Prev Mei 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
26 27 28 29 30 01 02
03 04 05 06 07 08 09
10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23
24 25 26 27 28 29 30
31 01 02 03 04 05 06
Berita Kurs Dollar pada hari Sabtu, 30 Mei 2015
Pemerintah Bakal Terbitkan Global Bond di Semester I

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan penerbitan surat hutang berdenominasi valas (global bond) non rupiah akan dilakukan sebelum Juni 2015.

"Kami sudah komit bahwa pengeluaran bond non rupiah itu akan dilakukan lebih cepat sebelum semester dua. Semua yang non rupiah pokoknya," kata Bambang, di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (19/3/2015).

Kebijakan suku bunga The Federal Reserve juga menjadi perhatian pemerintah. Bambang mengakui masih ada ketidak pastian tentang keputusan waktu dan besaran The Fed untuk menaikan tingkat suku bunga.

"Ya namanya juga semua menunggu kapan dan berapa besar. Palingnya sudah ada indikasi seberapa besar yang dibayangkan dana mungkin tidak secepat yang dibayangkan," tutur Bambang.

Menurut Bambang, penguatan mata uang dolar AS terlalu cepat akan berdampak buruk pada perekonomian Amerika Serikat. Karena itu, negeri Paman Sam tersebut harus memperhitungkan kondisi dalam negerinya.

"Tentunya ekonomi Amerika Serikat juga harus melihat kalau dolar AS menguat terlalu cepat akan merugikan ekonomi mereka. Mereka harus hitung bahwa penaikan tingkat bunga dolar harus memeprhatikan kondisi dalam negeri," tutupnya. (Pew/Ahm)


Source: liputan6.com
Awal Pekan, Rupiah Masih di Level 13.100 per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Rupiah tercatat memimpin pelemahan 1,2 persen di antara negara-negara Asia dan nyaris menembus level 13.200 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu. Hari ini, rupiah akhirnya menunjukkan penguatan, meski masih di kisaran 13.100 per dolar AS.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Senin (11/5/2015), menunjukkan rupiah menguat tipis dan masih berkutat di kisaran 13.100 per dolar AS. Pada perdagangan di awal pekan, rupiah berada di level 13.116 per dolar AS setelah akhir pekan lalu melemah cukup signifikan ke kisaran 13.177 per dolar AS.

Data valuta asing Bloomberg, juga menunjukkan penguatan tipis nilai tukar rupiah sebesar 0,05 persen ke level 13.114 per dolar AS. Nilai tukar rupiah sebelumnya juga dibuka menguat di level 13.082 per dolar AS. Tak bergerak signifikan, nilai tukar rupiah tercatat masih berkutat di kisaran 13.077-13.130 per dolar AS.

Analis Pasar Uang PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditopang dari sentimen eksternal. Rilis data ekonomi AS bervariasi membuat dolar AS melemah terhadap mata uang lainnya. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan kalau angka pengangguran turun ke level 5,4 persen.

Sedangkan jumlah data penggajian non sektor pertanian atau disebut nonfarm payroll  bertambah menjadi 223 ribu pekerja pada April 2015. "Sedangkan dari domestik, ada ketakutan pelaku pasar terhadap perlambatan ekonomi di kuartal I 2015. Akan tetapi, perlambatan ekonomi terjadi wajar karena belanja pemerintah belum maksimal," kata Rully saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menambahkan, realisasi belanja pemerintah mulai maksimal pada kuartal II 2015. Hal ini diharapkan dapat menunjang pertumbuhan ekonomi. Meski demikian, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini hanya sementara. Lantaran rencana kenaikan suku bunga AS masih mewarnai laju nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.  "Volatilitas rupiah masih akan cukup tinggi di kisaran 13.000 per dolar AS," ujar Rully.

Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Dian Ayu Yustina menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah kali ini dipicu sentimen negatif dari dalam negeri. Adanya kekhawatiran terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional menjadi salah satu penyebab melemahnya rupiah lebih jauh.

Pekan lalu, Badan Pusat Statisitik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 mencapai 4,71 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau turun dibandingkan kuartal I 2014 sebesar 5,21 persen. Dalam data BPS, perlambatan pertumbuhan ekonomi RI dipengaruhi melemahnya perekonomian di China.

Rupiah melemah setelah pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia menunjukkan adanya perbedaan kebijakan moneter.

Dian melanjutkan, penyebab lain pelemahan rupiah adalah isu keinginan pemerintah untuk memangkas suku bunga. Jika Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate, maka imbal hasil yang didapat oleh investor di instrumen pasar uang juga akan menurun. Hal tersebut mengakibatkan larinya dana-dana asing ke luar dari Indonesia (capital outflow).

Sementara itu, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, dirinya akan menahan suku bunga tetap stagnan  dalam beberapa waktu ke depan. Saat ini suku bunga acuan berada di kisaran 7,5 persen. (Sis/Ahm)

 


Source: liputan6.com
Bank Mandiri Kucurkan Kredit Rp 3 Triliun buat Pelindo IV

Liputan6.com, Jakarta - Bank Mandiri mengucurkan kredit investasi Rp 3 triliun kepada PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV guna mendukung pembangunan Makassar New Port serta pengembangan peralatan, fasilitas pelabuhan dan modernisasi peralatan bongkar muat di berbagai wilayah kerja Pelindo IV. Kucuran kredit ini dalam upaya mendukung program infrastruktur pemerintah.
 
Kucuran kredit ini dituangkan melalui penandatanganan nota perjanjian pembiayaan berjangka waktu 7,5 tahun yang dilakukan Direktur Corporate Banking Bank Mandiri Royke Tumilaar dan Direktur Utama Pelindo IV Mulyono di Plaza Mandiri Jakarta, Selasa (12/5/2015).

Direktur Corporate Banking Bank Mandiri Royke Tumilaar mengatakan aksi korporasi ini dimaksudkan untuk mempercepat pengadaan infrastruktur nasional serta untuk mendukung program Tol Laut yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu.

“Kami bergembira karena melalui sinergi antar BUMN ini, Bank Mandiri dapat sekali lagi membuktikan komitmennya dalam memperkuat daya dukung infrastruktur kemaritiman nasional, termasuk sektor kepelabuhanan,” jelas Royke Tumilaar.

Hingga saat ini, Bank Mandiri telah mengucurkan pembiayaan kepada sektor kemaritiman sebesar Rp 17,1 triliun, setara dengan 19,02 persen dari total pembiayaan perbankan nasional.

 Pembangunan Makassar New Port sendiri merupakan langkah aktif Pelindo IV untuk memenuhi kebutuhan pelabuhan peti kemas Makassar dan menjadi penyambung (konektivitas) antar pulau serta mendukung sistem logistik nasional khususnya di wilayah Indonesia Timur.

