Prev Maret 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
01 02 03 04 05 06 07
08 09 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30 31 01 02 03 04
05 06 07 08 09 10 11
Berita Kurs Dollar pada hari Selasa, 17 Maret 2015
Menko Perekonomian: Persoalan Rupiah Hanya Sementara

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengungkapkan, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hanya sementara sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan. Lantaran pelemahan rupiah merupakan imbas dari perbaikan ekonomi AS yang dirasakan sebagian besar negara.

Sofyan menuturkan, kondisi rupiah yang saat ini menembus level 13.200 per dolar AS lebih baik dibanding dengan dolar Australia yang anjlok lebih parah. Jadi posisi ini membuat rupiah lebih kuat dibanding dolar Australia dan  memberi keuntungan bagi warga negara yang melanjutkan studi ke negeri Kangguru.

"Rupiah persoalan sementara, semua negara sama. Mahasiswa yang selama ini kirim dari Indonesia dengan kurs rupiah senang sekali. Kenapa?  Rupiah kuat," kata Sofyan di Jakarta, seperti ditulis Selasa (17/3/2015).

Di sisi lain, Sofyan menyebut penguatan dolar AS kini menjadi kegelisahan negara adidaya itu. Dengan penguatan dolar AS mempengaruhi kinerja ekspor serta berkurangnya keuntungan dari pembagian dividen.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah berada di level 13.237 per dolar pada Senin 16 Maret 2015. Ini level tertinggi sepanjang 2015.

Sebelumnya untuk menjaga nilai tukar rupiah, Presiden RI Joko Widodo telah menyetujui adanya enam  paket kebijakan ekonomi. Keenam kebijakan itu antara lain tax allowance, bea masuk antidumping sementara, pembebasan visa wisata 30 negara, pemanfaatan biodiesel, penerapan letter of credit dan restrukturisasi perusahaan asuransi domestik. Kebijakan ini akan diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) untuk selanjutnya langsung ditandatangani oleh Presiden. (Amd/Ahm)


Source: liputan6.com
Rupiah Menguat Jelang Pengumuman BI Rate

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia membuat kejutan bagi para investor dengan memangkas suku bunga (BI rate) untuk pertama kalinya sejak 2011 pada Februari 2015. Hal itu menyebabkan aksi jual pada rupiah. Hari ini, pasar kembali menanti putusan terkait BI rate dan membuat rupiah menguat tipis meski masih berada di kisaran 13.200 per dolar AS.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), Selasa (17/3/2015), menunjukkan nilai tukar rupiah menguat tipis ke level 13.209 per dolar AS. Ini merupakan penguatan pertama sejak perdagangan tujuh hari terakhir.

Sementara itu, data valuta asing Bloomberg mencatat nilai tukar rupiah menguat 0,3 persen ke level 13.205 per dolar AS pada perdagangan pukul 10.05 waktu Jakarta. Sebelumnya, nilai tukar rupiah sempat mencatatkan pelemahan signifikan ke level 13.247 di awal sesi.

Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah tercatat aktif berfluktuasi di kisaran 13.179 - 13.247 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Woori Saudara Indonesia Tbk Rully Nova menuturkan, Rapat Dewan Gubernur BI yang digelar pekan ini untuk menentukan arah kebijakan moneter perekonomian Indonesia juga menjadi salah satu yang dinanti pasar. Rupiah juga akan merespons putusan BI terkait suku bunganya.

"Apakah BI akan menaikkan atau menurunkan suku bunga ditentukan pekan ini. Meski BI memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga, tapi di tengah situasi sekarang, putusan itu akan berpotensi melemahkan rupiah," kata Rully.

Pekan ini, Rully memprediksi rupiah masih akan berkutat di kisaran 13.200 per dolar AS. (Sis/Ahm)


Source: liputan6.com
BI Bakal Pertahankan BI Rate

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga acuan/BI Rate di level 7,5 persen. Hal itu mengantisipasi sentimen eksternal terutama kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve dan menjaga defisit neraca transaksi berjalan.

Ekonom BCA, David Sumual menuturkan, memang ada ruang BI Rate turun mengingat data makro ekonomi Indonesia cukup baik. Neraca perdagangan Februari surplus sekitar US$ 750 juta. Indonesia juga masih mencatatkan deflasi sekitar 0,36 persen pada Februari 2015.

Meski demikian, sentimen eksternal masih mengkhawatirkan terutama soal kebijakan suku bunga AS. The Federal Open Commitee (FOMC) akan digelar dua hari mulai 17 Maret-18 Maret 2015. David menuturkan, kemungkinan BI memberi sinyal kapan suku bunga The Fed dinaikkan.

