Prev Oktober 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
27 28 29 30 01 02 03
04 05 06 07 08 09 10
11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31
01 02 03 04 05 06 07
Berita Kurs Dollar pada hari Jumat, 09 Oktober 2015
IHSG Rawan Koreksi Jelang Akhir Pekan

Liputan6.com, Jakarta - Sentimen internal terutama dari penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan paket kebijakan ekonomi terbaru masih mempengaruhi gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjelang akhir pekan ini.

Analis PT Asjaya Indosurya Securities, William Suryawijaya menuturkan, aliran dana investor asing masih masuk dipicu penguatan rupiah terhadap dolar AS dan paket kebijakan ekonomi jilid III. Sentimen itu akan mendorong kenaikan IHSG.

"Saat ini target resistance di level 4.579 dengan potensi akan dicapai dalam waktu dekat. Selama support mampu bertahan di level 4.381. Hari ini IHSG masih melanjutkan penguatan," ujar William dalam ulasannya, Jumat (9/10/2015).

Sementara itu, Analis PT Reliance Securities Lanjar Nafi mengatakan, secara teknikal IHSG telah menyentuh dan berbalik arah sehingga menjadikan signal cukup negatif di akhir pekan. IHSG akan bergerak tertekan diwarnai aksi ambil untung.

"IHSG akan bergerak di kisaran 4.425-4.535 pada Jumat pekan ini," tutur Lanjar.

Untuk rekomendasi saham, William menuturkan, saham-saham yang dapat dicermati pelaku pasar yaitu saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Astra International Tbk (ASII), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).

Pada penutupan perdagangan saham Kamis 8 Oktober 2015, IHSG naik tipis 4,3 poin ke level 4.491. Sektor saham aneka industri yang dapat menahan indeks saham di zona hijau. Investor asing pun melakukan aksi beli bersih mencapai Rp 683,4 miliar. (Ahm/Igw)


Source: liputan6.com
Spekulasi The Fed Bikin Rupiah Menguat ke 13.450 per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin perkasa menjelang akhir pekan ini. Spekulasi pelaku pasar kalau bank sentral AS atau The Federal Reserve akan menunda kenaikan suku bunganya hingga awal 2016 telah memberikan sentimen positif ke rupiah.

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (9/10/2015), rupiah dibuka naik 292 poin ke level Rp 13.595 per dolar AS dari penutupan perdagangan Kamis 8 Oktober 2015 di kisaran 13.595 per dolar AS. Pagi ini, rupiah di kisaran 13.449-13.774 per dolar AS. Sedangkan data RTI menunjukkan kalau rupiah berada di kisaran 13.486 per dolar AS pukul 09.10 WIB.

Ekonom BCA, David Sumual menuturkan penguatan rupiah didukung dari sentimen eksternal. Rilis hasil pertemuan bank sentral AS pada pertengahan September 2015 menunjukkan kalau bank sentral AS akan menunda kenaikan suku bunga AS hingga 2016.

"Pelaku pasar membaca kalau bank sentral AS akan menunda kenaikan suku bunga hingga 2016 padahal belum tentu juga bisa saja akhir tahun ini," ujar David saat dihubungi Liputan6.com.

Ia mengatakan, penguatan mata uang juga dipicu dari data nonfarm payroll AS kurang baik. Rilis data pekerja AS di sektor nonfarm payroll tercatat hanya 142 ribu dari harapan pelaku pasar sekitar 200 ribu. Dengan ada sentimen data ekonomi AS kurang baik ditambah spekulasi bank sentral AS akan menunda kenaikan suku bunga membuat para pelaku pasar memburu aset negara berkembang termasuk Indonesia.

Hal itu juga membuat sejumlah penguatan mata uang termasuk Malaysia dan Indonesia."Apresiasi rupiah paling kuat hingga akhir pekan lalu. Dalam satu minggu ini aset Indonesia terus diburu. Ada satu fund besar masuk ke Malaysia dan Indonesia. Jadi mendukung pasar modal dan mata uangnya," ujar David.