Dalam pembangunannya, Pelindo IV yang tengah mengusung tagline menjadi Lokomotif Indonesia Timur mengembangkan konsep port create the trade atau mengikuti supply approach strategy.

Berdasarkan strategi tersebut, Makassar New Port nantinya akan terintegrasi dengan rencana proyek jalur kereta untuk barang di Sulawesi Selatan, sehingga mempermudah distribusi barang angkutan.

Diharapkan, pembangunan pelabuhan akan memancing pertumbuhan arus kapal yang didukung oleh pertumbuhan industri di Kawasan Timur Indonesia.(Nrm/Gdn)

 


Source: liputan6.com
Bank Mandiri Terbitkan NCD Perdana

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Mandiri Tbk berencana untuk menerbitkan Negotiable Certificate of Deposit (NCD). Penerbitan NCD ini untuk pertama kalinya bagi Bank Mandiri.

Direktur Treasury and Market Bank Mandiri, Pahala N Mansury menjelaskan, untuk tahap I ini, Bank Mandiri akan mengeluarkan 5 seri NCD dengan tenor 6 sampai dengan 18 bulan dengan indikasi tingkat diskonto pada kisaran 7,78 persen hingga 8,88 persen.

Jumlah NCD yang diterbitkan akan ditentukan setelah selesainya proses book building yang akan berakhir pada 18 Mei 2015. Bank Mandiri menunjuk dua Arranger dalam negeri yaitu Mandiri Sekuritas dan BCA Sekuritas untuk membantu penerbitan NCD tersebut.

"langkah Bank Mandiri menerbitkan NCD ini dimaksudkan sebagai salah satu strategi diversifikasi pendanaan bank," jelas Pahala di acara Investor Gathering Penerbitan NCD Bank Mandiri Tahap I di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (13/5/2015).

Bank Mandiri memang getol menghimpun dana di tahun ini. Sebelumnya, perseroan menggandeng PT JCB International Indonesia, anak perusahaan dari JCB International JCB Co. Ltd dalam kerja sama baru bisnis kartu pembayaran yang diharapkan bisa menambah dana murah juga.

Direktur Consumer Banking Bank Mandiri, Herry Gunardi mengatakan, kerja sama ini memberikan izin secara struktur operasional yang menjadi perpanjangan tangan di dunia internasional dari JCB Co, Ltd.

Kerja sama tersebut meliputi penerimaan kartu JCB di ATM dan EDC pada merchant Bank Mandiri dan rencana penerbitan kartu kredit dengan logo JCB yang ditandai dengan telah ditandatangani letter of intent.

"Kolaborasi ini merupakan terobosan baru untuk memperluas layanan di sektor ritel. Diharapkan kerjasama ini dapat meningkatkan volume transaksi kartu kredit di merchant kami, dan akan menambah masuknya dana murah dan fee base income ke Bank Mandiri," terang dia.

Tahap pertama kemitraan, tambah Hery, memungkinkan penerimaan kartu JCB yang berjumlah 88 kartu dari seluruh dunia untuk dapat diterima di 15.444 ATM Mandiri dan merchant Mandiri dengan total lokasi 280 ribu titik.

"Kami berharap tahap pertama kemitraan terealisasi pada tahun ini, dan diikuti tahap kedua penerbitan kartu kredit Bank Mandiri berlogo JCB pada tahun berikutnya," kata dia. (Yas/Gdn)


Source: liputan6.com
Rupiah Kembali Melemah ke Kisaran 13.100 per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali ke kisaran 13.100 per dolar AS di awal pekan. Meski mayoritas data ekonomi Amerika Serikat (AS) kurang positif, tapi nilai tukar dolar AS masih menunjukkan penguatan tipis.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Senin (18/5/2015) menunjukkan nilai tukar rupiah kembali melemah ke level 13.116 per dolar AS. Di akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah sempat menunjukkan penguatan di level 13.090 per dolar AS.

Sementara itu, data valuta asing Bloomberg, mencatat nilai tukar rupiah melemah 0,27 persen ke level 13.119 per dolar AS pada perdagangan pukul 10:04 waktu Jakarta. Sebelumnya, rupiah masih di buka di kisaran 13 ribu per dolar AS.

Di awal perdagangan hari ini, rupiah cenderung berfluktuasi melemah dan berkutat di kisaran 13.070 - 13.136 per dolar AS.

Meski nilai tukar dolar AS menguat tipis, tapi tren penurunan masih sangat kuat terlihat. Itu lantaran belum ada data ekonomi AS yang sangat positif yang dapat menarik dolar AS keluar dari tren pelemahan. Sementara dari sentimen domestik, wacana kebijakan perekonomian pemerintah untuk mempercepat laju pertumbuhan masih belum terlalu meyakinkan.

"Kondisi ini membuat para investor masih pesimistis. Rupiah secara umum masih berpeluang menguat, tapi pada perdagangan hari ini, dolar tampaknya masih lebih perkasa," ulas Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia Rangga Cipta.

Pada perdagangan hari ini, tak hanya rupiah, dolar Singapura dan ringgit Malaysia juga menunjukkan pelemahan cukup tipis terhadap dolar AS.

Sementara itu, Analis Pasar Uang PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, Rahmat Wibisono mengatakan, ada sejumlah faktor membuat rupiah tertekan di awal pekan ini. Pertama, laju Indeks Harga Saham Gabunan (IHSG) masih fluktuaktif. Kedua, spekulan memanfaatkan spekulasi perubahan suku bunga acuan/BI Rate. Bank Indonesia (BI) akan menggelar rapat Dewan Gubernur pada 19 Mei 2015.

Rahmat mengatakan, ada harapan BI Rate dapat kembali diturunkan mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif melambat pada kuartal I 2015. Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,7 persen. Karena itu, realisasi belanja pemerintah lewat proyek pembangunan infrastruktur dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Ada spekulasi perubahan suku bunga apakah bertahan dan turun. Kalau BI Rate dinaikkan maka risikonya ada biaya tinggi dan hambat pertumbuhan ekonomi. Peluangnya 50:50 untuk BI Rate," kata Rahmat saat dihubungi Liputan6.com.

Meski demikian, Rahmat memperkirakan, BI Rate tetap di level 7,5 persen. BI tidak akan mengambil risiko untuk pertumbuhan ekonomi. Realisasi belanja pemerintah akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, Rahmat menilai, potensi kenaikan suku bunga AS cukup kuat juga masih mempengaruhi laju nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. "Rupiah akan bergerak di kisaran 13.100-13.150 per dolar AS pada hari ini," tutur Rahmat. (Sis/Ahm)


Source: liputan6.com
Suku Bunga Acuan RI Tertinggi di ASEAN, Ini Kata Gubernur BI

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia tercatat memiliki tingkat suku bunga paling tinggi di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Terkait ini, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menilai hal tersebut masih terbilang wajar karena di antara negara ASEAN lainnya, Indonesia memiliki tingkat inflasi yang tinggi dan masih mengalami defisit neraca transaksi berjalan (current account defisit/CAD).

