Prev Juni 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
31 01 02 03 04 05 06
07 08 09 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
28 29 30 01 02 03 04
05 06 07 08 09 10 11
Berita Kurs Dollar pada hari Senin, 22 Juni 2015
Rupiah Bayangi Gerak IHSG

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi menguat di awal pekan perdagangan saham selama proses akumulasi beli saham dilakukan pelaku pasar.

Analis PT Asjaya Indosurya Securities, William Suryawijaya mengatakan, pergerakan IHSG akan berjalan menuju target resistance level terdekat 5.015 selama support terjaga kuat di level 4.895. Potensi kenaikan IHSG akan semakin kuat jika level resistance dapat ditembus.

"Hari ini IHSG berpotensi melanjutkan kenaikan," ujar William dalam ulasannya, Senin (22/6/2015).

Sementara itu, Kepala Riset PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada mengatakan, aksi jual mereda ditambah laju IHSG tidak terlalu berimbas pelemahan laju bursa saham global maka IHSG berpeluang menguat. Akan tetapi, kenaikan IHSG bersifat secara teknikal sehingga waspadai potensi pelemahan.

"IHSG diperkirakan berada rentang support 4.950-4.968 dan resistance 4.995-5.005," kata Reza.

Dalam riset PT Sinarmas Sekuritas, IHSG diprediksi menguat di kisaran level 4.966-5.010 pada perdagangan saham Senin pekan ini. Sentimen pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bakal mempengaruhi IHSG.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia menunjukkan nilai tukar rupiah menguat sangat tipis, hanya 17 poin ke level 13.324 per dolar AS pada Jumat pekan lalu. Sebelumnya nilai tukar rupiah juga menguat ke level 13.341 per dolar AS.

Pada penutupan perdagangan saham, Jumat 19 Juni 2015, IHSG mendaki 39,50 poin (0,80 persen) ke level 4.985.

Untuk rekomendasi saham di awal pekan, William memilih sejumlah saham yang dapat dicermati pelaku pasar antara lain saham PT Astra International Tbk (ASII), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

Sedangkan Reza memilih saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA), dan PT PP Tbk (PTPP). (Ahm/Ndw)


Source: liputan6.com
Ikuti BI, Menkeu Tetapkan Asumsi Rupiah di 13.400 per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Setelah memangkas asumsi pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, pemerintah Joko Widodo (Jokowi) juga merevisi nilai tukar rupiah lebih rendah dari sebelumnya. Patokan ini mengikuti asumsi Bank Indonesia (BI).

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah sebelumnya memperkirakan asumsi nilai tukar rupiah pada rentang 12.800 per dolar Amerika Serikat (AS) sampai 13.200 per dolar Amerika Serikat (AS). Namun level ini berubah saat Rapat Lanjutan Pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2016.

"Karena BI yang selalu mengikuti perkembangan terakhir kurs rupiah, maka kami usulkan sama dengan BI yakni 13.000 sampai 13.400 per dolar AS pada 2016. Sementara untuk asumsi inflasi masih sama 4 plus minus 1 persen," terang dia di Gedung DPR, Jakarta, Senin (22/6/2015).

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur BI, Agus Martowardojo menambahkan, BI masih memproyeksikan asumsi kurs rupiah seperti sebelumnya 13.000 per dolar AS hingga 13.400 per dolar AS karena realisasi nilai tukar sampai dengan Juni 2015 ini.

"Secara year to date sampai dengan Juni ini, kisaran rupiah masih di level 13.000 per dolar AS. Kami akan terus berupaya mengendalikan volatilitas nilai tukar karena itu adalah mandat utama untuk BI," ujarnya.

BI, kata Agus, akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia, serta inflasi. Bersama pemerintah, lanjutnya, BI akan terus berkoordinasi dalam rangka stabilisasi kurs rupiah.

"Kami tidak menargetkan kurs pada level tertentu, tapi berusaha menjaga volatilitas dalam batasan sehat. Ada bauran kebijakan, termasuk makroprudential, kebijakan tingkat bunga untuk mencerminkan inflasi di Indonesia di kisaran 4 plus minus 1 persen pada tahun depan," pungkas dia. (FIk/Gdn)


Source: liputan6.com
Periode Super Dolar, Rupiah Susah Balik di Bawah 13.000?

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) sulit memastikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bisa kembali menguat di bawah level 13.000. Hal ini karena fenomena super dolar AS yang memicu tekanan pada negara-negara dengan catatan defisit neraca transaksi berjalan.

Gubernur BI, Agus Martowardojo mengungkapkan, kondisi rupiah saat ini berada pada satu keseimbangan antara kecepatan pemerintah melakukan reformasi struktural dan perbaikan defisit transaksi berjalan dengan adanya tekanan global.

"Tekanan global merupakan dampak dari periode super dolar. Super dolar ini membuat negara yang punya defisit transaksi berjalan, inflasi jelek, fundamental lemah akan membuat mata uang tertekan, seperti Brazil dan Turki dengan depresiasi 15-16 persen," jelas dia saat di Gedung DPR, Jakarta, Senin (22/6/2015).

Namun, Agus mengatakan, tekanan berkurang apabila negara tersebut memperkuat reformasi struktural dan memperbaiki defisit transaksi berjalan. Sebagai contoh, India yang mampu membangun kepercayaan diri pasar dan mata uang stabil.

"Yang penting Indonesia bisa melaksanakan reformasi struktural, pengelolaan inflasi dan mengurangi defisit transaksi berjalan," ucap Agus.

Agus menuturkan, rupiah dapat kembali ke level di bawah Rp 13.000 atau tidak tergantung data yang dihasilkan pemerintah. Pemerintah, disarankannya, terus memperbaiki reformasi struktural dengan pengelolaan subsidi anggaran lebih baik. Memperkuat program ketahanan pangan, membangun infrastruktur.

Berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada Senin 22 Juni 2015, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat ke level Rp 13.318 per dolar AS dibandingkan periode 19 Juni 2015 di kisaran 13.324 per dolar AS. (Fik/Ahm)


Source: liputan6.com