David menekankan, meski rupiah terus menguat dalam pekan ini, pelaku pasar dan pemerintah juga perlu harus mewaspadainya. Hal itu lantaran hot money yang masuk ke pasar keuangan dapat mudah masuk dan keluar juga.

Selain itu, David menuturkan, pemerintah dan Bank Indonesia juga perlu menjaga momentum yang baik. Apalagi dengan rilis paket kebijakan ekonomi jilid III diharapkan dapat membuat fundamental ekonomi Indonesia membaik. David juga memprediksikan kalau rupiah akan bergerak di kisaran 13.500-13.900 per dolar AS hingga akhir tahun. (Ahm/Gdn)


Source: liputan6.com
Penguatan Rupiah di 4 Bank Besar Per 9 Oktober

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah menguat secara tajam terhadap dollar AS pada Jumat (9/10/2015). Rupiah semakin menjauhi level terendah 29 September lalu di kisaran14.828 yang merupakan level terendah dalam 17 tahun ini.

Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah menguat tajam 462 poin berada pada kisaran 13.425 per dolar AS pada Jumat (9/10/2015) pukul 10.01 WIB dari penutupan harga Kamis kemarin (8/10/2015) di level 13.887.

Sejak pagi hingga menjelang siang ini rupiah di perdagangkan pada kisaran 13.408 - 13.774 per dolar AS.

Sementara kurs tengah atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah menguat 288 poin menjadi 13.521 per dolar AS dibanding perdagangan Kamis yang berada di level 14.809 per dolar AS.

Bagaimana dengan kurs nilai tukar di beberapa bank besar Indonesia? Berikut ini adalah daftar nilai tukar rupiah terhadap dolar AS untuk periode 9 Oktober 2015, seperti dikutip dalam situs resmi bank di bawah ini:

PT Bank Mandiri Tbk mematok kurs beli pada angka Rp 13.300 per dolar AS, dan jual di angka Rp 13.600 per dolar AS.

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mematok kurs beli di angka Rp 13.390 per dolar AS, dan kurs jual di angka Rp 13.610 per dolar AS.

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mematok kurs yang berbeda-beda. Untuk transaksi di e-rate atau transaksi melalui e-channel memasang kurs jual di Rp 13.505 per dolar AS dan kurs beli di Rp 13.465 per dolar AS.

Untuk transaksi di konter atau kantor cabang dipatok Rp 13.650 per dolar AS untuk jual dan beli Rp 13.350 per dolar AS. Adapun untuk transaksi bank note, BCA mematok Rp 13.650 per dolar AS untuk jual dan Rp 13.350 per dolar untuk beli.

Sementara itu, PT Bank Panin Tbk mematok jual di level 13.875 per dolar AS dan 13.825 per dolar AS untuk kurs beli.

Kurs jual adalah harga yang dipatok oleh bank jika nasabah ingin menukar rupiah ke dolar AS. Kurs beli adalah jika nasabah ingin menukar dolar AS ke rupiah.

Berikut rincian lengkap kurs jual dan kurs beli di empat bank besar:


Source: liputan6.com
Sentimen The Fed Picu Mata Uang Negara Berkembang Menguat

Liputan6.com, Jakarta - Mata uang negara berkembang terus menguat dalam lima hari ini. Penguatan mata uang negara berkembang itu ditopang dari rilis hasil pertemuan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve yang menunjukkan akan menunda kenaikan suku bunganya. Hal itu mendorong permintaan terhadap aset investasi di negara berkembang.

Indeks Bloomberg yang mengukur 20 mata uang telah naik 0,8 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Indeks MSCI Emerging Market turun 0,3 persen ke level 848,37 setelah naik sebanyak 0,2 persen. Indeks tersebut telah naik 9,6 persen, dan reli selama enam hari. Didukung dari spekulasi kalau bank sentral AS akan menunda kenaikan suku bunganya hingga tahun depan. Sejumlah mata uang pun menguat terhadap dolar AS seperti Rubel Rusia reli 2,1 persen terhadap dolar AS. Diikuti Real Brazil menguat 2,6 persen terhadap dolar AS.

