Prev Mei 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
26 27 28 29 30 01 02
03 04 05 06 07 08 09
10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23
24 25 26 27 28 29 30
31 01 02 03 04 05 06
Berita Kurs Dollar pada hari Selasa, 19 Mei 2015
Wapres JK Berharap BI Rate Turun Perlahan

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berharap Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan tingkat suku bungan acuannya atau BI rate. Hal ini dilakukan untuk mendorong petumbuhan ekonomi lebih baik.

"Sebenarnya sekarang sudah agak longgar dari tahun lalu. Ya nanti pelan-pelan turun," ujarnya di Hotel Ritz Carlton SCBD, Kamis (7/5/2015).

Meski demikian, tingkat suku bunga acuan ini tidak perlu diturunkan terlalu besar. Yang penting BI mampu menjaga kestabilan tingkat suku bunga perbankan di dalam negeri.

"Distabilkan, turun turun sedikit, karena nanti kalau diturunkan lagi nggak mau nabung," lanjutnya.

JK juga menyatakan telah melakukan pembicaraan dengan Gubernur BI Agus Martowardojo terkait hal ini. "Bukan itu BI rate, tabungan juga, ditentukan semua," tandas dia.

Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya menyatakan, BI masih melihat inflasi sebagai bahan pertimbangan untuk memangkas suku bunga acuan (BI Rate).

Sayangnya perolehan inflasi 0,36 persen dan inflasi komponen inti 5,04 persen di April ini diperkirakan akan membuat BI berpikir ulang untuk menurunkan BI Rate.(Dny/Nrm)


Source: liputan6.com
BI Ungkap Syarat agar Bunga Acuan Bisa Turun

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) terus mempertahankan tingkat suku bunga acuannya (BI Rate) di level 7,5 persen dalam tiga bulan terakhir. Padahal, angka inflasi terus berada di level rendah sejak awal tahun.

Gubernur BI, Agus Martowardojo menjelaskan, BI Rate memang merupakan salah satu instrumen untuk mengendalikan inflasi. Namun bukan berarti jika inflasi rendah maka BI rate bisa langsung turun. Menurutnya, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi jika bank sentral akan menurunkan BI Rate.

Agus pun bercerita, saat ini Indonesia masih memberikan subsidi kepada bahan bakar minyak (BBM), gas ELpiji dan juga listrik. Pemberian subsidi tersebut sangat mempengaruhi angka inflasi. Jika subsidi dicabut besar kemungkinan angka inflasi akan naik. Oleh karena itu, untuk menjaga hal tersebut, Bank Indonesia tidak tergesa-gesa menurunkan suku bunga meskipun angka inflasi rendah.

"Kita masih memberi subsidi kepada elpiji dan listrik, kalau nanti akan diangkat, harus dilakukan secara hati-hati supaya inflasi tidak tinggi, kalau inflasi bisa dijaga rendah dan stabil, bunga akan turun," kata Agus di Gedung Bank Indonesia, Kamis (8/5/2015).

Sebagai otoritas moneter yang independen, Agus menegaskan bahwa BI akan menjaga inflasi. BI akan terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah, serta memaksimalkan kerja Tim Penanggulangan Inflasi Daerah (TPID). ‎"Mandat utama BI adalah menjaga kestabilan nilai tukar yang tercermin dari inflasi," tegas dia.

Seperti diketahui, sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berharap Bank Indonesia kembali menurunkan tingkat suku bungan acuannya atau BI rate. Hal ini dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih baik. "Sebenarnya sekarang sudah agak longgar dari tahun lalu. Ya nanti pelan-pelan turun," ujarnya.

Meski demikian, Jusuf Kalla tidak ingin tingkat suku bunga acuan diturunkan terlalu besar. Menurutnya, BI mampu menjaga kestabilan tingkat suku bunga perbankan di dalam negeri. "Distabilkan, turun turun sedikit, karena nanti kalau diturunkan lagi tidak ada yang mau nabung," lanjutnya.

JK juga menyatakan telah melakukan pembicaraan dengan Gubernur BI Agus Martowardojo terkait hal ini. "Bukan itu BI rate, tabungan juga, ditentukan semua," tandas dia. (Yas/Gdn)


Source: liputan6.com
Ekonomi Melambat, RI Akan Tiru China Pangkas Suku Bunga‎?