"Di antara regional ASEAN, kita tertinggi. Tapi dapat dipahami karena kita punya inflasi tinggi. Ciri negara kita, inflasi kita tinggi dan CAD kita defisit. Negara tetangga inflasi rendah dan CAD surplus," ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Selasa (19/5/2015).

Dia menjelaskan, dengan kondisi seperti ini, Indonesia harus lebih waspada dari negara-negara lain terhadap potensi arus modal keluar.

"Jadi dengan kondisi tidak pasti, potensi modal keluar akan lebih beresiko kepada negara seperti Indonesia sehingga dapat dipahami beberapa negara merespons policy rate-nya diturunkan di mana negara yang inflasinya rendah dan terjaga," kata dia.

Meski demikian, dengan penerapan kebijakan refomasi subsidi BBM yang dilakukan pemerintah, lanjut Agus, jika hal tersebut bisa dilaksanakan dengan konsisten maka akhir 2015 dan seterusnya Indonesia akan punya kondisi inflasi yang relatif lebih rendah dan stabil karena diharapkan tidak akan terjadi loncatan-loncatan harga.

"Kalau di Juni inflasi masih 7,4 persen, September 7,3 persen, baru diakhir 2015 sebesar 4,2 persen. Artinya inflasi masih tinggi. Jadi BI masih melihat itu, ekonomi dinamis, tidak pasti. Kita ingin yakini untuk koordinasikan dengan pemerintah. Pemerintah pastikan lingkungan yang kondusif," tandas dia. (Dny/Nrm)


Source: liputan6.com
Menkeu Dukung BI Turunkan DP Kredit Ketimbang Pangkas BI Rate

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan level suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) sebesar 7,5 persen. Hal ini dinilai baik bagi stabilisasi mata uang rupiah melalui kebijakan pengetatan moneter.

Demikian disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (19/5/2015). "Stabilitas kurs dulu yang harus dijaga. Stabilitas itu terkait kebijakan moneter, jadi ya dari tingkat bunga," papar dia.

Pemerintah, kata dia, mendukung langkah BI dalam menjaga moneter Indonesia dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian saat ini. Ketika ditanyakan mengenai waktu ideal untuk menurunkan BI Rate, Bambang masih enggan membeberkannya.

"Tidak ada yang lebih baik, kita harus melihat kondisi yang cocok (penurunan suku bunga)," jelasnya.

Dia justru setuju dengan rencana kebijakan BI yang ingin melonggarkan loan to value (LTV) atau down payment (DP) kredit bagi kepemilikan rumah dan kendaraan.

"Kalau mau relaksasi, lebih baik di makroprudensial di LTV. Tidak harus dengan menurunkan BI Rate," pungkas Bambang.

Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, rencana pelonggaran aturan LTV lebih ditujukan untuk menumbuhkan pembiayaan kredit untuk properti dan kendaraan bermotor.

"Kita tidak inginkan pertumbuhan kredit yang nantinya bisa meningkatkan kredit bermasalah. Kita sekarang melonggarkan untuk bisa dilakukan pembiayaan secara lebih aktif tapi tidak korbankan kualitas," kata dia.

Menurut Agus, secara umum jika kredit pada kedua sektor tersebut mengucur dengan baik, akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih baik.(Fik/Nrm)


Source: liputan6.com
Menperin Minta BI Rate Tak Dipatok Terlalu Tinggi

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia tercatat memiliki tingkat suku bunga paling tinggi di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Menteri Perindustrian Saleh Husin berharap suku bunga Bank Indonesia (BI rate) yang ditetapkan tak tinggi agar pengusaha lebih leluasa.

Saleh mengatakan, jika suku bunga tidak terlalu tinggi akan berdampak baik untuk mengembangkan usaha. Sebab, mayoritas dana pengembangan usaha berasal dari pinjaman bank. Dengan suku bunga yang tinggi, lanjut dia, kalangan industri akan melakukan efisiensi agar bisa tetap produksi.

"Kita akan minta kalau bisa bunga bank tak terlalu tinggi sehingga orang lebih leluasa untuk berusaha, kalau lebih rendah lebih bagus," kata Saleh di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (19/5/2015).

Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan untuk mempertahankan BI rate pada level 7,5 persen. Gubernur BI Agus Martowardojo menuturkan ada beberapa alasan mengapa BI memilih untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuannya.

Pertama, dari sisi eksternal, pemulihan ekonomi global masih berjalan tidak seimbang dengan resiko di pasar keuangan global yang masih tinggi.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tidak secepat perkiraan semula seiring lebih rendahnya perkiraan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China.

Perkiraan ekonomi AS tersebut didorong melambatnya kegiatan produksi terutama akibat menurunnya permintaan eksternal sejalan dengan penguatan dolar AS terhadap mata uang dunia. (Pew/Ndw)


Source: liputan6.com
BI Rate Tetap, Rupiah Masih Loyo

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menunjukkan komitmennya untuk membantu meningkatkan laju perekonomian dengan keputusan mempertahankan BI Rate di level 7,5 persen. Namun komitmen BI tersebut tak mampu membuat nilai tukar rupiah perkasa.

Memang, sesaat setelah pengumuman BI Rate pada Selasa (19/5/2015) kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar sempat menguat. Namun pada perdagangan Rabu (20/5/2015) ini, rupiah kembali melemah.

Data valuta asing Bloomberg menunjukkan nilai tukar rupiah melemah 0,52 persen ke level 13.166 per dolar AS. Sebelumnya nilai tukar rupiah sempat menyentuh level 13.188 per dolar AS pada perdagangan pukul 8:32 waktu Jakarta. Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah masih tertekan dan berkutat di kisaran 13.145 per dolar AS hingga 13.188 per dolar AS.

Sementara, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat nilai tukar rupiah menguat tipis ke level 13.169 per dolar AS. Sebelumnya kembali melemah hingga ke level 13.183 per dolar AS.

"Pelonggaran moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dapat menjadi counterproductive mengingat kebijakan ini dapat menyebabkan rupiah melemah dan mengurangi daya beli domestik," ujar Ekonom PT Bank Central Asia (BCA), David Sumual.

Dia menjelaskan, penyesuaian beberapa kebijakan lain seperti meringankan pembatasan pijaman dapat menjadi langkah tepat guna menopang pertumbuhan ekonomi saat ini.

Sepanjang tahun ini, nilai tukar rupiah telah merosot hingga lima persen terhadap dolar AS. Rupiah menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terburuk di Asia sepanjang tahun hingga saat ini.

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang digelar pada 19 Mei 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 7,50 persen. Dalam rapat yang sama, Dewan Gubernur juga memutuskan untuk menahan suku bunga Deposit Facility di level 5,50 persen dan Lending Facility pada level 8 persen.