Penguatan mata uang sejumlah negara tersebut setelah rilis pertemuan The Federal Reserve pada 16-17 September menunjukkan kalau pejabat bank sentral AS menahan diri untuk menahan kenaikan suku bunga. Hal itu mempertimbangkan prospek untuk pertumbuhan ekonomi dan inflasi, dan juga perkembangan ekonomi China. Bank sentral AS juga khawatir terhadap penguatan dolar AS.

"Perkembangan ekonomi global yang melambat telah memudarkan prospek kenaikan suku bunga. Selama pasar mengharapkan The Federal Reserve untuk menunda, semakin Anda akan melihat optimistis, dan terjadi reli di pasar negara berkembang," ujar Emma Dinsmore, CEO R-Squared Macro Management seperti dikutip dari laman Bloomberg, Jumat (9/10/2015).

Dana Investor Asing Masuk Indonesia

Rupiah pun menjadi salah satu mata uang di negara berkembang yang mencatatkan penguatan pada pekan ini. Penguatan rupiah termasuk terbaik dalam pekan ini sejak 2001 yang didukung kalau sinyal bank sentral AS akan menunda menaikkan suku bunga hingga tahun depan.

Mengutip Bloomberg, rupiah telah naik 2,8 persen menjadi 13.508 per dolar AS pada pukul 08.42 waktu Jakarta.Dana investor asing masuk ke bursa saham juga terus terjadi dalam empat hari ini. Jumlah dana investor asing masuk mencapai US$ 148 juta, dan terbesar sejak April.

"Investor bergegas untuk membeli aset emerging market karena melihat penurunan yang sudah besar. Akan tetapi penguatan terlalu cepat dan tajam juga perlu diwaspadai karena apabila ada data memburuk juga dapat membuat pembalikan arah jadi kurang baik," kata Ekonom BCA, David Sumual.

Bila melihat data Bloomberg, mata uang di kawasan Asia Pacifik menunjukkan penguatan terhadap dolar AS. Mata uang dolar Singapura naik 0,14 persen menjadi 1.4025 per dolar AS. Mata uang Jepang Yen naik tipis 0,1 persen ke level 119,92 terhadap dolar AS.

Lalu mata uang Taiwan menguat 0,91 persen menjadi 32.3010 per dolar AS, mata uang Korea Selatan Won naik 0,90 persen menjadi 1,148.Penguatan mata uang terhadap dolar AS juga diikuti mata uang Filipina Peso naik 0,42 persen menjadi 45.9480 per dolar AS. Diikuti mata uang Malaysia Ringgit naik 2,34 persen menjadi 4.1363, mata uang Thailand Baht menguat 0,29 persen menjadi 35.6760. (Ahm/Igw)


Source: liputan6.com
Rupiah Perkasa, IHSG Naik 2,5% ke 4.604

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus melanjutkan penguatan pada penutupan perdagangan saham sesi pertama Jumat pekan ini.

Pada sesi pertama perdagangan saham, Jumat (9/10/2015), IHSG naik 113,52 poin atau 2,53 persen ke level 4.604,96. Indeks saham LQ45 menguat 3,18 persen ke level 793,01. Seluruh indeks saham acuan kompak menghijau pada sesi pertama hari ini.

Ada sebanyak 215 saham menguat sehingga mengangkat IHSG ke zona hijau. Sementara itu, 57 saham melemah dan 68 saham lainnya diam di tempat.Pada sesi pertama, IHSG sempat berada di level tertinggi 4.612 dan terendah 4.538. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 174.232 kali dengan volume perdagangan saham 3,62 miliar saham. Nilai transaksi harian saham sekitar Rp 3,87 triliun.

Secara sektoral, sepuluh sektor saham kompak menghijau. Sektor saham aneka industri naik 6,87 persen, dan mencatatkan penguatan terbesar pada sesi pertama hari ini. Disusul sektor saham industri dasar naik 3,19 persen dan sektor saham manufaktur mendaki 3,06 persen.

Berdasarkan data RTI, investor asing melakukan aksi beli bersih sekitar Rp 100 miliar. Sedangkan pemodal lokal melakukan aksi jual sekitar Rp 200 miliar.Penguatan IHSG juga diikuti nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah menyentuh level 13.353 per dolar AS pada pukul 12.00 WIB.

