Prev Maret 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
01 02 03 04 05 06 07
08 09 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30 31 01 02 03 04
05 06 07 08 09 10 11
Berita Kurs Dollar pada hari Jumat, 13 Maret 2015
Paket Kebijakan Ekonomi Tetap Sulit Kuatkan Rupiah ke Rp 12.500
Ekonom Mandiri Sekuritas, Aldian Taloputra menyatakan sedang menunggu implementasi paket kebijakan ekonomi yang dijanjikan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Realisasi tersebut dapat memberi angin segar bagi penguatan nilai tukar rupiah yang sedang terseok-seok terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 
Source: liputan6.com
Top 5 Bisnis: Beda Rupiah Terpuruk Era Jokowi dan SBY Paling Hot

Liputan6.com, Jakarta - Kondisi nilai tukar rupiah sudah mulai mengkhawatirkan. Pasalnya, rupiah telah melemah hingga menembus Rp 13.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan rupiah ini pun mempengaruhi banyak hal. Pemerintah pun mengambil langkah-lanngkah guna membuat rupiah kembali menguat.

Tak hanya di era Presiden Jokowi, pelemahan rupiah juga terjadi pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun ternyata pelemahan rupiah kali ini berbeda situasinya dengan yang terjadi di era kepemimpinan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Artikel tentang perbedaan pelemahan rupiah di era Jokowi dan SBY paling tuai perhatian pembaca Liputan6.com. Selain soal rupiah, pembaca juga menyoroti soal seluk beluk batu mulia termasuk batu akik di dalamnya. Berikut daftar lengkap 5 berita paling tuai perhatian, Jumat (13/3/2015):

1. Ini Beda Risiko Pelemahan Rupiah di Era SBY dan Jokowi


Nilai tukar rupiah dalam dua pekan ini masih bergerak di kisaran Rp 13.000 per dolar AS. Namun demikian ‎Bank Indonesia memastikan pelemahan tersebut masih yang terbaik jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

Tahukah Anda bahwa pelemahan rupiah kali ini berbeda situasinya dengan yang terjadi serupa di era kepemimpinan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono?

2. Meski Rupiah Ambruk, RI Tak Bakal Krisis

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil menegaskan, pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi saat ini hanya bersifat temporal. Kendati telah menembus level Rp 13.200 per dollar AS atau level yang sama saat terjadi krisis ekonomi di tahun 1998, namun kondisi saat ini jauh berbeda dengan berbeda dengan krisis pada 17 tahun yang lalu.

"Jangan dibandingkan 1998 dengan sekarang, itu salah. Di 1998 Indonesia depresi dari Rp 2.400 per dolar AS ke level Rp 13.000 per dolar AS hingga Rp 14.000 per dolar AS. Itu kenaikannya sampai ratusan persen. Sekarang hanya 5 persen dan yang dialami Malaysia lebih tinggi, Euro lebih tinggi," kata dia seperti ditulis Kamis (12/3/2015).

3. Begini Seluk Beluk Batu Akik yang Kini Jadi Buruan

Fenomena demam batu mulia atau batu akik belakangan ini membuat masyarakat Indonesia terhipnotis. Bahkan ada yang berani menghargai koleksi batunya dengan kocek besar. Namun apakah masyarakat sudah tahu apa batu mulia itu?.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) R. Sukhyar mengungkapkan, Batu mulia (Gemstones) adalah segala jenis batuan, mineral dan bahan alam lainnya termasuk beberapa jenis bahan organik yang setelah diproses dengan sentuhan teknologi memiliki keindahan dan ketahanan yang mencukupi untuk dijadikan sebagai batu permata

4. Begini Cara Menentukan Harga Batu Mulia

Batu mulia atau batu akik yang kini tengah digandrungi masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan, dijual dengan harga yang beragam. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukhyar mengungkapkan ada empat hal yang menentukan pembentukan harga batu mulia.

5. Rupiah Terus Merosot ke Level 13.213 per Dolar AS

Rupiah memimpin penurunan mata uang di Asia dan mencapai pelemahan terparah dalam 16 tahun terakhir setelah Bank Indonesia memberikan sinyal bahwa rupiah baik-baik saja. Alhasil, keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS) terus menghantam rupiah hingga ke atas level US$ 13.200 per dolar AS.


