Prev Maret 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
01 02 03 04 05 06 07
08 09 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30 31 01 02 03 04
05 06 07 08 09 10 11
Berita Kurs Dollar pada hari Rabu, 18 Maret 2015
Rupiah Tertekan, Pemerintah Beri Sinyal Harga BBM Naik

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan kembali mengubah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada awal April 2015 seiring perubahan acuan pembentukan harga.

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan dan Gas Bumi Kementerian ESDM, I Nyoman Wiratmaja mengatakan, acuan tersebut berupa harga minyak dan kurs dolar Amerika Serikat (AS). Saat ini harga minyak masih fluktuaktif sedangkan dolar AS terus menguat.

"Dalam seminggu ini harga relatif stabil. Kadang naik, terus turun sedikit kemudian balik lagi. Ya stabil lah. Tapi dolar AS naik ," kata Wiratmaja, di  Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (18/3/2015).

Wiratmaja mengungkapkan, pemerintah akan merevisi harga BBM karena ada perubahan harga acuan tersebut. Untuk besarannya saat ini sedang dilakukan perhitungan. "Nah itu dia yang harus kami rekalkulasi lagi. Revisi akan dilakukan pada akhir bulan (1 April)," tutur Wiratmaja.

Menurut Wiratmaja, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepanjang Maret berpengaruh besar terhadap pembentukan harga BBM bulan depan.

"Kalau selama Maret, penurunan rupiah lebih berperan, karena harga dari Maret itu fluktuasinya tidak begitu menanjak," kata Wiratmaja.

Sejak awal Maret 2015, nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar AS. Bahkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah sempat berada di level tertinggi 13.237 per dolar AS pada 16 Maret 2015.

Pada 18 Maret 2015, kurs tengah BI menunjukkan rupiah menguat ke level 13.164 per dolar AS dari periode 17 Maret 2015 di kisaran 13.209 per dolar AS. (Pew/Ahm)


Source: liputan6.com
Rupiah Melemah, Pindad Bakal Naikkan Harga Jual Peluru

Liputan6.com, Jakarta - PT Pindad (Persero) mengaku bakal menaikkan harga jual untuk produk jenis peluru atau amunisi. Kepala Divisi Munisi PT Pindad, I Wayan Sutama mengungkapkan, rencana kenaikan harga tersebut didorong pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Kalau pelemahan rupiah ini karena tadi kami impornya 60 persen, 40 persen lokal, sangat berpengaruh. Kami beli barangnya dengan hitungan komponennya dolar, menjual hitungannya rupiah," kata Wayan di Kantor Pusat PT Pindad, Bandung, Rabu (18/3/2015).

Dari lima komponen pembuatan amunisi yang diimpor Pindad saat ini untuk bagian slongsong dan explosive material. Wayan menjelaskan, pihaknya masih melakukan kajian material apa saja yang akan dinaikkan, dan itu akan diimplementasikan di harga jual amunisinya.

Dalam proses evaluasi harga, perseroan dalam minggu ini masih melakukan evaluasi bersama Kementerian Pertahanan. Setelah itu akan dilakukan evaluasi dengan Mabes TNI.

"Iya, akan berubah 5 persen hingga 7 persen mungkin nanti. Kami produksi pakai uang APBN, nanti jualnya juga pakai APBN," paparnya.

PT Pindad (Persero) merupakan salah satu perusahaan yang tergolong industri strategis dalam bidang pertahanan. Pindad diharapkan mampu mengurangi ketergantungan impor Indonesia akan persenjataan.

Pada 2015, Pindad telah mendapat alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 700 miliar yang akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi. (Yas/Ahm)


Source: liputan6.com
Pengusaha Repot Gara-gara Rupiah Merosot

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah melemah hingga 3,7 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak Bank Indonesia (BI) secara mengejutkan memangkas suku bunga pada Februari lalu.

Para pengusaha mengaku merasa keberatan menjalankan industrinya akibat pelemahan rupiah yang sempat menyentuh level di kisaran 13.200 per dolar AS. Sedangkan sejak awal tahun, pemerintah mengumumkan rupiah akan bergerak di kisaran 12.500 per dolar AS.

"Kalau ganti terus yang tentu repot. Volatilitas rupiah berat buat industri, karena harus ada penyesuaian terus menerus untuk menentukan laba," terang Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryo Bambang Sulisto di Jakarta, Rabu (18/3/2015).

Meski begitu, Suryo mengatakan, para pelaku usaha memahami pelemahan rupiah yang sebagian besar disebabkan faktor eksternal.
Sayangnya, pemerintah pada saat yang sama tidak memberikan arahan mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan para pengusaha menghadapi volatilitas tersebut.

"Kami harus bagaimana, padahal pada saat yang sama kami juga berupaya meningkatkan cadangan devisa. Kalau begini ya upaya kami juga terhambat," kata Suryo.