Bursa saham Asia juga cenderung menghijau hingga siang ini. Indeks saham Jepang Nikkei naik 1,47 persen ke level 18.407, diikuti indeks saham Hong Kong Hang Seng mendaki 1,72 persen ke level 22.738 dan indeks saham Singapura menguat 2,05 persen ke level 3.007.

Saham-saham berkapitalisasi besar cenderung menguat. Saham ASII naik 8,3 persen ke level Rp 6.850 per saham diikuti saham ADRO menguat 9,68 persen ke level Rp 680 per saham, dan saham BBRI mendaki 4,26 persen ke level Rp 10.400 per saham.

Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham ITMG turun 2,33 persen ke level Rp 10.500 per saham, saham PBRX melemah 4 persen ke level Rp 600 per saham, dan saham ARTI susut 2,71 persen ke level Rp 215 per saham.

Kepala Riset PT Koneksi Kapital, Alfred Nainggolan menuturkan penguatan IHSG didorong dari nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah berada di kisaran 13.521 per dolar AS pada 9 Oktober 2015 dari periode 8 Oktober 2015 di kisaran 13.809 per dolar AS.

"IHSG telah naik 9 persen sejak akhir pekan lalu. Penguatan itu dipicu dari nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dari level 14.800 menjadi 13.400," kata Alfred, saat dihubungi Liputan6.com.

Ia mengatakan, rupiah menguat ini dipicu oleh dolar AS sedang melemah. Pelemahan itu dipicu dari rilis hasil pertemuan bank sentral AS atau The Federal Reserve menunjukkan penundaan suku bunga hingga awal 2016.

Selain itu, Alfred menjelaskan saat ini ada spekulasi Korea Selatan juga akan memangkas suku bunga. Hal itu menandakan Korea Selatan akan menggenjot sektor riilnya. "Ada perbaikan di negara berkembang mendorong penguatan di mata uang Asia," kata Alfred. (Ahm/Igw)


Source: liputan6.com
Dalam 10 Hari Terakhir, Rupiah Menguat 10,4%

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) menguat drastis dalam perdagangan beberapa hari terakhir. Penyebab penguatan rupiah karena potensi penguatan ekonomi Indonesia di tengah memudarnya ekspektasi kenaikan suku bunga AS pada akhir tahun ini.

Mengutip Bloomberg, Jumat (9/10/2015), nilai tukar rupiah berada pada kisaran level 13.471 per dolar AS pada pukul 15.28 WIB. Sejak pagi hingga menjelang siang ini, nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran 13.281 hingga 13.774 per dolar AS.

Selama 10 hari terakhir, nilai tukar rupiah menguat sekitar 10,4 persen terhadap dolar AS. Mata uang rupiah sempat mencapai titik terendah di Rp 14.828 pada 29 September 2015 dan kemudian menyentuh Rp 13.281 pada perdagangan Jumat pekan ini.

Pemerintah terus pro-aktif untuk menggeliatkan perekonomian nasional dengan meluncurkan paket kebijakan ekonomi. Paket kebijakan yang dikeluarkan sejak pertengahan September hingga awal Oktober ini mampu mendorong penguatan rupiah. Beberapa kebijakan tersebut memang memberikan dampak positif kepada sektor riil. Beberapa kebijakan tersebut adalah penyederhanaan aturan, penurunan harga solar bersubsidi dan non subsidi, penurunan tarif listrik dan gas untuk industri.

Head of Research Archipelago Asset Management, AG Pahlevi menjelaskan, kebijakan penurunan harga BBM adalah kebijakan yang cukup besar dampaknya untuk meningkatkan perekonomian nasional. "Ekspektasi pasar melihat bahwa penurunan harga BBM oleh pemerintah bisa mendorong konsumsi domestik." terangnya. 

