Prev Maret 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
01 02 03 04 05 06 07
08 09 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30 31 01 02 03 04
05 06 07 08 09 10 11
Berita Kurs Dollar pada hari Senin, 30 Maret 2015
Sentimen Regional Picu Rupiah Kembali Merosot

Liputan6.com, Jakarta - Mengawali pekan ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah seiring sentimen regional.

Data valuta asing Bloomberg, Senin (30/3/2015) menunjukkan nilai tukar rupiah melemah tipis ke level 13.077 per dolar AS pada pukul 12.07  WIB. Rupiah dibuka stabil di level 13.065 pada perdagangan hari ini. Meski demikian, rupiah cenderung berada di level 13.057-13.100 hingga siang ini.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah melemah 22 poin menjadi 13.086 per dolar AS dari periode Jumat 27 Maret 2015 di level 13.064 per dolar AS.

Ekonom PT Standard Chartered Bank, Eric Sugandi menuturkan, tekanan terhadap rupiah dipicu dari sentimen regional yang membuat dolar Amerika Serikat (AS) cenderung menguat. Ada sejumlah sentimen regional yang mempengaruhi mata uang.

Pertama, rilis data ekonomi Jepang seperti pertumbuhan ekonomi dan hasil produksi industri yang tak sesuai harapan telah mengangkat dolar AS. Hasil industri produksi Jepang menunjukkan turun 3,4 persen.

Sentimen kapan bank sentral AS/The Federal Reserve menaikkan suku bunga juga masih menjadi fokus perhatian pelaku pasar. Selain itu, Eric mengatakan, ada harapan China juga kemungkinan menurunkan suku bunganya juga mengangkat dolar AS.

"Bila bank sentral di Asia menurunkan suku bunga maka dolar menguat sehingga rupiah kena imbasnya," ujar Eric, saat dihubungi Liputan6.com.

Sedangkan sentimen dalam negeri, Eric menilai belum ada yang terlalu mempengaruhi pasar untuk jangka pendek. Pelaku pasar menunggu rilis data ekonomi Indonesia terutama inflasi yang keluar pada awal April 2015.

Adapun kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 500 pada 28 Maret 2015 akan mempengaruhi inflasi pada April 2015.
"Pengaruh inflasi tidak terlalu banyak. Akan tetapi kenaikan harga BBM akan berdampak pada inflasi April 2015 sehingga membuat pelaku pasar berekspektasi terhadap inflasi," tutur Eric.

Eric melihat, rupiah seharusnya berada di kisaran 12.800 per dolar bila dilihat secara fundamental. Harapan bank sentral AS menaikkan suku bunga akan menekan rupiah. Akan tetapi, Eric memperkirakan, rupiah dapat kembali menguat bila data defisit neraca transaksi berjalan Indonesia pada kuartal I 2015 membaik.  (Ahm/)


Source: liputan6.com
Tiga Negara Ini Mata Uangnya Menguat Terhadap Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah masih terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan rupiah tersebut tak sendiri. Mata uang beberapa negara lain juga mengalami pelemahan bahkan lebih dalam jika dibanding dengan rupiah. Namun memang, ada juga mata uang yang menguat terhadap dolar AS.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara mengatakan, pelemahan juga terjadi terhadap mata uang lain, bahkan ada mata uang yang melemah jauh lebih dibanding rupiah.  "Sekarang dolar AS memang menguat terhadap hampir semua mata uang," ujarnya dalam Seminar Sinergi Fiskal dan Moneter Di Era Jokowinomics, Jakarta, Senin (30/3/2015).

Dia menjelaskan, penguatan dolar terhadap mata uang negara lain juga saat ini belum separah dibanding tahun lalu. Seperti pada 2014 mata uang Euro melemah 13 persen terhadap dolar, tetapi tahun ini hanya sebesar 10 persen.

"Tahun lalu mata uang Denmark melemah 13 persen, tahun ini 10,7 persen. Swedia tahun lalu 20 persen, tahun ini 9,8 persen. Norwegia tahun lalu 21,5 persen, tahun ini 5 persen. Australia 8,8 persen, tahun ini 4,2 persen. Malaysaia tahun lalu 6,8 persen, tahun ini 4,7 persen," jelas dia.

Pelemahan yang cukup dalam dialami oleh mata uang Brasil dan Turki. Mata uang Brasil pelemahannya hampir sama dengan tahun lalu. "Brasil melemah 20 persen tahun lalu, tahun ini sudah 19 persen. Turki tahun ini sudah 11 persen," jelasnya.

Oleh sebab itu, ia mengganggap pelemahan rupiah belum terlalu dalam. "Rupiah hanya 2 persen. Pelemahan dolar terhadap hampir semua mata uang. Jadi mata uang orang bule pun melemah, bahkan lebih dalam dari kita," lanjutnya.



Dalam kondisi seperti ini, lanjut Mirza, sebenarnya tidak selamanya membawa dampak negatif. Dia mencontohkan, bagi pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di negara lain, kondisi seperti ini membawa keuntungan karena akan lebih banyak uang saku yang bisa dibelanjakan.

"Kalau sekarang orang Indonesia dapat tugas belajar ke Eropa, dikasih rupiah, mereka bisa belanja buku lebih banyak, yang belajar di Australia juga begitu. Ini fakta," katanya.

Meski demikian, ada juga negara yang mata uang tidak mengalami pelemahan terhadap dolar, seperti Filipina. "Tahun lalu Filipina hanya melemah 0,7 persen dan tahun ini bisa dikatakan stable karena 0 persen," ungkapnya.

Bahkan beberapa negara malah mengalami penguatan terhadap dolar AS, seperti Taiwan, Thailand dan India. "India tahun lalu hampir sama dengan kita yaitu 2 persen dan tahun ini bisa apresiasi 0,6 persen, tidak melemah. Thailand tahun lalu 0,3 persen, tahun ini menguat 1,1 persen. Jadi Thailand, India dan Taiwan yang menguat, yang lain pelemahannya dalam sekali," tandasnya. (Dny/Gdn)


Source: liputan6.com