Source: liputan6.com
Dolar Melemah, Rupiah Masih Terkapar di Akhir Pekan

Liputan6.com, Jakarta Tekanan dolar terhadap sebagian besar mata uang di negara berkembang akhirnya mereda lantaran para investor lebih memilih menanti sinyal dari Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) terkait kebijakannya menaikkan suku bunga. Meski dolar melemah, rupiah tercatat masih lesu dan sempat kembali ke level 13.200 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

Data valuta asing Bloomberg, Jumat (13/3/2015) menunjukkan nilai tukar rupiah melemah 0,08 persen ke level 13.192 per dolar AS. Rupiah juga sempat melemah lebih jauh ke level 13.200 per dolar AS pada perdagangan pukul 9:32 wajktu Jakarta.

Rupiah sebelumnya dibuka melemah di level 13.185 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level 13.182 per dolar AS. Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah masih aktif berfluktuasi di kisaran 13.167 - 13.200 per dolar AS.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) juga mencatat nilai tukar rupiah nyaris kembali ke level 13.200 per dolar AS. Rupiah melanjutkan pelemahan dari hari-hari sebelumnya di level 13.191 per dolar AS.

Mengutip laman Bloomberg, dolar akhirnya mengalami koreksi setelah menguat cukup fantastis dalam tujuh hari terakhir.

"Langkah para investor semalam sangat konsisten dengan koreksi kecil di tengah laju penguatan dolar tertinggi sepanjang sejarah, kata Sam Tuck, pakar strategi mata uang senior di ANZ Bank New Zealand Ltd.

Dalam sepekan terakhir, nilai tukar dolar AS memang mengalami penguatan cukup signifikan sebesar 2,2 persen. Sayangnya, meski dolar melemah, nilai tukar rupiah masih belum pulih dan tetap berkutat di kisaran 13.190 - 13.200 per dolar AS pada perdagangan hari ini. (Sis/Nrm)


Source: liputan6.com
Pemerintah Jokowi Bantah Intervensi BI Stabilkan Rupiah

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) membantah telah melakukan intervensi kepada Bank Indonesia (BI) dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah. ‎

Pemerintah menegaskan akan selalu berkoordinasi dengan lembaga tinggi itu tanpa perlu menekan atau mencampuri intervensi BI di pasar uang.

"Siapa bilang kami intervensi? Tidak. Kami tidak boleh intervensi BI," ucap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil sebelum Rakor Perkembangan Nilai Tukar dan Defisit Transaksi Berjalan di kantornya, Jakarta, Jumat (13/3/2015).

Pemerintah, kata dia, selalu berkoordinasi dengan BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) supaya mempunyai kesepahaman soal perkembangan ekonomi Indonesia, termasuk kondisi makro ekonomi negara ini. BI, OJK dan pemerintah sudah memiliki tugas dan fungsi masing-masing berdasarkan Undang-undang (UU).

"Kalau rapat kemarin, BI memberikan input ke pemerintah. BI sendiri punya peran menjalankan kebijakan moneter dan sepenuhnya otonomi, sementara pemerintah mengamankan sektor riil, menciptakan pertumbuhan ekonomi, menjamin infrastruktur berjalan sesuai rencana. Jadi tidak ada intervensi sama sekali," tegas Sofyan.

Hari ini, pemerintah Jokowi dan BI menggelar rakor soal rupiah dan defisit transaksi berjalan. Dihadiri sejumlah menteri terkait untuk merumuskan dan mendetailkan paket kebijakan ekonomi yang sudah diumumkan Presiden Jokowi.

Sejak awal 2015, penguatan dolar Amerika Seriakt (AS) telah menekan sejumlah mata uang termasuk rupiah. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) bahkan menembus level tertinggi 13.191 pada 13 Maret 2015. (Fik/Ahm)


Source: liputan6.com
Ekonom Ingatkan Pemerintah Tak Santai Hadapi Rupiah Tertekan

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mesti menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Seyogyanya, pemerintah mesti menyiapkan strategi khusus untuk meredam gejolak rupiah lantaran depresiasi ini merupakan kelanjutan dari dua tahun yang lalu.

Ekonom  Didik J Rachbini pun mengingatkan, kendati rupiah tidak terjun bebas, pemerintah jangan terlalu santai terhadap pelemahan tersebut.

"Rupiah yang turun selama beberapa bulan ini merupakan kelanjutan dari dua tahun sebelumnya jadi tidak boleh main-main. Jangan hanya mengatakan aman saja tanpa melakukan tindakan apa-apa. Sebab masalahnya bersifat struktural. Kita ini sekarang relatif tidak bergoyang kencang, karena masih ada modal portofolio yang masuk ke kita," kata Didik, Jakarta, Jumat (13/3/2015).

