Prev Maret 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
01 02 03 04 05 06 07
08 09 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30 31 01 02 03 04
05 06 07 08 09 10 11
Berita Kurs Dollar pada hari Senin, 23 Maret 2015
Jokowi: Rupiah Melemah Sebagai Sinyal Perlu Ada Perbaikan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) merupakan sinyal perlu perbaikan ekonomi Indonesia.

"Lemahnya rupiah adalah sinyal kalau kita harus melakukan perbaikan. Modernisasi pada ekonomi kita," ujar Presiden Jokowi, seperti dikutip dari laman Setkab, Senin (23/3/2015).

Namun demikian, Jokowi menuturkan, tekanan terhadap rupiah juga memberikan keuntungan bagi komoditi ekspor. Hal itu lantaran bisa menciptakan persaingan kompetitif di pasar dunia.

"Depresiasi rupiah yang terjadi belakangan ini menjadikan investasi di Indonesia sangat menarik dan kompetitif sebagai basis produksi," kata Jokowi.

Menurut Jokowi, posisi Indonesia yang semakin berpotensi menjadi basis produksi itu sejalan dengan keinginannya untuk menjadi Indonesia tidak lagi sebagai negara konsumtif tetapi produktif.

"Perekonomian Indonesia sekarang terlalu mengutamakan ekspor bahan mentah. Ke depan, Indonesia harus mengandalkan ekonomi berbasis produksi dan investasi," tutur Jokowi.

Kunjungan ke Jepang dan China

Jokowi menambahkan, kunjungannya ke Jepang dan China dimaksudkan untuk menindaklanjuti pembicaraan pada November 2014 dengan Presiden Tiongkok Xi Jin Ping dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.

Jokowi menuturkan, kunjungannya ini terkait erat dengan agenda pembangunan Indonesia untuk mempercepat infrastruktur, manufaktur serta meningkatkan investasi.

Hingga kini, Jepang masih merupakan investor terbesar kedua di Indonesia. Sedangkan China memiliki potensi besar untuk menanamkan investasinya ke Indonesia. Jokowi pun berharap masih banyak lagi investasi terutama di industri manufaktur yang ditanamkan kedua negara tersebut di Indonesia.

"Kita menghargai tidak hanya modal yang mereka bawa tapi juga teknologi, sistem dan jaringan yang mereka punya untuk dapat diterapkan di Indonesia," tutur Jokowi. (Ahm/)


Source: liputan6.com
Atasi Pelemahan Rupiah, Ini Permintaan Pengusaha ke DPR

Liputan6.com, Jakarta - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melanjutkan upaya revisi Undang-Undang (UU) Lalu Lintas Devisa Nomor 24 Tahun 1999. Hipmi memandang revisi tersebut sangat penting untuk menopang nilai tukar rupiah agar tetap perkasa dan berdaulat di Tanah Air.

Ketua Umum Hipmi, Bahlil Lahadalia menjelaskan, pelemahan rupiah terus terulang sebab belum terdapat regulasi yang mampu memperkuat posisi rupiah selama ini. ‎“Mata uang kita sangat rentan terombang-ambing oleh arus keluar-masuk modal. Makanya, UU Lalu Lintas Devisa ini harus segera direvisi,” ujarnya di Jakarta, Senin (23/3/2015)

Bahlil mengatakan, draft revisi UU ini dulunya sudah digarap oleh DPR periode sebelumnya. Namun, revisi tersebut terhenti dan belum dilanjutkan pengesahannya ke rapat paripurna.

Oleh karena itu, Hipmi mendorong agar revisi UU ini dilanjutkan. Bahlil mengatakan, dunia usaha memerlukan stabilitas nilai tukar untuk kepentingan rencana investasi dan proyeksi biaya operasional perusahaan. Hal ini disebabkan ketergantungan bahan baku impor bagi industri di dalam negeri masih sangat kuat.

‎Selain paling liberal sedunia,  UU ini merupakan salah satu UU Devisa peninggalan era IMF (International Monetery Fund). Hal ini membuat pasar valuta asing (valas) dan pasar modal Indonesia mudah terpukul.

“UU ini konteksnya dulu era liberalisasi. Kita butuh sekali memperkuat pasar modal dan menaikkan kepercayaan asing. Sekarang konteksnya sudah lain. Kita butuh stabilisasi nilai tukar,” papar Bahlil.

‎Hipmi mengatakan, saat ini pengaturan devisa hanya sebatas Peraturan Bank Indonesia (PBI). PBI ini dinilai masih sangat lemah sebab tidak mampu menahan lajunya capital outflow.

Akibatnya, liberalism UU Devisa ini hanya dinikmati oleh para pemodal besar dan pihak luar. Sebagaimana diketahui, saat ini Bank Indonesia memiliki PBI No.13/20/PBI/2011 dan Surat Gubernur BI no.14/3/GBI/SDM tanggal 30 Oktober 2012.

Di sana diwajibkan devisa hasil ekspor komoditas tambang, serta minyak dan gas yang diparkir di luar negeri ditarik ke dalam negeri paling lambat 90 hari setelah tanggal pemberitahuan ekspor barang (PEB). Namun, PBI tersebut terbukti tidak cukup kuat menarik dan menahan devisa hasil ekspor ke dalam negeri.

‎Berdasarkan data yang diolah, Hipmi memperkirakan larinya devisa ke luar negeri akan terus meningkat dan menguntungkan bagi negara tetangga seperti Singapura.

Pada 2016, dana orang kaya Indonesia dengan aset finansial di atas US$ 1 juta yang diparkir di luar negeri diperkirakan akan mencapai sekitar US$ 250 miliar. Dana tersebut dalam bentuk deposito, saham, dan fixed income maupun aset properti real estate.

”Bayangkan kalau dana-dana ini masuk ke sistem keuangan kita. Tentu akan memacu lending rate yang lebih kompetitif dan memperkuat likuiditas perbankan kita,” tutup Bahlil. (Yas/Gdn)


Source: liputan6.com