Liputan6.com, Jakarta - Bank Sentral China mengantisipasi penurunan pertumbuhan ekonominya dengan memangkas suku bunga acuan pinjaman sebesar 25 basis poin menjadi 5,1 persen. Indonesia mengalami nasib serupa dengan kondisi perekonomian yang melambat. Apakah kebijakan Bank Sentral China itu akan diikuti oleh Bank Indonesia (BI)?

‎Deputi Gubernur BI, Hendar mengungkapkan, penetapan soal menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) perlu dipertimbangkan secara matang melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG).

"Tidak bisa keputusan itu dilakukan tanpa asessment. China mungkin sudah melakukan asessment itu, jadi BI punya schedule yang dilakukan dalam RDG mendatang. Jadi tunggu saja ya," tegas dia ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (11/5/2015).

Sebelumnya, Bank Sentral China telah memangkas suku bunga acuan untuk pinjaman sebesar 25 basis poin menjadi 5,1 persen. Dengan pemangkasan yang dilakukan pada Mei 2015 ini, maka Bank Sentral China telah melakukan pemangkasan suku bunga acuan 3 kali terhitung sejak November 2014.  Pemangkasan suku bunga acuan ini untuk mengantisipasi penurunan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut yang terkontraksi akibat perlambatan ekonomi global.  

Selama ini, pertumbuhan ekonomi China selalu berada di level 10 persen. Namun akibat krisis global pertumbuhan ekonomi negara tirai bambu tersebut turun ke level 7 persen.  Selain menurunkan suku bunga acuan untuk pinjaman, The People`s Bank of China (PBOC) juga mengurangi suku bunga acuan untuk simpanan yang berjangka waktu satu tahun sebesar 25 basis poin menjadi 2,25 persen.

Penurunan patokan suku bunga simpanan ini akan berlangsung efektif pada 11 Mei 2015.  Bank Sentral China menjelaskan, kedua kebijakan tersebut dikeluarkan untuk mendukung perkembangan ekonomi agar bisa tumbuh sehat.  "Saat ini langkah restrukturisasi ekonomi domestik berjalan cukup baik namun tekanan yang dihadapi masih cukup besar," jelas Bank Sentral China.  

Para ekonom menilai langkah yang dilakukan oleh Bank Sentral China tersebut sudah tepat dan memang harus dilakukan. Penurunan suku bunga acuan untuk pinjaman bisa meredakan angka kredit bermasalah sekaligus bisa mendorong peningkatan ekonomi yang pada kuartal I 2015 kemarin berada di level 7 persen, level terendah sejak 2009. (Fik/Gdn)


Source: liputan6.com
Mampu Menguat Tipis, Namun Rupiah Masih di Jalur Pelemahan

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah menguat tipis pada perdagangan Rabu (13/5/2015) ke kisaran 13.100 per dolar AS setelah sehari sebelumnya melemah ke level 13.200 per dolar AS. Meski menunjukkan penguatan, nilai tukar rupiah masih berada di jalur pelemahannya dan rentan untuk kembali tergelincir ke kisaran 13.200 per dolar AS.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, menunjukkan nilai tukar rupiah menguat ke level 13.188 per dolar AS. Rupiah mengalami penguatan 15 poin saja dari level 13.203 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya.

Sementara itu, data valuta asing Bloomberg mencatat nilai tukar rupiah menguat sangat tipis 0,01 persen ke level 13.193 per dolar AS pada perdagangan pukul 10:02 waktu Jakarta. Rupiah sebelumnya dibuka menguat di level 13.171 per dolar AS dari penutupan sebelumnya yang berada di level 13.194 per dolar AS.

Tanpa pergerakan yang signifikan, nilai tukar rupiah masih berkutat di kisaran 13.162 per dolar AS hingga 13.197 per dolar AS.

Sepanjang kuartal pertama, ekonomi Indonesia dilaporkan tumbuh dengan laju terlamban sejak 2009. Sementara itu, inflasi meningkat pada bulan kedua tahun ini dan rupiah melemah hingga 2,1 persen selama satu bulan terakhir.