Dia pun mengatakan perlu perbaikan neraca transasi berjalan untuk meredam gejolak rupiah. Hal itu lantaran, neraca transaksi berjalan kerap defisit karena masih melakukan ekspor barang mentah.

"Transaksi berjalan minus, ekspor barang kita tidak cukup untuk menutup impor barang. Jadi ini pertama kalinya setelah 4 dekade itu neraca perdagangan defisit. Mengapa defisit? Karena mayoritas dari ekspor kita itu bahan mentah. Dan bahan mentah itu, apakah itu kakao, apakah itu batu bara, kelapa sawit," ujar Didik.

Namun demikian, pihaknya mengatakan kondisi rupiah belum terlalu mengkhawatirkan karena tertolong data makro ekonomi yang relatif baik.

"Inflasi kita bagus, cadangan devisa bagus, APBN  juga lumayan sudah tidak impor bensin yang besar. Mestinya rupiah pada masa Jokowi ini bertahan, bahkan mungkin bisa kuat. Mengapa? Karena  kita bulan madu, harapan bisnis, ekspektasi, demokrasi yang bagus," tutur Didik.

Sebagai informasi, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) juga mencatat nilai tukar rupiah nyaris kembali ke level 13.200 per dolar AS. Data valuta asing Blomberg menunjukan nilai tukar rupiah melemah 0,08 persen ke level 13.192 per dolar AS. Rupiah menembus lebel 13.200 per dolar AS pada perdagangan pukul 9.32 waktu Jakarta. (Amd/Ahm)


Source: liputan6.com
BI Sebut Tekanan Rupiah Tak Perlu Dikhawatirkan

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak mencemaskan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Lantaran depresiasi kurs rupiah jauh lebih rendah dibanding negara berkembang lain, seperti Brazil dan Turki.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo membeberkan kondisi tekanan rupiah yang masih di angka 6 persen pada periode Desember 2014 sampai Maret 2015. Sedangkan depresiasi rupiah pada tahun lalu 1,8 persen.

"Depresiasi mata uang Brazil di 2014 sebesar 12,5 persen, dan 17 persen di periode yang sama. Sementara Turki yang selalu dibandingkan dengan Indonesia, mata uangnya melemah 8 persen di tahun lalu dan 12 persen sepanjang Desember-Maret 2015," ujar dia usai Rakor Perkembangan Nilai Tukar di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3/2015).

Di sisi lain, Agus menambahkan, tekanan kurs juga terjadi pada mata uang Rubbel Rusia yang mencapai 70 persen. Jika melongok ke negara serumpun Malaysia, Ringgit mengalami pelemahan 6 persen.

"Jadi rupiah melemah tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena ada kecenderungan mata uang dolar menguat terhadap semua mata uang di dunia karena ekonomi AS menguat. Tidak perlu khawatir," tegasnya.

Agus mengatakan, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) harus mempersiapkan kemungkinan realisasi rencana penaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) pada Juni dan Juli 2015.

"Yang awalnya dinaikkan 0,25 persen, bisa menjadi 0,5 atau 1 persen. Lalu pada tahun berikutnya penaikan suku bunga acuan The Fed bisa menjadi 2 persen sampai 2,25 persen. Jadi kita perlu mempersiapkan kondisi itu," papar Agus.

Dia mengaku, BI telah mempunyai arah kebijakan yang fokus pada menjaga stabilitas ekonomi makro Indonesia. "Posisi Indonesia secara moneter cautions (waspada) dan bias ketat. Bahwa kami ingin meyakinkan inflasi sesuai target 4 plus minus 1 persen pada 2015-2016," cetus Agus.

Data valuta asing Bloomberg, Jumat pekan ini menunjukkan nilai tukar rupiah melemah 0,08 persen ke level 13.192 per dolar AS. Rupiah juga sempat melemah lebih jauh ke level 13.200 per dolar AS pada perdagangan pukul 9:32 waktu Jakarta.

Rupiah sebelumnya dibuka melemah di level 13.185 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level 13.182 per dolar AS. Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah masih aktif berfluktuasi di kisaran 13.167 - 13.200 per dolar AS.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) juga mencatat nilai tukar rupiah nyaris kembali ke level 13.200 per dolar AS. Rupiah melanjutkan pelemahan dari hari-hari sebelumnya di level 13.191 per dolar AS.(Fik/Ahm)


Source: liputan6.com
Begini Jurus BI untuk Bikin Rupiah Stabil

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengaku telah menyiapkan beberapa kebijakan untuk menekan defisit transaksi berjalan dalam rangka stabilisasi makro ekonomi Indonesia. Kebijakan ini menyusul 8 paket kebijakan ekonomi yang dirumuskan pemerintah Joko Widodo (Jokowi).