Saat ini data ekonomi AS cenderung variatif. Data tenaga kerja AS memang membaik. Akan tetapi, data ritel dan output industri cenderung melemah.

"Suku bunga AS memang ada kemungkinan dinaikkan dalam 2-3 pertemuan lagi, jadi kemungkinan dilakukan pada pertengahan tahun. Namun The Fed selalu mengemukakan be patient. Jadi suku bunga rendah ada kemungkinan berlanjut hingga kuartal III," ujar David, saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (17/3/2015).

Melihat kondisi itu, David melihat BI akan cenderung hati-hati. Apalagi pertemuan The Fed baru diketahui hasilnya pada Rabu pekan ini. Karena itu, BI akan mempertahankan suku bunga di level 7,5 persen. Pada 17 Februari 2015, BI menurunkan BI Rate sekitar 25 bps menjadi 7,5 persen.

Dengan kemungkinan BI Rate tetap, David menilai, BI akan menjaga neraca transaksi berjalan. Indonesia masih mencatatkan defisit neraca transaksi berjalan yang masih tinggi ketimbang Thailand dan Korea Selatan. Sehingga mata uang Rupiah lebih tertekan dibanding dua negara tersebut.

Selain itu, kondisi Indonesia dinilai lebih mirip Turki dan Afrika Selatan. “Indonesia mirip Turki. Defisit Turki bahkan dua kali lebih tinggi sehingga mata uangnya melemah 12 persen terhadap dolar AS. Indonesia sekitar 6 persen,” kata David.

Karena itu, David mendorong agar pemerintah dan BI menjaga kestabilan ekonomi sesuai dengan kemampuan. “Memang ambisi menggenjot ekonomi tetapi lihat kemampuan domestik Indonesia. Keinginan harus disesuaikan dengan kemampuan,” ujar David.

Hal senada dikatakan, Direktur PT Bahana TCW Asset Management, Budi Hikmat. BI akan fokus menstabilkan rupiah dengan menjaga neraca transaksi berjalan. Oleh karena itu, BI belum akan menurunkan BI Rate.

“BI cenderung tunggu dulu menggenjot ekonomi apalagi melihat rupiah sekarang. Fokus mereka lebih menjaga kestabilan,” tutur Budi.

Seperti diketahui, BI menargetkan defisit transaksi berjalan lebih sehat ke level 2,5 persen-3 persen pada 2015.  (Ahm/)


Source: liputan6.com
BI Rate Bakal Tetap di 7,5%

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga acuan/BI Rate di level 7,5 persen. Hal itu mengantisipasi sentimen eksternal terutama kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve dan menjaga defisit neraca transaksi berjalan.

Ekonom BCA, David Sumual menuturkan, memang ada ruang BI Rate turun mengingat data makro ekonomi Indonesia cukup baik. Neraca perdagangan Februari surplus sekitar US$ 750 juta. Indonesia juga masih mencatatkan deflasi sekitar 0,36 persen pada Februari 2015.

Meski demikian, sentimen eksternal masih mengkhawatirkan terutama soal kebijakan suku bunga AS. The Federal Open Commitee (FOMC) akan digelar dua hari mulai 17 Maret-18 Maret 2015. David menuturkan, kemungkinan BI memberi sinyal kapan suku bunga The Fed dinaikkan.

Saat ini data ekonomi AS cenderung variatif. Data tenaga kerja AS memang membaik. Akan tetapi, data ritel dan output industri cenderung melemah.

"Suku bunga AS memang ada kemungkinan dinaikkan dalam 2-3 pertemuan lagi, jadi kemungkinan dilakukan pada pertengahan tahun. Namun The Fed selalu mengemukakan be patient. Jadi suku bunga rendah ada kemungkinan berlanjut hingga kuartal III," ujar David, saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (17/3/2015).

Melihat kondisi itu, David melihat BI akan cenderung hati-hati. Apalagi pertemuan The Fed baru diketahui hasilnya pada Rabu pekan ini. Karena itu, BI akan mempertahankan suku bunga di level 7,5 persen. Pada 17 Februari 2015, BI menurunkan BI Rate sekitar 25 bps menjadi 7,5 persen.

Dengan kemungkinan BI Rate tetap, David menilai, BI akan menjaga neraca transaksi berjalan. Indonesia masih mencatatkan defisit neraca transaksi berjalan yang masih tinggi ketimbang Thailand dan Korea Selatan. Sehingga mata uang Rupiah lebih tertekan dibanding dua negara tersebut.

Selain itu, kondisi Indonesia dinilai lebih mirip Turki dan Afrika Selatan. “Indonesia mirip Turki. Defisit Turki bahkan dua kali lebih tinggi sehingga mata uangnya melemah 12 persen terhadap dolar AS. Indonesia sekitar 6 persen,” kata David.