Suryo menjelaskan, perlu ada reformasi rezim forein exchange agar para pengusaha bisa mengambil langkah yang tepat saat rupiah mengalami volatilitas cukup tinggi.

Dia memberikan contoh seperti bagaimana China dan Singapura mengelola mata uangnya, terlebih lagi dolar Singapura tetap mampu menguat justru di saat mata uang Asia lain terkapar menghadapi dolar AS.

"Tapi jangan terlalu dibebaskan juga. Meski memang itu dapat menjadi daya tarik Indonesia untuk mendatangkan investasi asing," ujar Suryo. (Sis/Ahm)


Source: liputan6.com
OJK: Perbankan Indonesia Masih Sehat Meski Rupiah Melemah

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, kondisi perbankan Indonesia masih baik, meski rupiah terus mengalami pelemahan. Seandainya pelemahan rupiah terus terjadi dan semakin dalam, OJK telah menyiapkan kebijakan yang bisa menahan agar sektor perbankan tak mengalami gangguan.

Deputi Bidang Pengawasan OJK, Mulya E Siregar mengatakan, saat ini likuiditas perbankan nasional masih normal, belum terpengaruh pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). "Sementara kami terus mengamati likuditasnya. Di sisi itu overall masih oke," kata Mulya, di BTN Tower, Jakarta, Rabu (18/3/2015).

Menurut Mulya, OJK akan mengambil langkah untuk menyehatkan perbankan Indonesia jika mengalami gangguan atas pelemahan rupiah terhadap dolar AS. "Kami pengawas bank, kami mengawasi bank kena dampak atau tidak. Kalau kena, kami kasih obat ," tuturnya.

Namun Mulya belum bisa menyebutkan langkah apa yang akan dikeluarkan untuk menyehatkan perbankan jika mengalami guncangan. "Jadi kebijakan yang dikeluarkan itu tergantung faktor apa yang membuat nilai tukar tertekan. Kami akan buat ketentuan," jelasnya.



Selain OJK, Bank Indonesia (BI) juga melihat bahwa industri perbankan masih cukup kuat menghadapi ancaman pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia di tahun ini. Rasio angka permodalan masih cukup tinggi dan kredit bermasalah masih jauh dari batas bawah yang ditentukan oleh BI.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara menjelaskan, pada periode Januari 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) industri perbankan tercatat sebesar 20,84 persen. Angka tersebut mengalami peningkatan jika dibanding dengan periode sebulan sebelumnya yang ada di level 19,40 persen. "Angka itu juga jauh di atas ketentuan minimum yaitu 8 persen," jelasnya.

Untuk rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan), Tirta melanjutkan, industri perbankan nasional juga masih terjaga di level 2 persen. Level tersebut tak mengalami peningkatan jika dibanding dengan periode satu bulan sebelumnya. BI mensyaratkan rasio kredit bermasalah perbankan harus berada di bawah level 5 persen.

Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat 11,5 persen. Memang mengalami penurunan jika dibanding dengan periode Desember 2014 yang tercatat di level 11,6 persen. Namun Tirta menyebutkan, berdasarkan survei BI kepada industri perbankan, sebagian besar bankir yang disurvei yakin bahwa pertumbuhan kredit akan membaik di bulan-bulan berikutnya.

Industri perbankan melihat bahwa pertumbuhan kredit akan terdorong oleh permintaan akan kredit baru dari sektor konstruksi sejalan dengan banyaknya proyek pembangunan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. (Pew/Gdn)


Source: liputan6.com
Rupiah Loyo, Pengusaha Makanan dan Minuman Mulai Evaluasi Harga

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha makanan dan minuman berharap paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah secepatnya mampu menstabilkan rupiah.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman mengatakan sebenarnya saat menyusun biaya produksi untuk tahun ini, pengusaha makanan dan minuman telah memasang perkiraan nilai rupiah antara Rp 12.500-Rp 13.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

"Kami sudah prediksi di Rp 12.500-Rp 13 ribu. Jadi kami bikin budget pengeluaran produksi di kisaran tersebut. Dan biasanya stok produksi untuk 3 bulan, jadi di pabrik 1 bulan, di pasar 2 bulan," ujar Adhi di Jakarta, Rabu (18/3/2015).

Namun yang memberatkan pengusaha makanan dan minuman karena rupiah saat ini justru terus melemah, bahkan hingga di atas Rp 13 ribu per kg. Terlebih lagi, sebagian bahan baku yang dibutuhkan industri makanan dan minuman masih berasal dari impor.

"Industri makanan masih banyak yang bahan bakunya impor. Misalnya terigu 100 persen impor, gula 100 persen impor, kedelai 70 persen impor, dan susu 70 persen," jelas Adhi.