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo menjelaskan, keputusan yang diambil oleh BI sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi di kisaran 4 persen pada 2015 dan 2016.

"Hasil RDG pada tanggal 19 Mei 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI rate pada level 7,5 persen dengan menahan suku bunga Deposit Facility 5,5 persen dan Lending Facility pada level 8 persen," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo di Gedung BI, Jakarta, Selasa (19/5/2015).

BI akan terus mewaspadai risiko eksternal dan domestik serta secara konsisten memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, termasuk memperkuat langkah-langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah, guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. (Sis/Gdn)


Source: liputan6.com
Beri Diskon Menginap di Hotel, Bank Mandiri Genjot Pendapatan

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melakukan penandatanganan kerjasama bisnis dengan Accor. Accor sendiri merupakan operator hotel dengan brand seperti Sofitel, Pullman, MGallery, Grand Mercure, Novotel, Ibis.

Kerjasama menyasar pemegang kartu debit dan kredit Bank Mandiri untuk memperoleh harga murah ketika menginap di hotel Accor. Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Budi Gunadi Sadikin menerangkan, kerjasama ini seperti pemberian diskon 10 persen saat menginap di jaringan Accor di Indonesia, Malaysia, dan Singapura hingga Desember 2015. Tak sekadar itu, pemilik kartu akan mendapat harga yang murah apabila menginap 3 hari cukup membayar 2 hari.

"Salah satu bentuk kerjasama tersebut adalah joint marketing promo program sebagai langkah untuk memperkuat tingkat loyalitas nasabah pemegang kartu debit dan kredit Bank Mandiri," kata dia di Jakarta, Rabu (20/5/2015).

Dia berkata, kerjasama ini akan menguntungkan kedua belah pihak. PT Bank Mandiri Tbk sendiri  memiliki 3,6 juta pemegang kartu kredit dan lebih dari 12 juta pemegang kartu debit serta jumlah EDC terpasang sebanyak 285.947 unit di seluruh Indonesia.

Pada periode Januari – Maret, total transaksi menggunakan EDC PT Bank Mandiri Tbk mencapai 37,3 Juta transaksi dengan volume sebesar Rp 32,2 triliun. Jumlah itu naik 22 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Penyumbangnya, di antaranya dari  transaksi travel, hotel dan airlines. Hingga saat ini 45 hotel dari 96 hotel Accor di Indonesia telah menggunakan EDC PT Bank Mandiri Tbk.

"Kami akan terus bersinergi dengan merchant-merchant yang telah memiliki basis pelanggan yang kuat, untuk mengembangkan berbagai program promosi yang dapat memberikan nilai tambah bagi nasabah yang telah menempatkan dana dan bertransaksi di jaringan Bank Mandiri," ujar Budi.

Sebagai tambahan, pada periode Januari - Maret 2015, total transaksi menggunakan kartu debit PT Bank Mandiri Tbk mencapai 16,4 Juta transaksi dengan volume sebesar Rp 12,1 triliun. Jumlah itu naik 49 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Sementara transaksi menggunakan kartu kredit PT Bank Mandiri Tbk dalam tiga bulan pertama 2015 sebesar 8,4 juta dengan sales volume sebesar Rp 7,3 triliun atau naik 38 persen dibandingkan Januari - Maret 2014. (Amd/Ahm)


Source: liputan6.com
Putusan The Fed Bawa Rupiah Menguat Tipis

Liputan6.com, New York - Keputusan kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) kini menjadi salah satu pernyataan yang paling dinanti para pelaku pasar dari Bank Sentral AS (The Fed). Hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada April menunjukkan The Fed tak akan menaikkan suku bunga pada Juni tampak membuat rupiah bergerak menguat terhadap dolar AS.

Data valuta asing Bloomberg, Kamis (21/5/2015), menunjukkan nilai tukar rupiah menguat tipis 0,08 persen ke level 13.164 per dolar AS pada perdagangan pukul 9:53 waktu Jakarta. Nilai tukar rupiah juga dibuka menguat di level 13.135 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah berfluktuasi menguat di kisaran 13.095-13.164 per dolar AS.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, juga mencatat penguatan tipis rupiah ke level 13.150 per dolar AS pada perdagangan hari ini. Nilai tukar rupiah menguat 19 poin dari level 13.169 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya.

Seperti yang telah diprediksi sebagian besar pelaku pasar, pertemuan FOMC menunjukkan The Fed enggan menaikkan suku bunga pada Juni. Tak hanya itu, The Fed juga mengungkapkan, kenaikkan suku bunga akan terjadi secara terencana menyusul panduan yang diberikan dari setiap pertemuan bulanan.

Analis pasar uang PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan, hasil pertemuan FOMC pada April 2015 menjadi momentum untuk penguatan rupiah. Akan tetapi, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini hanya sementara. Mengingat belum ada sinyal untuk menaikkan suku bunga. Ia menambahkan, Bank Indonesia (BI) mengantisipasi di pasar valuta juga mendorong penguatan rupiah terhadap dolar AS.

"Gerak nilai tukar rupiah masih volatile. Tren penguatan dolas AS masih berlangsung sampai ada kepastian suku bunga naik," kata Rully.

Selain itu, pelaku pasar juga menanti data manufaktur China sehingga mempengaruhi gerak Rupiah. "Saat ini, para pelaku pasar masih menanti angka manufaktur China yang diprediksi membaik. Rupiah berpeluang menguat hari ini, khususnya jika data China membaik," kata ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia Rangga Cipta.

Sebelumnya, rupiah tampak tertekan hingga perdagangan Rabu kemarin bersama dengan penguatan dolar AS di seluruh kawasan Asia. (Sis/Ahm)


Source: liputan6.com
Data Manufaktur AS Bikin Rupiah Menguat

Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan tipis pada data manufaktur Amerika Serikat tercatat menekan nilai tukar dolar AS pada perdagangan hari ini. Akibatnya, rupiah mampu menguat tipis meski masih berada di kisaran 13.100 per dolar AS.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Jumat, (22/5/2015) mencatat nilai tukar rupiah menguat tipis ke level 13.136 per dolar AS. Angka tersebut melanjutkan penguatan dari perdagangan sebelumnya di level 13.150 per dolar AS.

Sementara itu, data valuta asing Bloomberg menunjukkan nilai tukar rupiah melemah 0,07 persen saja ke level 13.131 per dolar AS pada perdagangan pukul 9:32 waktu Jakarta. Sebelumnya, rupiah juga dibuka dengan pelemahan tipis dari perdagangan sebelumnya di level 13.126 per dolar AS.

Rupiah tampak tak menunjukkan fluktuasi cukup signifikan dan masih berkutat di kisaran 13.120-13.146 per dolar AS.