Karena itu, David mendorong agar pemerintah dan BI menjaga kestabilan ekonomi sesuai dengan kemampuan. “Memang ambisi menggenjot ekonomi tetapi lihat kemampuan domestik Indonesia. Keinginan harus disesuaikan dengan kemampuan,” ujar David.

Hal senada dikatakan, Direktur PT Bahana TCW Asset Management, Budi Hikmat. BI akan fokus menstabilkan rupiah dengan menjaga neraca transaksi berjalan. Oleh karena itu, BI belum akan menurunkan BI Rate.

“BI cenderung tunggu dulu menggenjot ekonomi apalagi melihat rupiah sekarang. Fokus mereka lebih menjaga kestabilan,” tutur Budi.

Seperti diketahui, BI menargetkan defisit transaksi berjalan lebih sehat ke level 2,5 persen-3 persen pada 2015.  (Ahm/)


Source: liputan6.com
Rupiah Merosot Pukul Perusahaan Pembiayaan

Liputan6.com, Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyatakan, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memukul perusahaan sektor pembiayaan.

Analis Pefindo Hendro Utomo mengatakan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS melemahkan pembiayaan, seperti pembiayaan kendaraan.

"Pefindo melihat pelemahan rupiah ini dampaknya cukup kuat, untuk sektor tertentu ada beberapa hal dilakukan perusahaan mencegah pelemahan rupiah," kata Hendro, di Jakarta, Selasa (17/3/2015).

Ia menambahkan, pelemahan pembiayaan tersebut disebabkan oleh harga kendaraan yang naik. "Seperti Mandiri Tunas Finance sisi pembiayaan mengalami pelemahan, dari harga kendaraan bermotor akan disesuaikan jika pelemahan terus berlanjut dampak konsumen berat kendaraan naik," tutur Hendro.

Hendro mengungkapkan,  perusahaan yang melakukan transaksi menggunakan dolar biasanya menerapkan sistem hedging untuk meminimalkan pelemahan rupiah terhadap dolar AS.

"Perusahaan pembiayaan mata uang asing dia melakukan hedging risiko tingkat bunga volatilitas rupiah bisa dibatasi. Untuk sektor pembiayaan yang kami rating dampak pelemahan rupiah lebih dari pada demand kedaraan bermotor," pungkasnya.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), Selasa pekan ini, menunjukkan nilai tukar rupiah menguat tipis ke level 13.209 per dolar AS. Ini merupakan penguatan pertama sejak perdagangan tujuh hari terakhir.

Sementara itu, data valuta asing Bloomberg mencatat nilai tukar rupiah menguat 0,3 persen ke level 13.205 per dolar AS pada perdagangan pukul 10.05 waktu Jakarta. Sebelumnya, nilai tukar rupiah sempat mencatatkan pelemahan signifikan ke level 13.247 di awal sesi.
Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah tercatat aktif berfluktuasi di kisaran 13.179 - 13.247 per dolar AS. (Pew/Ahm)


Source: liputan6.com
Bank Indonesia Putuskan BI Rate Tak Berubah

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17 Maret 2015 memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI Rate di level 7,5 persen. Selain itu, RDG juga memutuskan untuk menahan suku bunga Deposit Facility di level 5,5 persen dan Lending Facility tetap pada level 8 persen. Keputusan tersebut berlaku efektif sejak 18 Maret 2015.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara menjelaskan, kebijakan tersebut diambil dengan keyakinan Bank Indonesia bahwa inflasi akan tetap terkendali dan rendah sehingga berada di kisaran bawah sasaran 4  persen pada 2015 dan 2016. "Selain itu, kebijakan ini masih sejalan dengan upaya BI untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan pada tingkat yang lebih sehat," jelasnya di Jakarta, Selasa (17/3/2015).

BI juga akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, dan sistem pembayaran, serta memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan serta mendorong berlanjutnya reformasi struktural untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

"Kami akan memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah, bauran kebijakan untuk jaga stabilitas makro ekonomi di tengah ketidakpastian ekonomi global. Serta Memperkuat bauran dan meningkatkan koordinasi dengan pemerintah untuk menekan defiti necara berjalan," tandasnya. Selain itu, BI akan meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah untuk memastikan bahwa inflasi akan tetap rendah dan defisit transaksi berjalan terjaga pada tingkat yang lebih sehat.

Langkah BI tersebut sesuai dengan prediksi para analis. Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Sumual menuturkan, memang ada ruang BI Rate turun mengingat data makro ekonomi Indonesia cukup baik. Neraca perdagangan Februari surplus sekitar US$ 750 juta. Indonesia juga masih mencatatkan deflasi sekitar 0,36 persen pada Februari 2015.