Hal ini membuat pengusaha mulai berpikir untuk menaikan harga jual produknya untuk menghindari kerugian. "Tentukan untuk harga, situasi sekarang menjadi boomerang dan kalau dipertahankan, margin kami tergerus," lanjut dia.

Oleh sebab itu, dia berharap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang tertuang dalam paket kebijakan mampu mengatasi pelemahan rupiah.

"Pengusaha tempe tahu begitu tembus Rp 13 ribu mereka teriak, daya tahan mereka rendah, mereka terpaksa perkecil ukuran. Jadi Maret ini kami diharapkan punya solusi," tandasnya. (Dny/Ahm)


Source: liputan6.com
Ini Resep Ampuh Angkat Rupiah

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam satu bulan terakhir mulai membuat pengusaha di dalam negeri khawatir. Terlebih lagi, bagi pengusaha yang mengandalkan bahan baku dari negara lain.

Ekonom Christianto Wibisono menilai, pelemahan nilai tukar rupiah ini masih akan berlangsung jika neraca perdagangan Indonesia masih mengalami defisit besar.

"Saya rasa secara fundamental, kalau cadangan defisit masih besar, mau tidak mau memang mata uang kita akan melemah," ujar Christianto di Jakarta, Rabu (18/3/2015).

Menurut Chris, salah satu solusi agar rupiah bisa menguat adalah menarik investasi sebesar-besarnya di dalam negeri. Dengan banyaknya investasi masuk, maka semakin banyak produk yang bisa dihasilkan Indonesia dan terbuka peluang untuk memperbesar kinerja ekspor.

"Resep utamanya harus ada investasi besar, produksi besar dan ekspor yang besar. Kalau neraca perdagangan defisit besar, maka rupiah akan terus mengalami pelemahan," tandasnya.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$ 740 juta pada Februari 2015, dipicu surplus sektor migas sebesar US$ 170 juta dan non migas US$ 570 juta.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menyebutkan dari sisi volume perdagangan, pada Februari mengalami surplus 27,61 ton. Hal tersebut didorong surplusnya neraca sektor non migas 27,76 juta ton walaupun sektor migas defisit 0,15 juta ton. (Dny/Ahm)


Source: liputan6.com
Rupiah Jatuh Bukan Karena Kesalahan Pengelolaan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menegaskan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang sudah terjadi sejak dua tahun ini bukan akibat kesalahan pengelolaan maupun kebijakan ekonomi. Akan tetapi murni karena pengaruh penguatan ekonomi AS sehingga dolar perkasa di hampir seluruh mata uang dunia.

"Itu karena pengaruh dolar saja. Buktinya dengan mata uang lain, rupiah menguat, contohnya terhadap dolar Australia dan Euro," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil di kantornya, Jakarta, Senin (18/3/2015).

Menurut dia, warga negara Indonesia yang sedang berada di Australia mendapatkan keuntungan dari penguatan rupiah terhadap dolar Australia. Bahkan karena apresiasi kurs rupiah terhadap Euro, produk-produk Indonesia terasa lebih mahal bagi warga Eropa.

"Ini masalahnya cuma dolar saja yang menguat luar biasa. Orang Amerika saja mulai khawatir, karena ekspor sudah tidak kompetitif, dividen yang dikirimkan ke mereka lebih sedikit. Ini gejala yang dikenal boom dan pass, di mana kita harus terbiasa," terang dia.

Sofyan menjelaskan, gerak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menantikan keputusan The Federal Reserve soal kebijakan menaikkan suku bunga acuan dan normalisasi Quantitative Easing (QE). Dia menuturkan, The Fed akan menggelar rapat malam ini.

"Pelemahan rupiah sifatnya temporer. Mudah-mudahan rapat nanti malam, hasilnya positif. Kita akan lihat besok apa perkembangannya, persoalan di luar negeri seperti apa," ucapnya.

Dia mengaku, Indonesia harus segera melakukan restrukturisasi perekonomian agar lebih kompetitif. Salah satunya mendorong kebijakan peningkatan ekspor, kemudahan berinvestasi dan sebagainya.  

Seperti diberitakan sebelumnya, Ekonom Kepala Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop, mengemukakan melemahnya nilai tukar atau depresiasi rupiah terhadap dolar AS akhir-akhir ini, perlu dilihat sebagai penguatan dolar AS terhadap semua mata uang, bukan hanya rupiah.

"Depresiasi rupiah terhadap dolar AS bukan akibat salah pengelolaan ekonomi di dalam Indonesia, tapi karena menguatnya dolar AS secara global,” kata Diop saat peluncuran laporan triwulan ekonomi Indonesia, di Jakarta. (Fik/Ahm)


Source: liputan6.com
News Flash: Pemerintah Beri Sinyal Harga BBM Bakal Naik

Source: liputan6.com