Di sisi lain, rilis pertemuan The Federal Reserve pada 16-17 September menunjukkan kalau pejabat bank sentral AS menahan diri untuk menahan kenaikan suku bunga. Hal itu mempertimbangkan prospek untuk pertumbuhan ekonomi dan inflasi, dan juga perkembangan ekonomi China. Bank sentral AS juga khawatir terhadap penguatan dolar AS.

Deputi Senior BI Mirza Adityaswara menuturkan, data ekonomi Amerika Serikat (AS) terjadi sedikit pelemahan terutama di data tenaga kerja membuat konsensus kebijakan suku bunga bank sentral AS mulai bergeser kenaikannya yang semula pada Oktober dan Desember 2015 kemungkinan mundur pada 2016.

"Kebijakan suku bunga mulai bergeser kenaikannya menjadi pada kuartal I dan II. Ini membuat di pasar keuangan terjadi pembalikan. Beberapa investor dan spekulan beli dolar melakukan cut loss di pasar keuangan," ujar Mirza.

Sebelumnya Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar forward guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan di pasar forward. BI memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah. Dalam kebijakan ini BI menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) tiga bulan dan Reverse Repo SBN dengan tenor 2 minggu. (Ilh/Gdn)


Source: liputan6.com
Pengusaha Ingin Rupiah Stabil

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melanjutkan penguatan pada perdagangan Jumat pekan ini. Penguatan rupiah ini memang memberikan optimisme terhadap pelaku pasar di pasar keuangan, tetapi sisi lain pengusaha juga menginginkan pergerakan rupiah stabil.

Berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah menguat 288 poin menjadi 13.521 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 9 Oktober 2015 dari posisi 13.809 per dolar AS pada 8 Oktober 2015. Selama sepekan, ini, kurs tengah BI telah menguat 7,5 persen.

Rupiah sempat berada di kisaran 14.604 per dolar AS menjadi 13.521 per dolar AS pada Jumat 9 Oktober 2015.Untuk data Bloomberg, nilai tukar rupiah sempat berada di kisaran 13.289 per dolar AS pada pukul 12.30 waktu setempat. Sepanjang Jumat pekan ini, rupiah berada di kisaran 13.281-13.774 per dolar AS.

Ekonom BCA, David Sumual mengatakan, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang volatile memang menguntungkan bagi investor di pasar keuangan.

"Bila pelaku pasar itu masuk ke pasar modal Indonesia dengan memakai dolar Amerika Serikat dan rupiahnya menguat jadi sama-sama untung berlipat," ujar David saat dihubungi Liputan6.com.

Akan tetapi, David mengatakan, rupiah bergerak volatile menjadi kekhawatiran bagi pengusaha di sektor riil. Apalagi rupiah terus menguat tajam dalam dua hingga tiga hari ini.

"Semalam gathering dengan pengusaha. Mereka juga khawatir dengan penguatan rupiah cukup kencang. Di sektor riil mereka harus mengatur anggaran. Kalau rupiah menguat 3-4 persen lalu melemah 3-4 persen, ini bisa bikin bingung," ujar David.

Karena itu, David mengatakan agar pemerintah dan Bank Indonesia dapat menjaga momentum sehingga mendorong fundamental ekonomi Indonesia menjadi lebih baik. Apalagi pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid III pada 7 Oktober 2015.

Dalam paket kebijakan ekonomi tersebut pemerintah menurunkan harga energi terutama solar bersubsidi, avtur, harga gas, dan memberikan insentif listrik. Selain itu, pemerintah juga mempermudah pengurusan perpanjangan hak, pemberian dan pembaruan hak atas tanah dipermudah. "Diharapkan fundamental membaik ke depan seiring dengan paket kebijakan yang dikeluarkan," kata David. (Ahm/Igw)


Source: liputan6.com
IHSG Naik 97 Poin ke Level 4.589 Ditopang Rupiah

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu mempertahankan pergerakan di zona hijau pada perdagangan saham Jumat pekan ini. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat telah memberikan sentimen positif ke IHSG.

Pada penutupan perdagangan saham Jumat (9/10/2015), IHSG naik 97,91 poin (2,18 persen) ke level 4.589,34. Indeks saham LQ45 menguat 2,65 persen ke level 788,95. Pada hari ini, IHSG sempat level tertinggi 4.612 dan terendah 4.538 per dolar AS.