Kondisi ini mengurangi prospek positif ekonomi di Tanah Air. Terlebih lagi, dari sentimen eksternal, data tenaga kerja AS yang baik diprediksi akan mempercepat aksi The Fed menaikkan suku bunganya.

Selain itu lambannya pertumbuhan ekonomi China dan krisis utang Yunani juga menjadi bagian dari faktor yang menekan nilai tukar rupiah saat ini.

"Ketidakpastian utang Yunani di Eropa karena mendekati batas waktu pelunasan juga. Apakah pelunasan utangnya akan diperpanjang. Hal ini membuat euro melemah terhadap dolar AS, termasuk mata uang emerging market," kata Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Sumual.

Sementara itu, pakar strategi mata uang di Westpac Banking Corp. Jonathan Cavenagh mengatakan, kondisi perekonomian Indonesia akan bertambah buruk sebelum akhirnya berbalik lebih baik. Dia melihat berbagai risiko yang bisa terjadi dalam rentang waktu saat ini hingga kenaikkan suku bunga pertama yang dilakukan The Fed.

"Kami melihat adanya pelarian dana asing ke luar antara dua hingga tiga persen saat ini," tandasnya. (Sis/Gdn)


Source: liputan6.com
BI Rate Bakal Bertahan di 7,5%

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga acuan/BI Rate di level 7,5 persen dalam Rapat Dewan Gubernur pada Selasa (19/5/2015).

Direktur PT Bahana TCW Invesment Management, Budi Hikmat mengatakan, BI akan tetap mempertahankan BI Rate tersebut mengingat ada kemungkinan pembayaran dividen yang marak di kuartal II 2015. Hal itu membuat permintaan dolar AS menguat.

Di sisi lain, ia memang mengharapkan BI dapat menurunkan BI Rate untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi investor asing cenderung keluar setelah ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7 persen di kuartal I 2015.

Sementara itu, Ekonom Bank Permata Joshua Pardede mengatakan, BI bakal tetap menahan suku bunga di level 7,5 persen untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan inflasi.

Dalam dua bulan terakhir, inflasi cenderung tinggi. Tercatat, inflasi April 2015 sebesar 0,36 persen. Laju inflasi year on year (April 2014-April 2015) tercatat mencapai 6,79 persen. BI menargetkan inflasi sekitar empat persen plus minus 1 persen.

Tak hanya inflasi tinggi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga cenderung berfluktuasi di kisaran 13.200. "Bila nilai tukar rupiah ini tidak dijaga maka pukul pasar keuangan dan sektor riil. Karena itu, BI Rate bakal tetap untuk menjaga kestabilan inflasi dan nilai tukar rupiah," tutur Joshua.

Joshua menilai, peran pemerintah juga diperlukan untuk menjaga inflasi. Bila inflasi tinggi maka tidak dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Joshua mengatakan, suku bunga bukan satu-satunya alat untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

"Dari sisi pemerintah harus optimal lagi untuk merealisasikan anggaran terutama infrastruktur agar mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Untuk itu kebijakan fiskal, makro prudensial, BI Rate juga bisa menjadi alat tingkatkan pertumbuhan ekonomi," kata Joshua.

Selain sentimen domestik, Joshua menilai, rencana kenaikan suku bunga The Federal Reserve juga menjadi perhatian BI. Meski demikian, pemulihan ekonomi AS belum kuat dinilai menjadi pertimbangan bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve untuk menunda kenaikan suku bunga hingga akhir tahun.

Joshua mengatakan, hal itu dapat dimanfaatkan oleh BI untuk menurunkan suku bunga acuan sebelum The Fed naikkan suku bunganya.

"Paling maksimal BI turunkan suku bunga 25 basis poin karena current account (neraca transaksi berjalan) kita juga masih defisit," kata Joshua.