Gubernur BI, Agus Martowardojo mengaku, BI akan fokus menjaga stabilitas ekonomi makro Indonesia secara waspada (cautions) dan kebijakan bias ketat.

"Kebijakan BI mengarah pada defisit transaksi berjalan lebih sehat ke level 2,5 persen sampai 3 persen. Secara moneter bias ketat untuk menjaga stabilitas ekonomi, inflasi supaya mencapai target tahun ini 4 plus minus 1 persen," kata dia usai Rakor Perkembangan Nilai Tukar di Jakarta, Jumat (13/3/2015).

Agus meyakinkan, BI akan menjaga stabilitas ekonomi makro Indonesia dengan cadangan devisa (cadev). Cadev Indonesia per Februari 2015 tercatat Rp 115,5 miliar atau 6,5 bulan impor yang menunjukkan ekonomi Indonesia dalam keadaan membaik.  

"Kita juga akan mendorong upaya pengelolaan utang luar negeri (ULN) sehat. Jadi ada panduan untuk pengelolaan ULN secara lebih sehat dan hati-hati," paparnya.


Kebijakan lain, kata dia, BI akan mendorong pendalaman pasar uang dengan menyediakan fasilitas lindung nilai (hedging). BI akan menata agar tidak ada risiko kurs atau kredit berlebihan oleh perusahaan.

"Kita juga mendorong supaya transaksi rupiah di dalam negeri. Jadi jangan buat kondisi panik. Kita hadir di pasar dan menyediakan kebutuhan likuiditas. Penempatan perbankan di BI Rp 350 triliun, itu artinya perbankan likuid," papar dia.

Dengan kebijakan ini, Agus memproyeksikan defisit transaksi berjalan akan lebih sehat di tahun-tahun mendatang. Namun untuk tahun ini sampai 2017, diperkirakan defisit transaksi berjalan masih di level 3 persen. Neraca pendapatan Indonesia tercatat defisit US$ 27 miliar dan jasa US$ 10 miliar.

"Makanya kita sambut baik langkah pemerintah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan, salah satunya dengan membentuk perusahaan reasuransi yang bisa mengurangi defisit neraca pendapatan dan jasa," pungkas Agus.(Fik/Nrm)


Source: liputan6.com
Rupiah Tertekan, Harga Bahan Baku Penopang Infrastruktur Melonjak

Liputan6.com, Jakarta - Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang membuat rupiah tertekan mendorong sejumlah harga bahan baku pendukung pembangunan infrastruktur melonjak.

"Yah besi yang diimpor susah. Harga makin mahal. Teman-teman mau beli komputer, harganya naik 30-40 persen," tutur Ekonom Didik J.Rachbini di kantor Kadin, Jumat (13/3/2015).

Ia mengakui, penguatan dolar AS membawa dampak positif pada sektor-sektor tertentu yang menjalankan fokus bisnis ekspor. Berlaku sebaliknya kalau impor bakal terguncang karena rupiah merosot.

"Sektor-sektor yang bisa mengambil bahan baku dalam negeri itu mendapat keuntungan, karena dia pakai bahan baku dalam negeri, dia jualnya pakai dolar untuk diekspor. Tapi sektor lain, pada umumnya mengalami ketidakstabilan di dalam menjalankan bisnisnya," kata Didik.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Universitas Padjajaran Ina Primiana mengatakan, penataan infrastruktur kurang baik juga mendorong biaya logistik di Indonesia tinggi.

Dia menerangkan, posisi pembangunan infrastruktur Indonesia menempati nomor empat di ASEAN. Indonesia di atas Singapura, Malaysia dan Thailand. Sayangnya untuk biaya logistik justru kalah ketimbang Vietnam.

"Indonesia sebenarnya nomor 4, di bawah Singapura, Malaysia, sama Thailand. Kita di atas Vietnam dan Filipina. Tapi di logistik, yang bisa efisien di logistik ternyata Vietnam di atas kita, artinya infrastruktur yang begitu banyak, bisa saja tidak secara langsung melayani industri yang ada. Infrastruktur dan industri tidak ketemu," kata dia.