Seluruh indeks saham acuan kompak menghijau pada hari ini.Ada sebanyak 212 saham menguat sehingga membuat IHSG tetap bertahan di zona hijau.

Sementara itu, 82 saham melemah dan 82 saham lainnya diam di tempat. Transaksi perdagangan saham hari ini cukup ramai.Total frekuensi perdagangan saham sekitar 313.818 kali dengan volume perdagangan saham sekitar 9,11 miliar saham. Nilai transaksi harian saham sekitar Rp 7,9 triliun.

Secara sektoral, sepuluh sektor saham menguat yang didukung penguatan terbesar dari sektor saham aneka industri naik 4,94 persen. Disusul sektor saham tambang menguat 3,48 persen dan sektor saham konstruksi mendaki 2,63 persen.

Berdasarkan data RTI, investor asing melakukan aksi beli sekitar Rp 100 miliar. Sedangkan pemodal lokal melakukan aksi jual sekitar Rp 200 miliar.Saham-saham yang menguat pada hari ini antara lain saham ADRO naik 9,68 persen ke level Rp 680 per saham, disusul saham KREN mendaki 7,79 persen ke level Rp 2.490 per saham, saham ASII menguat 5,93 persen ke level Rp 6.700 per saham dan saham BBRI naik 5,76 persen ke level Rp 10.550 per saham.

Sedangkan saham-saham yang tertekan yaitu saham TAXI turun 9,85 persen ke level Rp 293 per saham, saham PBRX susut 4 persen ke level Rp 600 per saham, dan saham SIAP turun 2,73 persen ke level Rp 214 per saham.

Analis PT Asjaya Indosurya Securities, William Suryawijaya menuturkan secara teknikal IHSG telah terkonfirmasi tembus level 4.355 sehingga dapat mendorong penguatan IHSG dalam jangka pendek. Penguatan IHSG juga didukung dari nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS.

"Selain itu harga minyak juga menguat ini memberikan persepsi ke pasar kalau penguatan harga komoditas dapat membantu kinerja emiten terutama emiten perkebunan dan tambang," kata William saat dihubungi Liputan6.com.

Pada pukul 16.00 WIB, nilai tukar rupiah menguat di kisaran 13.396 per dolar AS. Bursa saham Asia pun kompak menguat. Indeks saham Jepang Nikkei naik 1,64 persen ke level 18.438,67, diikuti indeks saham Hong Kong Hang Seng mendaki 0,46 persen ke level 22.458, dan indeks saham Singapura naik 1,55 persen ke level 2.922,64. (Ahm/Igw)


Source: liputan6.com
Rupiah Sentuh Level 13.412 per dolar AS Jelang Akhir Pekan

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu ditutup menguat pada perdagangan menjelang akhir pekan ini. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah berada di level 13.412 per dolar AS dari pembukaan pagi di kisaran 13.595 per dolar AS.

Mengutip Bloomberg, bahkan rupiah menguat sekitar 475 poin menjadi 13.412 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat 9 Oktober 2015 dari posisi Kamis 8 Oktober 2015 di level 13.887 per dolar AS.

Berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah menguat 288 poin menjadi 13.521 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 9 Oktober 2015 dari posisi 13.809 per dolar AS pada 8 Oktober 2015. Selama sepekan, ini, kurs tengah BI telah menguat 7,5 persen. Rupiah sempat berada di kisaran 14.604 per dolar AS menjadi 13.521 per dolar AS pada Jumat 9 Oktober 2015.

Analis PT Bank Danamon Tbk Dian Eka Ayu menuturkan, penguatan mata uang tidak hanya terjadi untuk rupiah tetapi juga regional. Hal itu membuat persepsi sudah membaik di pasar.

Saat ini dolar Amerika Serikat (AS) juga cenderung melemah terhadap sejumlah mata uang karena sentimen ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS atau The Federal Reserve pada 2015 memudar. Pelaku pasar berspekulasi bank sentral AS menunda kenaikan suku bunga pada 2016 yang ditunjukkan dari hasil rilis pertemuan bank sentral AS pada 16-17 September 2015. Sentimen itu membuat dolar AS melemah terhadap sejumlah mata uang.

