Prev Juni 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
31 01 02 03 04 05 06
07 08 09 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
28 29 30 01 02 03 04
05 06 07 08 09 10 11
Berita Kurs Dollar pada hari Jumat, 12 Juni 2015
Di Akhir Pekan, Rupiah Kembali Melemah ke 13.300 per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar mata uang Asia kembali melemah dalam sepekan terakhir setelah data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) menunjukkan perbaikan dan membuat para analis dan ekonomi yakin bahwa Bank Sentral AS (The Fed) akan segera menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Bersama mata uang lain di Asia, rupiah kembali melemah ke kisaran 13.300 per dolar AS.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Jumat (12/6/2015), menunjukkan nilai tukar rupiah melemah ke level 13.317 per dolar AS. Pada perdagangan sehari sebelumnya, nilai tukar rupiah berada di level ke 13.292 per dolar AS.

Data valuta asing Bloomberg, mencatat nilai tukar rupiah melemah 0,05 persen ke level 13.329 per dolar AS. Rupiah bahkan sempat menyentuh level 13.332 per dolar AS pada perdagangan pukul 9:59 waktu Jakarta.

Sejak awal pembukaan perdagangan hari ini, rupiah tampak berfluktuasi melemah dan berkutat di kisaran 13.293 per dolar AS hingga 13.332 per dolar AS. Rupiah juga telah menunjukkan tanda-tanda pelemahan setelah ditutup di level 13.322 per dolar AS pada perdagangan kemarin.

Akhir pekan ini, data penjualan ritel AS yang positif kembali membuat nilai tukar dolar AS semakin perkasa. Sementara itu gagalnya ketercapaian kesepakatan antara IMF dan Yunani telah menjadi tenaga tambahan yang mendorong penguatan dolar AS terhadap beberapa mata uang lain.

"Efek peningkatan risiko global akibat masalah utang Yunani serta data ekonomi AS yang meningkatkan harapan kenaikan suku bunga The Fed meningkatkan permintaan dolar AS," terang Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta.

Hingga perdagangan hari ini, Rangga mengatakan tekanan pelemahan belum hilang meskipun rupiah sempat menguat ke kisaran 13.200 pada perdagangan sebelumnya. Selain akibat permintaan dolar yang meningkat, aksi jual baik di pasar saham dan SUN juga ikut mendorong pelemahan rupiah. "Rupiah berpeluang melemah pada perdagangan hari ini," tandasnya.

Namun memang, Rangga mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah tidak akan terlalu tinggi karena Bank Indonesia (BI) akan terus-menerus melakukan intervensi untuk menahan volatilitas rupiah.

Selain faktor dari luar, ada juga beberapa faktor dari dalam negeri yang membuat rupiah terus melemah. Tingginya angka impor selama ini menjadi penekan nilai tukar rupiah. Selain itu, sinyal-sinyal pelemahan pertumbuhan ekonomi nasional juga membuat pelaku pasar berancang-ancang untuk menarik investasinya. (Sis/Gdn)


Source: liputan6.com
Rupiah Melemah Tak Ganggu Kinerja Mega Manunggal Property

Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Mega Manunggal Property Tbk (MMLP) mengaku tak khawatir dengan nilai tukar rupiah melemah terhadap kinerja perseroan.

Direktur Utama PT Mega Manunggal Property Tbk, Fernandus Chamsi mengatakan, hal itu lantaran setiap proyek pergudangan yang digarap oleh perseroan menggunakan komponen dalam negeri yang mencapai 100 persen. Transaksinya juga menggunakan rupiah.

"Besi dalam rupiah, material semen rupiah. Semua transaksi dilakukan dalam rupiah," kata dia di Jakarta, Jumat (12/6/2015).

Fernandus menuturkan, pihaknya telah menerapkan lindung nilai (hedging) terhadap utang perseroan. Dia berkata, saat ini perseroan memiliki utang sebesar Rp 500 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS).  Utang tersebut merupakan utang berjangka 8 tahun dari bank Bangkok. "Pinjaman yang kita hedging, itu yang kita ambil 8 tahunan. Ini tahun ke 4," tambahnya.

Akuisisi Lahan 60 Hektar

Perseroan baru saja mencatatkan sahamnya di papan pengembangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI). PT Mega Manunggal Property Tbk melepas saham ke publik sebanyak 1,71 miliar atau sekitar 30 persen saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam initial public offering (IPO).

Adapun saham yang dilepas dipatok dengan harga Rp 585 per saham dengan nominal Rp 100. Dari situ, dana segar yang diraup sekitar Rp 1 triliun.
Fernandus mengatakan, dana hasil IPO sebanyak 90 persen akan digunakan untuk mengakusisi lahan di sekitar Jabodetabek dan Jawa Timur. Meski begitu, dana sekitar Rp 900 miliar tersebut tak diturunkan seluruhnya pada tahun ini.

"Kami targetkan akuisisi 60 hektar tentu saja tergantung harga," kata Fernandus.

Namun begitu, pihaknya enggan membeberkan target pendapatan yang diperoleh dalam aksi korporasi tersebut. Meski begitu, dia yakin properti pergudangan akan tetap positif kendati ekonomi Indonesia melambat.

"Prospek sudah sangat bullish dan sangat yakin karena di masa lalu Indonesia tumbuh kenceng di level 7 persen cost on handling, cost of logistic elemen yang tidak diperhatikan di masa-masa koreksi," tandas dia.

Sebagai informasi, PT Mega Manunggal Property Tbk mencatatkan pendapatan naik menjadi Rp 141,91 miliar pada 2014 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 119,48 miliar. Sementara itu, laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk naik menjadi Rp 286,43 miliar pada 31 Desember 2014 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 90,53 miliar.