Sebelumnya Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan menahan suku bunga acuan BI Rate di level 7,5 persen pada 14 April 2015. Selain itu, BI juga memutuskan untuk menahan suku bunga Deposit Facility 5,50 persen dan Lending Facility pada level 8,00 persen. (Ahm/)


Source: liputan6.com
Jelang BI Rate, Rupiah Lesu Ke Level 13.190 per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah kembali melemah pada perdagangan hari kedua pekan ini ke kisaran 13.190 per dolar AS. Pelemahan ini dipicu spekulasi mengenai aksi Bank Indonesia (BI) yang diprediksi melonggarkan kebijakan moneternya setelah defisit neraca berjalan berkurang.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolla Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Selasa (19/5/2015), mencatat nilai tukar rupiah melemah ke level 13.183 per dolar AS pada perdagangan hari ini. Nilai tukar rupiah melanjutkan pelemahan dari perdagangan sebelumnya di level 13.116 per dolar AS.

Sementara itu, data valuta asing Bloomberg, menunjukkan nilai tukar rupiah melemah 0,4 persen ke level 13.184 per dolar AS pada perdagangan pukul 9.52 waktu Jakarta. Nilai tukar rupiah memang dibuka melemah di level 13.170 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di kisaran 13.139 per dolar AS.

Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah masih berkutat di kisaran 13.167 - 13.190 per dolar AS.

BI akan mempertimbangkan pelonggaran kebijakan jika inflasi dan defisit neraca berjalan dapat terkendali. Sementara 3 dari delapan analis yang disurvei Bloomberg memprediksi adanya penurunan suku bunga (BI rate) ke level 7,25 persen hari ini.

Sementara beberapa analis lain memprediksi BI akan menggunakan berbagai langkah guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang saat ini sedang melambat.

"Defisit neraca berjalan menyempit sementara pertumbuhan melambat dan proyeksi inflasi melunak. Jadi kami memprediksi adanya pemangkasan suku bunga. Selama pemangkasan suku bunga disesuaikan dengan data ekonomi, BI bisa melakukannya, tapi rupiah masih akan bereaksi negatif," kata Ekonom Senior Standard Chartered Plc. Eric Sugandi.

Bulan lalu, BI menahan suku bunganya tetap di level 7,5 persen setelah pemangkasan yang cukup mengejutkan terjadi pada Februari. Ekonom Senior Nomura Holdings Inc. Euben Paracuelles mengatakan, meski tak memiliki banyak ruang untuk memangkas suku bunga, BI tetap fokus pada perlambatan pertumbuhan ekonomi yang sedang terjadi.

Sementara itu, Ekonom Bank Permata Joshua Pardede mengatakan, ada harapan BI Rate akan dipangkas membuat investor cenderung wait and see. Hal itu juga membuat investor memindahkan dananya ke dolar AS. "Investor cenderung antisipasi rilis BI Rate. Sehingga investor di pasar saham dan obligasi melakukan aksi jual dulu," kata Joshua.


Source: liputan6.com
BI Pertahankan Suku Bunga di Level 7,5%

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang digelar pada 19 Mei 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 7,50 persen.

Dalam rapat yang sama, Dewan Gubernur juga memutuskan untuk menahan suku bunga Deposit Facility di level 5,50 persen dan Lending Facility pada level 8 persen.

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo menjelaskan, keputusan yang diambil oleh BI sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi di kisaran 4 persen pada 2015 dan 2016.

"Hasil RDG pada tanggal 19 Mei 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI rate pada level 7,5 persen dengan menahan suku bunga Deposit Facility 5,5 persen dan Lending Facility pada level 8 persen," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo di Gedung BI, Jakarta, Selasa (19/5/2015).

BI akan terus mewaspadai risiko eksternal dan domestik serta secara konsisten memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, termasuk memperkuat langkah-langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah, guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Selain itu, koordinasi dengan Pemerintah juga terus diperkuat dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta mendorong percepatan reformasi struktural.

Keputusan BI tersebut senada dengan perkiraan para ekonom. Direktur PT Bahana TCW Invesment Management, Budi Hikmat mengatakan, BI akan tetap mempertahankan BI Rate mengingat ada kemungkinan pembayaran dividen yang marak di kuartal II 2015. Hal itu membuat permintaan dolar AS menguat.

Di sisi lain, ia memang mengharapkan BI dapat menurunkan BI Rate untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi investor asing cenderung keluar setelah ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7 persen di kuartal I 2015.

Sementara itu, Ekonom PT Bank Permata Tbk, Joshua Pardede mengatakan, BI bakal tetap menahan suku bunga di level 7,5 persen untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan inflasi.

