Berita Kurs Dollar pada hari Rabu, 25 Maret 2015 | |
Rupiah Sumringah, Ini Tanggapan Menkeu Bambang | |
Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mulai menguat ke level berkisar Rp 12.900 selama dua hari ini. Apresiasi tersebut diklaim karena keseriusan pemerintah untuk mempersempit defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Dari kurs tengah Bank Indonesia (BI), kurs rupiah Selasa 24 Maret 2015 bergerak menguat dari Rp 13.076 menjadi Rp 12.972 per dolar AS. Dan terus terkerek naik menjadi Rp 12.932 per dolar AS pada Rabu pekan ini. Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan beberapa hal pemicu apresiasi kurs rupiah terhadap dolar AS, terutama karena komitmen pemerintah dan otoritas untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. "Pertama, penguatan terjadi karena tekanan dari penguatan dolar AS nggak sebesar sebelumnya. Kedua, pasar membaca keseriusan pemerintah dan otoritas ingin membereskan CAD, sehingga mempercepat pemulihan rupiah," terang dia di Jakarta, Rabu (25/3/2015). Sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan 6 paket kebijakan dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah yang sudah terpuruk sejak 2013. 1. Tax allowance, untuk perusahaan yang mampu melakukan reinvestasi dengan hasil dividen. Perusahaan yang mampu ciptakan lapangan kerja dan perusahaan yang berorientasi dan perusahaan yang investasi di research and development. Kemudian setelah itu juga pemerintah berlakukan insentif PPn untuk industri galangan kapal. 2. Kebijakan tentang Bea masuk anti dumping sementara dan bea masuk tindak pengamanan sementara thd produk impor yang unfair trade. Poin ini dalam rangka melindungi industri dalam negeri. 3. Pemerintah memberikan bebas visa kunjungan singkat kepada wisatawan. Pemerintah putuskan bebas visa kepada 30 negara baru. Setelah Perpres jalan yang diperkirakan bulan depan, akan menjadi 45 negara ke RI untuk turis tanpa visa. 4. Kewajiban penggunaan biofuel sampai 15 persen dengan tujuan mengurangi impor solar cukup besar. 5. Penerapan LC (Letter of Credit) untuk produk SDA, seperti produk tambang, batubara, migas dan minyak kelapa sawit/crude palm oil (CPO). Intinya dengan ini pemerintah ingin tidak ada distorsi. "Jadi jangan khawatir kontrak long term, karena LC terus diputus kontraknya dan harga turun, itu tidak akan terjadi, kalau bisa dibuktikan sebagai kontrak longterm maka akan diberikan pengecualian," tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil. 6. Restrukturisasi perusahaan reasuransi domestik. Pemerintah sudah mulai dengan perkenalan reasuransi BUMN. Jadi dari 2 perusahaan, menjadi 1 perusahaan nasional. (Fik/Ahm) Source: liputan6.com |
|
DPR Curiga BI Ambil Untung dari Gejolak Rupiah | |
Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, M Misbakhun menuding Bank Indonesia (BI) meraup keuntungan dari volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Tudingan ini ditujukan kepada Gubernur BI, Agus Martowardojo. "Pak Gubernur BI katanya selalu hadir di pasar jadi tidak perlu khawatir. Tapi kami tidak pernah merasakan kehadirannya, kami mau lihat upaya BI seperti apa," ujar dia saat RDP Komisi XI DPR dan Pemerintah soal Kurs Rupiah di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/3/2015). Misbakhun curiga, pendapatan yang dikantongi BI sebagian besar berasal dari volatilitas nilai tukar rupiah. BI dinilai mengambil keuntungan dari situasi dan kondisi ini. "Pendapatan BI di 2013 Rp 70 triliun, dan Rp 50 triliun-nya dari volatilitas rupiah. Jadi BI memanfaatkan kondisi ini. Apa ini bukan sebuah moral hazard," tegas Misbakhun. Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo dalam rapat ini memaparkan pelemahan kurs rupiah terjadi akibat penguatan ekonomi AS dan perlambatan ekonomi di negara maju seperti Tiongkok. Dari sisi domestik, ada catatan defisit transaksi berjalan yang diperkirakan 2,95 persen atau US$ 26 miliar terhadap PDB. Sehingga pelu dibiayai dari pembiayaan arus modal portofolio asing. Beruntung jumlah arus modal portofolio asing yang masuk ke Indonesia meningkat dari Rp 35,9 triliun di 2013 menjadi Rp 181,5 triliun pada 2014. Sementara hingga Maret 2015, arus modal asing yang masuk mencapai Rp 42,6 triliun. "Jumlah Utang Luar Negeri (ULN) swasta meningkat dari US$ 60 miliar di 2008 menjadi US$ 182 miliar di awal 2015. Sayangnya nggak pakai lindung nilai sehingga akan memicu risiko lebih besar," terang Agus. Dia mengaku, Indonesia membutuhkan program nasional untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan supaya menjaga ekonomi negara ini, termasuk melakukan hedging atau lindung nilai bagi korporasi swasta. (Fik/Ahm) Source: liputan6.com |
|
Rupiah Tergilas, Bisnis Fujitsu Ikut Lemas | |
Liputan6.com, Jakarta - Melemahnya nilai tukar mata uang Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat berpengaruh pada berbagai lini bisnis. Industri teknologi merupakan salah satu bisnis yang terdampak atas melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Source: liputan6.com |