Ekonom BCA, David Sumual mengatakan, gerak rupiah didorong sentimen eksternal terutama rilis sejumlah data ekonomi Amerika Serikat (AS) mulai dari data penjualan rumah dan perdagangan. Dengan rilis itu memberikan sinyal kalau bank sentral AS/The Federal Reserve belum akan menaikkan suku bunga acuan pada Juni. "Pelaku pasar juga menanti rilis inflasi AS nanti malam," kata David saat dihubungi Liputan6.com.

Data manufaktur dan menurunnya tingkat pembelian rumah di Amerika Serikat tampak menahan penguatan dolar sejak perdagangan kemarin. Alhasil, nilai tukar rupiah bersama mata uang Asia lain bergerak menguat meski tidak dengan pergerakan yang signifikan.

"Penguatan rupiah terhadap dolar AS relatif masih minim dibandingkan mata uang lain bahkan setelah S&P mengumumkan revisi outlook rating ke positif," terang ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta.

Menurut dia, rendahnya sinyal perbaikan kinerja pemerintah baik dalam realisasi pendapatan serta belanja membuat ekspektasi pertumbuhan ekonomi nasional ke depan tetap rendah. Rendahnya pertumbuhan akan menjaga daya tarik aset berdenominasi rupiah tetap minim dan menekan pasokan dolar AS di Tanah Air. (Sis/Ahm)


Source: liputan6.com
Spekulasi Kenaikan Suku Bunga AS Tekan Rupiah

Liputan6.com, Jakarta - Dolar Amerika Serikat (AS) cenderung menguat terhadap mata uang utama termasuk Euro dan Yen berdampak ke mata uang negara berkembang sehingga menekan nilai tukar rupiah di awal pekan ini. Penguatan dolar AS didorong dari sentimen kenaikan inflasi sehingga menimbulkan spekulasi kenaikan suku bunga AS tetap dilakukan pada 2015.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Senin (25/5/2015), mencatat nilai tukar rupiah melemah 50 poin menjadi 13.186 per dolar AS. Pada akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah berada di level 13.136 per dolar AS.

Sementara itu, data valuta asing Bloomberg menunjukkan nilai tukar rupiah berada di kisaran 13.178 per dolar AS pada pukul 11.24 waktu Jakarta. Sebelumnya, rupiah dibuka menguat tipis 8 poin ke level 13.150 dari penutupan akhir pekan lalu di level 12.158 per dolar AS. Rupiah cenderung bergerak di kisaran 13.148-13.190 per dolar AS.

Ekonom BCA, David Sumual mengatakan, sentimen eksternal lebih kuat menekan nilai tukar rupiah. Pengaruh inflasi AS lebih tinggi pada April membuat harapan bank sentral AS/The Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga pada September 2015.

Selain itu, krisis Yunani juga belum selesai sehingga menekan mata uang Euro. Yunani harus membayar utang kepada Dana Moneter Internasional (IMF) pada akhir pekan ini. "Sentimen paling kuat masih dari esternal terutama perkembangan ekonomi dari AS," kata David, saat dihubungi Liputan6.com.

Akan tetapi, pelemahan rupiah ini masih ditahan dari sentimen positif kenaikan peringkat Indonesia dari stabil menjadi positif oleh lembaga pemeringkat Standard and Poor`s (S&P). Hal itu berdampak terhadap penerbitan sukuk global yang mengalami kelebihan permintaan. Jadi ada kepercayaan investor asing terhadap aset rupiah.

"Pemerintah juga akan melelang SUN pada Selasa pekan ini. Hasil lelang SUN juga akan melihat dampaknya seperti apa," tutur David.

Analis pasar uang PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova menuturkan,  dolar menguat terhadap sejumlah mata uang utama termasuk Euro dan Yen. Hal ini terkait rilis data ekonomi AS pada Jumat pekan lalu. Ditambah rilis notulensi rapat bank sentral AS/The Fed yang menunjukkan belum akan menaikkan suku bunga AS dalam waktu dekat.

"Selama belum ada kepastian soal kenaikan suku bunga AS maka volatilitas rupiah cenderung tinggi," tutur Rully.

Meski demikian, Rully mengatakan, kenaikan prospek peringkat utang Indonesia dari stabil menjadi positif sehingga menahan pelemahan rupiah. Ada harapan peringkat utang Indonesia menjadi invesment grade sehingga berdampak positif ke rupiah. "Nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran 13.140-13.180 per dolar Amerika Serikat pada hari ini," kata Rully. (Ahm/)


Source: liputan6.com
Pengusaha Ingin BI Rate 6%

Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ingin agar Bank Indonesia menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) hingga ke level enam persen dari posisi saat ini yang berada di level 7,5 persen. Menurut Kadin, posisi BI Rate yang terlalu tinggi menyulitkan gerak para pengusaha dalam berekspansi.

Ketua Umum Kadin Indonesia, Suryo Bambang Sulisto mengatakan, posisi BI rate di level 7,5 persen merupakan bentuk ketakutan BI terhadap ancaman dari luar yaitu rencana kenaikan tingkat suku Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed.

"Ya mohon diturunkan BI Rate sampai ke level 6 persen. Saat ini BI Rate terus berada di level atas karena ada rencana kenaikan suku bunga The Fed. Jadi semacam menjadi momok BI untuk tidak menurunkan BI Rate," kata Suryo, disela acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Trade Invesement Forum, di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (25/5/2015).

Menurut Suryo, besaran BI rate saat ini tidak memihak pengusaha. Hal tersebut terjadi karena BI Rate merupakan acuan bagi para bank dalam menerapkan suku bunga kredit. Semakin tinggi BI Rate maka semakin tinggi pula bunga kredit yang dibebankan industri perbankan ke kalangan pengusaha. 

Oleh karena itu, BI seharusnya memikirkan pertumbuhan ekonomi dalam menetapkan BI Rate. Dengan suku bunga acuan yang rendah akan mendorong industri untuk mengambil kredit ke bank karena bunga yang rendah. Kredit tersebut akan digunakan untuk modal kerja maupun investasi sehingga bisa menggerakkan roda perekonomian.

"Dari situ saja betapa tidak diuntungkannya dunia usaha, Kami tahu Bank Indonesia itu independent. tapi Bank Indonesia perlu memikirkan strategi yang baik untuk mendorong sektor rill," jelasnya.

Suryo menambahkan, dalam menetapkan BI rate, seharusnya BI juga memikirkan dunia usaha. Pasalnya, BI rate yang tinggi sangat memberatkan dunia usaha. "BI juga harus perhatikan dunia usaha agar bisa bersaing dan berani ambil risiko. Kami sudah diberatkan dengan biaya logistik yang mahal, infrastruktur yang kurang," tutupnya.