Meski demikian, sentimen eksternal masih mengkhawatirkan terutama soal kebijakan suku bunga AS. The Federal Open Commitee (FOMC) akan digelar dua hari mulai 17 Maret-18 Maret 2015. Melihat kondisi itu, David melihat BI akan cenderung hati-hati. Apalagi pertemuan The Fed baru diketahui hasilnya pada Rabu pekan ini. Karena itu, BI akan mempertahankan suku bunga di level 7,5 persen.

Dengan kemungkinan BI Rate tetap, David menilai, BI akan menjaga neraca transaksi berjalan. Indonesia masih mencatatkan defisit neraca transaksi berjalan yang masih tinggi ketimbang Thailand dan Korea Selatan. Sehingga mata uang Rupiah lebih tertekan dibanding dua negara tersebut.

Hal senada dikatakan, Direktur PT Bahana TCW Asset Management, Budi Hikmat. BI akan fokus menstabilkan rupiah dengan menjaga neraca transaksi berjalan. Oleh karena itu, BI belum akan menurunkan BI Rate. “BI cenderung tunggu dulu menggenjot ekonomi apalagi melihat rupiah sekarang. Fokus mereka lebih menjaga kestabilan,” tutur Budi.

Untuk diketahui, pada RDG sebulan sebelumnya atau pada 17 Februari 2015, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,50 persen, dengan suku bunga Deposit Facility turun 25 bps menjadi 5,50 persen dan Lending Facility tetap pada level 8,00 persen berlaku efektif sejak 18 Februari 2015. (Dny/Gdn)


Source: liputan6.com
Kontroversi Politisi Partai Jadi Komisaris Perusahaan BUMN

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk telah menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dari hasil RUPS tersebut ada beberapa jabatan yang menjadi sorotan masyarakat, yaitu adanya politisi partai yang ditempatkan sebagai anggota Komisaris dari kedua bank tersebut.

Keputusan ini menimbulkan banyak pertanyaan, apakah layak dan boleh politisi yang masih aktif di partainya menduduki jabatan tertinggi di perusahaan BUMN?

Menteri BUMN, Rini Soemarno mengungkapkan, hal itu tidak menjadi masalah mengingat jika para politisi tersebut telah lulus seleksi dari otoritas yang bersangkutan. "‎Semua itu ada susulannya dan semua itu prosesnya di OJK," kata Rini di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/3/2015).

Di kesempatan terpisah, ‎Deputi Bidang Jasa Keuangan, Jasa Konstruksi dan Jasa Lainnya Kementerian BUMN, Gatot Trihargo mengatakan, Kementerian BUMN memiliki pertimbangan yang matang atas penunjukkan kedua kader partai menjadi komisaris. Dia menambahkan pertimbangan tersebut dengan melihat kapabilitasnya dan integritasnya.

Meskipun kedua komisaris tersebut sebagai anggota partai, Gatot mengatakan hal tersebut tidak dipermasalahkan oleh undang-undang karena yang dilarang undang-undang adalah pengurus partai tidak boleh menjabat sebagai Dewan Komisaris dan Dewan Direksi di perusahaan BUMN.

Saat ditanya mengenai nantinya perusahaan menjadi sapi perah bagi partai politik, Gatot enggan menjawab pertanyaan tersebut. "Kalau pengurus partai itu tidak boleh (jabat sebagai komisaris dan direksi BUMN). Kalau dalam peraturan tidak ada yang mengatur anggota partai,"‎ ungkapnya.

‎Namun, apa yang dikatakan oleh pejabat Kementerian BUMN tersebut langsung dibantah oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil. Sofyan mengungkapkan apapun alasannya, tak seharusnya jabatan Komisaris itu ditempati oleh para kader partai. Hal itu untuk menghindari ‎opini negatif masyarakat terhadap perusahaan BUMN dan partai yang bersangkutan.



‎"Pada prinsipnya komisaris itu adalah tidak boleh orang aktif partai politik, kalau mantan partai politik tidak ada masalah, mantan DPR tidak ada masalah dan baisanya cuma satu dua orang, biasanya yang lain profesional," papar Sofyan di Istana Kepresidenan.

Seperti diketahui,‎ dua bank BUMN yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT BNI (Persero) Tbk telah menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST). Dimana salah satu komisaris dari Bank Mandiri berasal dari PDIP yaitu Dwi Rembulan Sinaga. Lalu, untuk Bank BNI telah menunjuk Pataniari Siahaan yang juga sebagai kader dari PDIP. (Yas/Gdn)


Source: liputan6.com
Pemerintah Keluarkan Paket Kebijakan Ekonomi untuk Perkuat Rupiah

Source: liputan6.com