ndw)


Source: liputan6.com