Untuk diketahui, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang digelar pada 19 Mei 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 7,50 persen. Dalam rapat yang sama, Dewan Gubernur juga memutuskan untuk menahan suku bunga Deposit Facility di level 5,50 persen dan Lending Facility pada level 8 persen.

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo menjelaskan, keputusan yang diambil oleh BI sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi di kisaran 4 persen pada 2015 dan 2016.

"Hasil RDG pada tanggal 19 Mei 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI rate pada level 7,5 persen dengan menahan suku bunga Deposit Facility 5,5 persen dan Lending Facility pada level 8 persen," ujar Agus.

BI akan terus mewaspadai risiko eksternal dan domestik serta secara konsisten memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, termasuk memperkuat langkah-langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah, guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. (Pew/Gdn)


Source: liputan6.com
Kekhawatiran Kenaikan Suku Bunga AS Bikin Rupiah Melemah

Liputan6.com, Jakarta - Rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) dan imbal hasil surat utang/obligasi pemerintah cenderung naik menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Selasa (26/5/2015), mencatat nilai tukar rupiah melemah tipis 6 poin menjadi 13.192 per dolar AS. Di awal pekan, nilai tukar rupiah berada di level 13.186 per dolar AS.

Sementara itu, data valuta asing menunjukkan nilai tukar rupiah berada di kisaran 13.191 per dolar AS pada pukul 12.14 waktu Jakarta. Sebelumnya rupiah dibuka menguat tipis 10 poin ke level 13.176 dari penutupan pada Senin 25 Mei 2015 di level 13.186 per dolar AS. Rupiah cenderung bergerak di kisaran 13.176-13.202 per dolar AS.

Ekonom Standard Chartered Bank, Eric Alexander mengatakan, nilai tukar rupiah meski melemah tipis tetapi cenderung stabil. Komentar pimpinan bank sentral AS/The Federal Reserve (The Fed) Janet Yellen yang akan menaikkan suku bunga The Fed pada 2015 masih mempengaruhi gerak nilai tukar rupiah.

Selain itu, kekhawatiran pelaku pasar terhadap Yunani kemungkinan keluar dari zona Euro juga mempengaruhi nilai tukar euro terhadap dolar AS sehingga dolar AS cenderung menguat. "Euro melemah terhadap dolar AS berdampak ke mata uang emerging market termasuk rupiah," kata Eric.

Eric menambahkan, nilai tukar rupiah tidak terlalu turun tajam ditopang dari Bank Indonesia (BI) menetapkan BI Rate/suku bunga acuan tetap di level 7,5 persen.

Sedangkan Analis Pasar Uang PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, Rachmat Wibisono mengatakan, investor menjual obligasi pemerintah Indonesia membuat imbal hasil obligasi meningkat. Hal itu menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Tekanan terhadap rupiah ini juga didorong dari rasio utang luar negeri Indonesia terhadap pendapatan ekspor cenderung meningkat. "Rasio utang luar negeri Indonesia terhadap pendapatan ekspor yang meningkat dari 40 persen menjadi 56 persen membuat persepsi kalau kemampuan Indonesia membayar utang menurun. Hal ini membuat kebutuhan dolar AS meningkat sehingga rupiah cenderung depresiasi ke depan," kata Rachmat.

Rachmat menuturkan, spekulasi kenaikan suku bunga AS juga masih membayangi nilai tukar rupiah. "Spekulasi kenaikan suku bunga AS mendorong pelaku pasar cenderung memegang aset pada dolar AS," tutur Rachmat. (Ahm/)


Source: liputan6.com
BI Rate Diramal Turun di Kuartal II 2015

Liputan6.com, Jakarta - HSBC Global Research memperkirakan Bank Indonesia tidak akan menaikkan suku bunga acuannya atau BI Rate pada kuartal II 2015. Malah menurunkan sebesar 25 basis poin sampai akhir kuarta II 2015.

Seperti dikutip dari hasil riset HSBC Globar Research di Jakarta, Selasa (26/5/2015), [BI Rate])2235136 "") turun dari saat ini 7,5 persen menjadi 7,25 persen pada akhir kuartal II 2015.

Angka tersebut diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun. Perkiraannya tersebut sejalan dengan tingkat utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang lebih rendah bila dibandingkan negara Asia lainnya.

Perkiraan penurunan BI Rate tersebut sesuai dengan keinginan pengusaha, meski angkanya berbeda. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) ingin Bank Indonesia menurunkan BI Rate ke level 6%. Pasal, posisi BI Rate saat ini memberatkan kalangan pengusaha.

Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto mengatakan, posisi BI Rate 7,5 persen, merupakan bentuk ketakutan BI terhadap ancapan kenaikan tingkat suku yang direncanakan bank sentral Amerika Serikat.

"Ya diturunin BI Rate-nya sampai 6%, saat ini kenaikan suku bunga The Fed yang menjadi momok BI tidak menurunkan BI Rate," tuturnya.

Menurut Suryo, besaran BI Rate saat ini tidak memihak pengusaha, karna itu BI harus memikirkan strategi dalam menetapkan BI rate untuk mendorong pertum bihan sektor rii.

"Dari situ saja betapa tidak diuntungkannya dunia usaha, kita tahu Bank Indonesia itu independen, tapi Bank Indonesia perlu memikirkan strategi yang baik untuk mendorong sektor rill," pungkasnya. (Pew/Ndw)


Source: liputan6.com
Di Industri Perbankan, Internet Bisa Gantikan Peran Kantor Cabang

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan teknologi internet sudah merambah berbagai sektor, termasuk pada sektor perbankan. Buktinya, banyak layanan perbankan yang sudah dapat diakses melalui telepon genggam dengan sistem transaksi elektonik.

Direktur Consumer Banking PT Bank Mandiri Tbk, Hery Gunardi mengatakan, berkembangan penggunaan transaksi elektronik pada sektor perbankan sejalan dengan perkembangan internet di dunia. Bahkan sistem transaksi elektronik lambat laun dinilai mampu menggantikan peran kantor cabang yang saat ini menjadi sistem layanan utama di industri perbankan.

"Tren bisnis perbankan sudah mulai bergeser, tadinya tradisional bank dengan menambah cabang sekarang mulai geser ke tren digital, mobile banking, sms banking. Backbone-nya ini adalah digital," ujarnya dalam seminar International Wealth Management di Ballroom Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Rabu (27/5/2015).

Untuk Bank Mandiri sendiri, lanjut Hery, transaksi elektronik ini menjadi lebih dominan. Nasabah biasanya banyak menggunakan fasilitas seperti mesin ATM atau mobile banking. Tren ini diprediksi akan terus berkembang seiring dengan pertumbuhan pengguna internet di Indonesia sekitar 150 juta atau 60 persen dari total penduduk.

"Dari jumlah itu, 9 persennya itu internet banking user. Mereka bagian dari yang melek teknologi, facebook dan twitter juga Indonesia rangking 4 di dunia," lanjutnya.