Dia mengatakan, hal itu juga disebabkan porsi pembangunan infrastruktur yang masih kecil. "Artinya dianggap cukup 5 persen PDB, tapi uang kita tidak cukup. Malaysia 9 persen, India 7 persen jadi Rp 500 triliun, Indonesia hanya Rp 200 triliun," kata Ina. (Amd/Ahm)


Source: liputan6.com
Rupiah Melemah Belum Ganggu Penjualan Handphone

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) belum memberikan pengaruh terhadap penjualan telepon seluler di ITC Roxy Mas, Jakarta Barat.

Yudianto (28) salah satu pedagang telepon seluler di tempat tersebut mengatakan, sejauh ini penjualan handphone masih normal.

"Penjualan masih normal, karena melemahnya belum terlalu lama. Jadi kalau produk yang lama-lama harganya masih sama," ujar Yudianto saat berbincang dengan Liputan6.com di ITC Roxy Mas, Jakarta Barat, Jumat (13/3/2015).

Sedangkan untuk produk baru, Yuddy mengakui terjadi kenaikan harga. Namun hal itu pun tidak berpengaruh pada penjualan. Lantaran produk baru biasanya masih banyak dicari oleh konsumen sehingga walaupun harganya naik, namun tetap laku dipasaran.

"Kalau produk baru harganya baru. Tapi yang baru itu biasanya masih banyak dicari orang, orang penasaran sama produk itu, jadi tidak masalah," kata dia.

Meski demikian, Yudi berharap nilai tukar rupiah melemah ini tidak semakin parah. Dia berharap rupiah bisa kembali menguat agar tidak mempengaruhi produk-produk impor seperti ponsel.

"Ya maunya pedagang sih rupiah itu stabil, paling tidak di Rp 10 ribu. Supaya harga handphone juga tidak tinggi, jadi pembeli tidak menurun. Karena harga pas tinggi atau rendah, kita ambil untungnya begitu saja," tandas dia.

Sejak awal 2015, penguatan dolar Amerika Serikat (AS) telah menekan sejumlah mata uang termasuk rupiah. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) bahkan menembus level tertinggi 13.191 pada 13 Maret 2015. (Dny/Ahm)


Source: liputan6.com
Masih Banyak Transaksi Sewa Lahan Industri Pakai Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui, sampai saat ini masih ada sejumlah pihak yang melakukan transaksi menggunakan dollar Amerika Serikat (AS) terkait sewa lahan industri. Menurut Kemenperin, hal tersebut sebenarnya tidak bisa dilakukan karena bisa ikut mendorong permintaan dolar AS sehingga nilai tukar rupiah bisa melemah.

Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Kementerian Perindustrian, Imam Haryono mengatakan, seharusnya pihak-pihak yang masih melakukan transaksi sewa lahan menggunakan dolar AS tersebut ditertibkan. Pasalnya, tindakan tersebut melanggar UU Mata Uang. "Sejak dikeluarkan UU Mata Uang, memang ada beberapa yang masih bandel, kami imbau ditertibkan," kata dia, Jakarta, Jumat (13/3/2015).



Pihak Kementerian Perindustrian akan mengungkap pihak-pihak yang masih melakukan transaksi sewa lahan dengan menggunakan dollar AS tersebut. Lantaran, penggunaan dollar AS membuat mata uang dalam negeri kemudian terjatuh.

"Kalau kami bongkar waktunya, takutnya mereka langsung ganti sistem dengan rupiah. Tapi kami harapkan segera mungkin melakukan tindakan ini," tegasnya.

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro akan membuka pusat pelayanan untuk terima pengaduan jika ada penggunaan mata uang asing di Indonesia. Hal itu untuk menegakan hukum pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang. Bambang mengatakan, salah satu penyebab jatuhnya rupiah karena mata uang asing mendominasi transaksi ekonomi Indonesia.

"Masih banyak transaksi di Indonesia yang masih pakai dollar AS dan mata uang asing lain. Ini sangat sulit mengendalikan permintaan dollar AS. Bayangkan jika sewa kantor di kawasan industri Jakarta Timur harus pakai dollar. Akhirnya tenant menukar rupiah dalam dollar AS sehingga permintaan meningkat," ujarnya.



Dengan adanya layanan tersebut, Bambang pun meminta agar masyarakat yang mengetahui ada pembayaran mata uang asing segera melapor. Pasalnya, sanksi yang menanti penggunaan mata uang selain rupiah cukup berat.

"Semua harus patuh dengan UU Mata Uang, jika selama ini tidak punya channel buat mengadu kami siapkan call centre nasional. Petugas akan menindaklanjuti karena hukumannya serius bagi yang tidak taat," tandas dia. (Amd/Gdn)


Source: liputan6.com