Total aset perseroan mencapai Rp 2,13 triliun pada 31 Desember 2014 dari periode 2013 sebesar Rp 1,84 triliun. Sementara itu, total liabilitas mencapai Rp 690,96 miliar pada 31 Desember 2014.

Untuk diketahui, Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Jumat 12 Juni 2015, menunjukkan nilai tukar rupiah melemah ke level 13.317 per dolar AS. Pada perdagangan sehari sebelumnya, nilai tukar rupiah berada di level ke 13.292 per dolar AS.

Data valuta asing Bloomberg, mencatat nilai tukar rupiah melemah 0,05 persen ke level 13.329 per dolar AS. Rupiah bahkan sempat menyentuh level 13.332 per dolar AS pada perdagangan pukul 9:59 waktu Jakarta.

Sejak awal pembukaan perdagangan hari ini, rupiah tampak berfluktuasi melemah dan berkutat di kisaran 13.293 per dolar AS hingga 13.332 per dolar AS. Rupiah juga telah menunjukkan tanda-tanda pelemahan setelah ditutup di level 13.322 per dolar AS pada perdagangan kemarin. (Amd/Ahm)


Source: liputan6.com
Menko Sofyan Bantah RI Krisis Mata Uang

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah membantah Indonesia masuk dalam fase krisis mata uang meski nilai tukar rupiah terus melemah hingga ke level 13.300 per dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan nilai tukar rupiah ini lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal, diantaranya isu kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) serta perlambatan ekonomi dunia.

"Tidak lah (krisis mata uang)," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil saat berbincang dengan wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (12/6/2015).

Dia menjelaskan, rata-rata inflasi Indonesia selama satu dekade mencapai 7 persen atau jauh lebih tinggi dibanding realisasi rata-rata inflasi AS sepanjang periode yang sama. Dengan kondisi demikian, sambungnya, yang terjadi mata uang rupiah justru tidak mengalami penyesuaian selama 10 tahun.

Seharusnya, kata Sofyan, dengan inflasi AS rata-rata 2 persen dan Indonesia rata-rata 7 persen, maka mata uang rupiah mestinya mengalami penyesuaian 5 persen per tahun.

"Tapi mata uang rupiah justru menguat. Kenapa? Karena kita ekspor komoditas yang harganya selangit, banjir dolar AS ke Indonesia, dan waktu rupiah menguat 9.000 per dolar AS, kita tepuk tangan. Padahal itu cuma semu," terangnya.

Saat ini, Sofyan melanjutkan, rupiah terkoreksi. Paling penting, pelemahan ini harus mencerminkan nilai fundamental ekonomi Indonesia. "Koreksi rupiah itu yang kami inginkan, tapi terlalu cepat. Pelemahan harus terjadi secara gradual. Kami tidak mau rupiah terlalu melemah dan tidak terlalu menguat karena tidak bagus buat ekonomi kita," tegas Sofyan.

Oleh sebab itu, tambah dia, pemerintah tengah memperbaiki hambatan di internal, karena faktor nilai tukar rupiah disebabkan karena kondisi global yang di luar kontrol Indonesia.

"Bagaimana kita mempercepat infrastruktur, memperbaiki regulasi, melakukan terobosan guna meningkatkan ekspor, memudahkan investasi. Faktor eksternal lagi tidak bersahabat dengan kita, maka internal yang harus di push," pungkasnya. (Fik/Gdn)


Source: liputan6.com
Rupiah Menguat, Barang Impor Bakal Banjiri RI

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menganggap pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bagus untuk memacu ekspor nasional. Sementara jika rupiah menguat, maka impor akan meningkat dan buruk bagi perekonomian Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan, rata-rata inflasi Indonesia selama satu dekade mencapai 7 persen atau jauh lebih tinggi dibanding realisasi rata-rata inflasi AS sepanjang periode yang sama. Dengan kondisi demikian, sambungnya, yang terjadi mata uang rupiah justru tidak mengalami penyesuaian selama 10 tahun.

Seharusnya, kata Sofyan, dengan inflasi AS rata-rata 2 persen dan 5 persen inflasi Indonesia, mata uang rupiah mestinya mengalami penyesuaian 5 persen per tahun.

"Tapi mata uang rupiah justru menguat. Kenapa? Karena kita ekspor komoditas yang harganya selangit, banjir dolar AS ke Indonesia, dan waktu rupiah menguat 9.000 per dolar AS, kita tepuk tangan. Padahal itu cuma semu," ucap dia di kantornya, Jakarta, Jumat (12/6/2015).

Ketika itu, tambah Sofyan, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya ditopang dari konsumsi. Sedangkan pertumbuhan sektor manufaktur negatif dan dipenuhi dengan impor.

"Segala sesuatunya harus beli dari impor, mulai dari sayur, mainan anak-anak, baju, celana dalam sampai impor dari China karena harganya lebih murah akibat rupiah terlalu menguat," tegasnya.

Saat ini, dia bilang, rupiah terkoreksi. Paling penting, pelemahan ini harus mencerminkan nilai fundamental ekonomi Indonesia. Namun Sofyan enggan mengakui bahwa pelemahan rupiah ke level 13.300 per dolar AS sesuai dengan harapan pemerintah. 

"Koreksi rupiah itu yang kita inginkan, tapi terlalu cepat. Pelemahan harus terjadi secara gradual. Kita enggak mau rupiah terlalu melemah dan enggak terlalu menguat karena tidak bagus buat ekonomi kita," jelas Sofyan. (Fik/Gdn)


Source: liputan6.com