Selain itu, transaksi jual beli dengan sistem online atau biasa disebut dengan e-commerce di Indonesia juga diperkirakan akan terus tumbuh. Bahkan nilai transaksi diperkirakan akan melebihi jumlah pengguna uang elektronik (e-money).

"E-commerce juga berkembang luar biasa, Rp 50 triliun bisnis e-commerce, melebihi transaksi e-money, hal ini menguatkan jumlah internet akan semakin berkembang," tandasnya. (Dny/Gdn)


Source: liputan6.com
Bank Mandiri Genjot Bisnis Layanan Orang Kaya

Liputan6.com, Jakarta - Bank Mandiri terus mengembangkan bisnis segmen prioritas dan private untuk memperkuat bisnis wealth management. Hingga Maret 2015, dana kelolaan bank plat merah tersebut pada segmen ini mencapai Rp 141,6 triliun, tumbuh 21 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 117 triliun. ‬

Direktur Consumer Banking Bank Mandiri, Hery Gunardi mengatakan, Bank Mandiri terus memperkuat jaringan outlet Prioritas di berbagai wilayah Indonesia untuk meningkatkan penetrasi.

Saat ini, jumlah outlet Prioritas Bank Mandiri mencapai 55 unit yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.‬ Bank Mandiri juga terus berinovasi mengembangkan layanan untuk memperkuat bisnis di segmen ini.

Selain memperluas jaringan yang tahun ini diharapkan akan bertambah menjadi 62 unit, Bank Mandiri juga menerbitkan kartu debit prioritas dan private yang baru.‬ Kartu tersebut dapat digunakan nasabah Prioritas dan Private untuk mendapatkan kemudahan layanan penarikan uang tunai dan transaksi di EDC.

"Kami berusaha untuk terus melakukan inovasi untuk memberikan nilai tambah yang lebih baik bagi nasabah. Melalui berbagai inovasi, termasuk pengenalan dua kartu ini, kami berharap bisnis dana kelolaan kami dapat tumbuh di atas 12 persen pada tahun ini," ujar Hery di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Rabu (27/5/2015).

Kartu debit bagi nasabah prioritas dan private tersebut, lanjut Hery, juga dapat digunakan untuk memanfaatkan layanan executive lounge, airport handling, golf clinic, safe deposit box, free annual fee kartu kredit, SMS market updated, hingga berbagai undangan seminar tentang market update, keuangan serta kegiatan eksklusif yang dapat menunjang kemajuan bisnis nasabah.‬

"Kami terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan nasabah-nasabah prioritas dan private, terutama untuk menunjang pengelolaan keuangan mereka," kata Hery.

Untuk itu, layanan Wealth Management Bank Mandiri juga dikembangkan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut, seperti produk investasi yang terdiri dari 49 produk Reksadana dari 7 Manajer Investasi terkemuka, produk Bancassurance dari AXA Mandiri Financial Services.‬

Selain itu, terdapat pula produk obligasi baik yang dikeluarkan oleh korporasi dalam bentuk Medium Term Notes, maupun obligasi pemerintah seperti Obligasi Ritel Indonesia (ORI), Sukuk Ritel (SR), dan Saving Bonds Retail. (Dny/Ahm)


Source: liputan6.com
Waspadai Penguatan Dolar AS Lebih Tajam

Liputan6.com, New York - Setelah dua bulan meredup, dolar Amerika Serikat (AS) tampak kembali melanjutkan penguatannya dan kali ini tampak lebih perkasa. Sejak pekan lalu, nilai tukar dolar AS telah menguat hingga hampir dua persen.

Melansir laman CNBC, Kamis (28/5/2015), sejumlah pakar strategi valuta asing merasa, dolar AS  akan berbalik dan mulai memimpin kembali didorong prospek kenaikan suku bunga AS.

"Saya rasa pasar keuangan tengah tergesa-gesa memburu dolar kembali dan pasar valas akan mengejar isu suku bunga kembali," kata ahli strategi di BNP Paribas, Vassili Serebriakov.

Penguatan dolar AS menjadi kekhawatiran lantaran penguatan dolar akan semakin tinggi dibandingkan yang sebelumnya pernah terjadi. Serebriakov dan pakar strategi lain mengatakan pergerakan dolar dapat ditentukan dalam beberapa hari ke depan dengan adanya berbagai kejadian penting. Tak lama lagi, pada 5 Juni, AS akan mengumumkan laporan tenaga kerja pada Mei.

"Dolar AS sempat melemah selama dua bulan dan lihat apa yang terjadi sekarang. Euro melemah enam sen dalam tujuh sesi," kata Chief Currency Strategist di Brown Brothers Harriman, Marc Chandler.

Dia mengatakan, berbagai alasan penguatan dolar AS termasuk keputusan Bank Sentral Eropa untuk meningkatkan dana stimulusnya. Ditambah pernyataan Gubernur The Fed Janet Yellen dan Vice Chairman The Fed Stanley Fischer tentang potensi kenaikan suku bunga AS.

"Pekan depan akan menjadi induk dari berbagai pekan di pasar keuangan. Terdapat pertemuan pejabat Bank Sentral AS, laporan data tenaga kerja AS, pertemuan OPEC, dan rapat Bank Sentral Australia. Ada juga batas pembayaran utang Yunani," tutur Chandler.

Dolar dapat menguat lebih perkasa dalam berbagai kegiatan tersebut seperti saat merespons data laporan tenaga kerja AS pekan depan. Jika laporan tenaga kerja cukup solid, dolar memang akan menguat lantaran para pedagang berspekulasi  ekonomi AS sudah cukup kuat untuk menaikkan suku bunga.

Managing Director Foreign Exchange Strategy di BK Asset Management Boris Shclossberg mengatakan, Yellen merupakan faktor utama pendorong penguatan dolar AS.

"Dia satu-satunya yang penting. Pimpinan The Fed itu mengatakan, ya, mungkin kami akan menaikkan suku bunga sebelum akhir tahun. Tapi pada dasarnya dia mengatakan, ini hanya soal waktu demi melihat data yang positif, kami siap menaikkan suku bunga," ujar Shclossberg. (Sis/Ahm)


Source: liputan6.com
Rupiah Lesu Bayangi Realisasi Kinerja Emiten

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah masih tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dinilai akan membebani kinerja emiten hingga akhir semester I 2015. Hal ini juga berdampak terhadap kinerja pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Untuk diketahui, sejak awal tahun hingga perdagangan kemarin (year to date/ytd), nilai tukar rupiah telah melemah 5,38 persen menjadi 13.220 per dolar AS pada Rabu 27 Mei 2015 dari awal tahun di kisaran 12.545 per dolar AS berdasarkan kurs valuta asing Bloomberg.