Dalam dua bulan terakhir, inflasi cenderung tinggi. Tercatat, inflasi April 2015 sebesar 0,36 persen. Laju inflasi year on year (April 2014-April 2015) tercatat mencapai 6,79 persen. BI menargetkan inflasi sekitar empat persen plus minus 1 persen.

Tak hanya inflasi tinggi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga cenderung berfluktuasi di kisaran 13.200. "Bila nilai tukar rupiah ini tidak dijaga maka pukul pasar keuangan dan sektor riil. Karena itu, BI Rate bakal tetap untuk menjaga kestabilan inflasi dan nilai tukar rupiah," tutur Joshua.

Joshua menilai, peran pemerintah juga diperlukan untuk menjaga inflasi. Bila inflasi tinggi maka tidak dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Joshua mengatakan, suku bunga bukan satu-satunya alat untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.(Dny/Gdn)


Source: liputan6.com
Ini Dasar BI Pertahankan Tingkat Suku Bunga 7,5%

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) pada level 7,5 persen. Gubernur BI Agus Martowardojo menuturkan ada beberapa alasan mengapa BI memilih untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuannya.

Pertama, dari sisi eksternal, pemulihan ekonomi global masih berjalan tidak seimbang dengan resiko di pasar keuangan global yang masih tinggi.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tidak secepat perkiraan semula seiring lebih rendahnya perkiraan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China.

Perkiraan ekonomi AS tersebut didorong melambatnya kegiatan produksi terutama akibat menurunnya permintaan eksternal sejalan dengan penguatan dolar AS terhadap mata uang dunia.

"Kemudian kebijakan normalisasi The Fed sudah dipastikan. Hanya menunggu waktunya kapan dan berapa besar akan meningkat. Namun kondisi dunia secara umum masih lebih tidak pasti dibandingkan dengan periode sebelumnya. Ini jadi perhatian kita, karena periode ini periode risk on-risk off yang langsung berdampak kepada negara lain termasuk Indonesia," ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Selasa (19/5/2015).

Selain itu, pertumbuhan ekonomi China yang masih mengalami koreksi sehingga memberikan berdampak pada mitra dagang utamanya termasuk Indonesia.

"China merevisi pertumbuhannya hingga di bawah 7 persen, bahkan 6,8 persen," lanjutnya.

Selain itu, harga komoditi ekspor Indonesia pada 2014 yang terkoreksi 4 persen-5 persen. Dan pada 2015 diharapkan komoditi terkoreksi di atas 5,5 persen, namun saat ini sudah terkoreksi hingga sebesar 11,5 persen, seperti batubara, mineral, sawit, minyak dan gas.

"Untuk minyak dan gas saja yang pada tahun lalu ada koreksi harga dan sekarang ada perbikan khususnya di tempat penghasil minyak seperti Riau, Kalimantan Timur, Papua Barat dan Aceh itu besar sekali sehingga pada kuartal I betul-betul wilayah Sumetara dan Kalimantan mengalami pertumbuhan yang tertekan karena komiditi andalan itu tertekan," kata dia.

Sementara dari sisi internal, pemerintah juga masih perlu mewaspadai ada inflasi yang sudah dikisaran 7 persen (yoy). Meski pada 2013 dan 2014 tingkat inflasinya lebih tinggi yaitu sebesar 8,3 persen.

Namun angka inflasi 7 persen tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan negara berkembang lain dan negara ASEAN Five yang inflasinya berada di bawah 4 persen.

"Kalau sekarang sampai akhir April sebesar 7 persen (yoy) atau 6,9 persen masih tinggi, tapi diperkirakan di kuartal III masih diatas 6 persen. Baru di 2015 akhir akan ada di 4+-1 persen. Kita cukup gembira karena sekarang ada di kisaran 4,2 persen. Tapi resiko masih banyak, antara lain resiko nilai tukar, kalau terjadi dampak inflasi bisa serius. Kalau harga minyak meningkat dan BBM mengalami penyesuaian dampak ke inflasi. Volatile food juga harus kita jaga," tandas dia.(Dny/Nrm)


Source: liputan6.com