"Bank sentral AS menunjukkan kalau masih kuatir dengan laju inflasi AS sehingga membuat investor mau ambil risiko berinvestasi di negara berkembang," ujar Dian saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (9/10/2015).

Ia mengatakan, rupiah menguat terhadap dolar AS juga didukung dari sentimen internal. Pertamina dikabarkan mulai mengurangi penggunakan dolar AS cukup besar juga membantu penguatan rupiah. Dian menambahkan, pelaksanaan rights issue atau penawaran umum terbatas PT HM Sampoerna Tbk mencapai Rp 20 triliun juga menambah aliran dana masuk ke Indonesia.

"Pasar valuta asing membaik dengan suplai dolar AS cukup besar," kata Ayu.

Dian juga menilai langkah Bank Indonesia (BI) untuk menjaga rupiah cukup baik. Meski cadangan devisa turun US$ 3,5 miliar menjadi US$ 101,7 miliar pada akhir September 2015, Dian menilai hal itu masih wajar.

"Pada September ada sejumlah tekanan untuk kebutuhan dolar AS karena pembayaran utang tan impor. BI tetap di pasar untuk intervensi tetapi terbatas. Masih bisa diukur," kata Dian.

Karena itu, Dian menilai, langkah BI sudah cukup bagus. Penurunan cadangan devisa tersebut dinilai masih wajar. Karena itu, jangan sampai BI masuk untuk intervensi ketika sentimen masih negatif. Hal itu percuma karena dapat membuang devisa.

"Peluang itu ketika sentimen membaik, langsung ikut masuk ke pasar. Jadi pelaku pasar yang memegang dolar melihat rupiah juga sudah menguat sehingga  mereka melepas dolar AS. Jadi BI masuk di momen yang tepat," ujar Dian.

Meski demikian, Dian mengingatkan masih ada sejumlah risiko yang dihadapi yaitu rencana kenaikan suku bunga AS. Karena itu, Dia mengatakan, pemerintah dapat menjaga konsistensi dengan sejumlah paket kebijakan yang sudah dikeluarkan. Lalu menjaga komunikasi dengan pelaku pasar untuk membentuk persepsi positif untuk Indonesia.

"Hingga akhir tahun diperkirakan rupiah dapat bergerak di kisaran 13.500-14.000 per dolar AS," kata Dian. (Ahm/Igw)


Source: liputan6.com
Rupiah Jadi Mata Uang Paling Perkasa di Kawasan Asia

Liputan6.com, Jakarta - Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai saat ini masih berlanjut. Bahkan, Bank Indonesia (BI) mengungkapkan rupiah menjadi mata uang paling perkasa di kawasan Asia Pasifik dilihat dari tingkat penguatannya.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengungkapkan selama sepekan ini, rupiah telah menguat 4,3-4,4 persen. Ini paling tinggi jika dibandingkan negara kawasan.

"Ini kalau dilihat sampai Jumat ini, Ringgit Malaysia itu 3,4 persen, Korea 1,2 persen, Taiwan 1,2 persen dan Bath Thailand itu malah hanya 0,4 persen," kata Mirza di Kompleks Bank Indonesia, Jumat (9/10/2015).

Mirza menuturkan, penguatan rupiah itu memang dipengaruhi sentimen global. Bank sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) mengindikasikan untuk menunda kenaikan suku bunganya mengingat data-data tenaga kerja AS yang belum sesuai harapan.

Namun demikian, kondisi itu lebih ditambahkan dengan aksi pemerintah Indonesia yang mengeluarkan berbagai paket kebijakan yang sampai saat ini sudah mengeluarkan tiga paket kebijakan ekonomi. Apalagi paket kebijakan itu mempermudah asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.‎

"Kalau menurut saya tampaknya investor di pasar keuangan sudah semakin yakin pemerintah melakukan structural reform yang serius. Kita tadinya selalu mengatakan investor asing mengatakan pemerintah tidak pernah serius melakukan reformasi struktural," tegas Mirza.