Sejumlah analis menilai, tekanan rupiah ini akan berdampak terhadap kinerja emiten. Nilai tukar rupiah melemah akan menimbulkan potensi rugi kurs dan tambah biaya produksi.

"Pelemahan rupiah tentu berdampak negatif pada kinerja emiten terutama pada peningkatan biaya bahan baku dan potensi selisih kurs," kata Reza saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (28/5/2015).

Reza mengatakan, bila nilai tukar rupiah tidak ada perbaikan memang akan menjadi beban bagi emiten hingga kuartal II 2015. Hal senada dikatakan Analis PT First Asia Capital Tbk, David Sutyanto. Pelemahan rupiah yang terjadi akan menurunkan kinerja emiten akibat selisih kurs. David meramal, rupiah akan bergerak di kisaran 13.500 hingga akhir tahun 2015.

Kinerja emiten menurun karena rupiah pun diprediksikan berdampak terhadap pertumbuhan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Secara ytd, IHSG hanya tumbuh 0,51 persen ke level 5.253,39 pada penutupan perdagangan saham Rabu 27 Mei 2015. Penguatan IHSG ini ditopang dari sejumlah sektor saham seperti sektor saham perdagangan, jasa dan investasi tumbuh 8,13 persen, sektor saham barang konsumen naik 7,85 persen menjadi 2.348,80, dan sektor keuangan naik 4,79 persen.

IHSG sempat menguat ke level 5.313,21 saat lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor`s menaikkan prospek utang Indonesia dari stabil menjadi positif pada 21 Mei 2015. Akan tetapi, sentimen positif itu hanya sementara.

Kepala Riset PT Bahana Securities, Harry Su mengatakan, masih terlalu banyak sentimen negatif yang membayangi IHSG. Sentimen negatif tersebut mulai dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), kucuran dana pemerintah yang lambat, dan kepastian kenaikan suku bunga bank sentral AS/The Federal Reserve. Melihat kondisi itu, Harry menuturkan target IHSG dari 5.900 menjadi 5.650 pada 2015. (Ahm/)


Source: liputan6.com
Akhir Pekan, Rupiah Masih Tertahan di 13.200 per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar mata uang di Asia melemah dalam dua pekan terakhir menghadapi kemungkinan kenaikkan suku bunga AS pada akhir tahun ini. Pelemahan tersebut juga terjadi pada rupiah. Bahkan selama sepekan terakhir, rupiah tak bisa keluar dari kisaran 13.200 per dolar AS.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Jumat (29/5/2015) mencatat nilai tukar rupiah kembali melemah tipis ke level 13.211 per dolar AS. Tak berbeda jauh dari level 13.205 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya.

Sementara, data valuta asing Bloomberg, juta menunjukkan nilai tukar rupiah melemah ke level 13.221 per dolar AS pada perdagangan pukul 10:10 waktu Jakarta. Rupiah sempat dibuka menguat di level 13.203 per dolar AS namun kemudian tertekan.

Pada perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah tercatat berkutat di kisaran 13.198 per dolar AS hingga 13.221 per dolar AS.

Melansir laman Reuters, rupiah tercatat melemah ke level tertinggi sejak pertengahan Maret lantaran didorong permintaan dolar dari perusahaan. permintaan dolar AS mengalami peningkatan cukup besar karena adanya dua faktor. Pertama adanya repatriasi dividen dan yang kedua adanya beberapa surat utang dengan denominasi dolar AS yang jatuh tempo.

Selain itu ada juga kekhawatiran dari para investor atau pelaku pasar dengan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statisitik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 mencapai 4,71 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau turun dibandingkan kuartal I 2014 sebesar 5,21 persen.

 (BI) mengoreksi target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 menjadi 5,1 persen. Level tersebut lebih rendah dari proyeksi pemerintah yang memasang angka 5,4 persen pada Kamis (28/5/2015) kemarin.

Ke depan, kemungkinan defisit transaksi berjalan yang semakin kronis juga dapat memicu prediksi pelemahan rupiah lebih lanjut Kebanyakan analis pesimistis mata uang Asia akan menguat dalam waktu dekat dan menuding The Fed sebagai pemicu pelemahan yang terjadi.

Pekan lalu, Gubernur The Fed Janet Yellen mengatakan, suku bunga akan naik tahun ini tapi agenda pengetatan kebijakan tersebut akan sangat bergantung pada data ekonomi AS. (Sis/Gdn)


Source: liputan6.com
Pemerintah Klaim Tertibkan Puluhan Ribu Rekening Liar Uang Negara
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti kelemahan pusat data Indonesia sehingga rawan dengan berbagai penyimpangan dan penyalahgunaan keuangan negara. Bahkan pemerintah mengklaim telah menertibkan puluhan ribu rekening liar sejak 10 tahun terakhir.

"Dalam 10 tahun terakhir ini, progress penertiban oleh jajaran pemerintahan dan non pemerintahan sangat nyata. Misalnya pada awal 2007, saya minta data ke Menteri Keuangan soal aset negara dan isu rekening liar tapi data itu belum benar-benar siap," terang dia saat di acara Penandatangan Komitmen Bersama Peningkatan Akuntabilitas Keuangan Negara di Jakarta, Rabu (22/1/2014).

Lebih jauh dia mengatakan, pada tahun itu pula, Presiden menginstruksikan kepada Menteri Keuangan untuk menertibkan rekening-rekening liar bersumber dari keuangan negara menjadi rekening sah. Sehingga dapat mengetahui bersama penyimpangan dan penyalahgunaan terjadi aset negara.

"Pemerintah telah menertibkan 46.586 rekening liar dan setelah dicek sebanyak 9.224 rekening sudah ditutup. Saldo yang diserahkan ke kas negara mencapai Rp 7.178 triliun dan lebih dari US$ 11 juta atau setara dengan Rp 8 triliun," paparnya.

Penertiban tersebut, menurut Presiden, merupakan rekening-rekening yang tak diketahui kepemilikannya, pengelolaan dan sebagainya. Ini bertujuan supaya Indonesia mempunyai basis data yang sahih dan valid mengenai aset-aset negara.

Untuk itu, SBY memberikan apresiasi atas kinerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di mana selama sembilan tahun masa kepemimpinannya, lembaga tersebut memberikan peran nyata dalam peningkatan akuntabilitas keuangan negara.

"Terima kasih kepada BPK atas inisiatif dan pemberlakukan sistem e-audit yang memungkinkan keuangan negara lebih baik dibanding masa sebelumnya," tandas dia. (Fik/Nrm)

Baca juga:

Negara Rugi Rp 12 Triliun, Pelaku Faktur Pajak Fiktif Ditangkap

Cerita di Balik Pembobolan 40 Juta Kartu Kredit dan Debit di AS

Cari Pengemplang Pajak, Ditjen Pajak Harus Mengais Data Bank






Source: liputan6.com