Tak terlepas dari itu, kebijakan Bank Indonesia untuk menambah persediaan valas di pasar spot dan forward menjadikan rupiah kembali hijau dalam beberapa hari ini. Diharapkan dengan adanya sentimen ini para pemilik dolar akan melepas dolarnya.

Berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah menguat 288 poin menjadi 13.521 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 9 Oktober 2015 dari posisi 13.809 per dolar AS pada 8 Oktober 2015. Selama sepekan, ini, kurs tengah BI telah menguat 7,5 persen. Rupiah sempat berada di kisaran 14.604 per dolar AS menjadi 13.521 per dolar AS pada Jumat 9 Oktober 2015. (Yas/Ahm)


Source: liputan6.com
Mata Uang Negara Berkembang Cetak Kenaikan Terbaik sejak 1998

Liputan6.com, Jakarta - Mata uang negara berkembang mencatatkan kenaikan terbesar secara mingguan dalam 17 tahun ini. Hal itu dipicu dari prospek kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) susut pada 2015 ditambah harga minyak melonjak.

Indeks Bloomberg yang berisi 20 mata uang negara berkembang naik 3,4 persen pada pekan ini. Mata uang rupiah dan Rubel, mata uang Rusia menjadi mata uang terbaik di negara berkembang.

Mata uang rupiah telah melonjak 8,8 persen terhadap dolar AS sejak 2 Oktober. Rubel telah naik 7,9 persen, Ringgit Malaysia mendaki 6 persen, dan peso Kolombia naik 5,2 persen.

Selain itu, indeks saham MSCI Asia Pacifik juga mencatatkan kenaikan terbaik dalam empat tahun ini. Hal itu seiring dana investor asing mulai masuk ke pasar modal yang mencapai US$ 1,2 miliar. Aliran dana investor asing itu masuk ke bursa saham Brazil, India, Indonesia, Korea Selatan, Taiwan dan Thailand. Sedangkan minyak juga mengalami kenaikan mingguan terbesar sejak Agustus.

Ada pun sentimen yang mempengaruhi penguatan mata uang dari harapan pelaku pasar terhadap kenaikan suku bunga bank sentral AS mulai memudar.

Berdasarkan survei menunjukkan kalau suku bunga bank sentral AS naik pada Desember menjadi 39 persen turun dari 60 persen pada September.

Rilis hasil pertemuan bank sentral AS pada 16-17 September 2015 juga menunjukkan kalau pejabat bank sentral AS masih khawatir terhadap perlambatan ekonomi China dan risiko dolar AS lebih kuat sehingga membebani ekspor AS.

"Data ekonomi AS yang lemah telah membantu dorongan sentimen dan kini giliran komoditas. Jadi seolah-olah semua kekhawatiran tentang perlambatan tajam di China dan harga komoditas rendah telah lenyap. Banyak mata uang emerging market tampak oversold dalam jangka pendek," kata Per Hammarlund, Direktur SEB AB seperti dikutip dari laman Bloomberg, Jumat (9/10/2015).

Analis ANZ Khoon Goh mengatakan, harapan penundaan kenaikan suku bunga mungkin menjadi katalis positif sehingga membuat reli terhadap mata uang Asia pada pekan ini. Meski demikian, mata uang Asia masih mencatatkan tantangan ke depan.

Mengutip data Bloomberg, dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang Asia:

1. Dolar Singapura naik 0,79 persen

2. Dolar Taiwan menguat 0,87 persen

3. Won Korea Selatan menguat 1,24 persen

4. Peso Filipina menguat 0,57 persen

5. Rupiah menguat 3,43 persen

6. Baht Thailand naik 0,70 persen

7. Ringgit Malaysia menguat 2,5 persen

8. Rupee India menguat 0,53 persen

9. Yuan China menguat 0,13 persen

Sedangkan dolar AS masih menguat terhadap mata uang Yen Jepang sekitar 0,26 persen, dolar Australia naik 1,02 persen dan Dolar Selandia Baru menguat 0,60 persen. (Ahm/Igw)


Source: liputan6.com