Prev Juni 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
31 01 02 03 04 05 06
07 08 09 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
28 29 30 01 02 03 04
05 06 07 08 09 10 11
Berita Kurs Dollar pada hari Selasa, 09 Juni 2015
Kendalikan Rupiah, Kabinet Jokowi Harus Solid

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terus tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga ke level 13.396 per dolar AS. Sejak awal tahun rupiah telah melemah lebih dari 5 persen terhadap dolar AS. Kondisi ini dinilai Pengamat Ekonomi dari LIPI, Latif Adam karena faktor eksternal.

Saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (9/6/2015), Latif mengatakan, faktor utama depresiasi kurs rupiah datang dari eksternal, khususnya isu kenaikan suku bunga Federal Reserve (Fed Fund Rate).

"Jadi para investor di instrumen keuangan melihat akan lebih menguntungkan bila investasi di AS karena ada kepastian minim risiko dan imbal hasil tinggi," ujar dia.

Namun di luar itu, ada juga penyebab pelemahan rupiah yang disebabkan dari dalam negeri. Latif menjelaskan, penyebab nilai tukar rupiah terus terpuruk karena realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang jauh dari ekspektasi pemerintah. Pada kuartal I 2015, ekonomi negara ini hanya mampu bertumbuh 4,7 persen.

Bahkan kata dia, Bank Indonesia (BI) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 5,1 persen. Sementara patokan asumsi pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 sebesar 5,4 persen. 

"Pencapaian dan revisi target tersebut diterjemahkan investor bahwa ada yang salah dengan manajemen perekonomian kita. Manajemen ekonominya belum solid," ucapnya.

Penyebab lain, sambung Latif, kurs rupiah tertekan karena neraca transaksi berjalan Indonesia masih tercatat defisit, penerimaan pajak diperkirakan tidak akan tercapai di tahun ini sehingga ada potensi kenaikan risiko fiskal.

"Di luar ekonomi, stabilitas politik yang belum tuntas juga turut mempengaruhi. Koordinasi antara menteri satu dengan yang lain selama ini belum nyambung. Jadi investor menerjemahkan bahwa kabinet ini belum benar-benar solid," tegas dia.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran 13.000 per dolar AS hingga 13.400 per dollar AS pada 2016. Tekanan terhadap rupiah akan lebih banyak dari faktor eksternal.

Gubernur BI, Agus Martowardojo menjelaskan, sentimen global menjadi penekan nilai tukar rupiah. Seperti tahun ini, pelemahan rupiah lebih banyak disebabkan oleh sentimen dari perbaikan ekonomi di Amerika Serikat yang berimplikasi pada penguatan dollar AS secara luas. Perbaikan ekonomi Amerika membuat dana-dana yang tadinya masuk ke negara berkembang seperti Indonesia ditarik kembali.

"Eksternal, didorong penguatan dollar AS. Kebijakan quantitave easing yang ditempuh bank sentral Eropa. Kemudian kekhawatiran negosiasi fiskal dari Yunani," ujar Agus. (Fik/Gdn)


Source: liputan6.com
Pemerintah dan BI Harus Kompak Jaga Rupiah

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi LIPI, Latif Adam mengingatkan agar Bank Indonesia (BI) dan pemerintah tidak menguras lebih banyak cadangan devisa (cadev) untuk menjaga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sepanjang tahun ini, rupiah telah melemah lebih dari 5 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Dikatakan Latif, persoalan nilai tukar adalah fenomena moneter. Depresiasi atau pelemahan kurs mata uang, termasuk rupiah, dinilainya sangat sulit dikontrol karena ada faktor eksternal yang membayangi.

"Pemerintah dan BI harus mengantisipasi agar pelemahan kurs rupiah agar tidak bermutasi menjadi krisis perbankan, krisis keuangan dan akhirnya krisis ekonomi," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Selasa (9/6/2015).

Latif mengingatkan BI dan pemerintah agar tidak jor-joran menggerus cadev Indonesia untuk mengendalikan kurs rupiah. Posisi cadev pada akhir Mei 2015 tercatat US$ 110,8 miliar atau merosot dibanding posisi bulan sebelumnya sebesar US$ 110,9 miliar.

Cadev tersebut cukup untuk membiayai 7,1 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional 3 bulan impor.

"BI dan pemerintah jangan gelap mata, artinya menggunakan cadev yang sudah susah payah dikumpulkan begitu saja untuk stabilisasi rupiah. Cadev kan untuk kebutuhan bayar utang dan biaya impor," papar Latif.

Meski begitu, dia mengapresiasi langkah BI yang sudah agresif mengimplementasikan aturan hedging atau lindung nilai bagi perusahaan, seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta. Serta melakukan transparansi perusahaan pelat merah soal valuta asing dan pengaturan loan to value.

"Bahwa langkah-langkah itu belum efektif mengendalikan kurs rupiah, perlu waktu," pungkas Latif. (Fik/Gdn)


Source: liputan6.com
Rupiah Terus Berkutat di 13.300 per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus berkutat di level 13.300 pada perdagangan Selasa (9/6/2015). Rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) masih menjadi sentimen utama yang menekan rupiah.

Melansir data valuta asing Bloomberg, pada pukul 10.47 WIB, nilai tukar rupiah menguat tipis 0,01 persen ke level 13.383 per dolar AS jika dibanding dengan penutupan sehari sebelumnya yang tercatat ada di level 13.385 per per dolar AS.

Di sesi awal perdagangan, nilai tukar rupiah berada di level 13.354 per dolar AS. Dalam perdagangan hari ini rupiah berada di kisaran 13.338 per dolar AS hingga 13.385 per dolar AS.

Sementara, Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, mencatat nilai tukar rupiah melemah 2 basis poin ke level 13.362 per dolar AS jika dibandingkan dengan perdagangan kemarin yang ada di level 13.360 per dolar AS.

Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah telah tertekan 7,3 persen sepanjang tahun ini. Di beberapa bank lokal nilai tukar rupiah telah menyentuh level 13.385 per dolar AS, yang merupakan level terendah sejak Agustus 1998.

Ekonom Utama Allianz SE, Mohamed El-Erian menjelaskan, data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu penyebab penguatan dolar AS sehingga menekan hampir seluruh mata uang di dunia termasuk rupiah.

Dengan membaiknya data tenaga kerja maka ada peluang bagi Bank Sentral AS atau The Fed untuk segera menaikkan suku bunga pada tahun ini. "Ada kemungkinan yang lebih besar The Fed akan melakukan aksi pengetatan moneter di tahun ini," jelasnya.

Menurut El-Erian, jika suku bunga The Fed naik maka akan membuat investor menata uang investasinya dan menarik dana-dana dari negara-negara berkembang untuk kembali ke Amerika.

Pelarian dana-dana tersebut sudah mulai terlihat, dalam satu pekan terakhir, investor asing terus melakukan aksi jual dalam transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan nilai rata-rata mencapai Rp 400 miliar.

PT Mandiri Sekuritas mencatat jika rupiah terus melemah dan menyentuh level 13.400 per dolar AS, ada kemungkinan dana asing sebesar RP 46 triliun yang telah masuk di beberapa surat utang Indonesia pada periode Januari dan Februari 2015 kemarin akan keluar.

Pemerintah Indonesia telah menerbitkan surat utang sebesar Rp 173 triliun dari awal tahun hingga periode Mei 2015 kemarin. Nilai tersebut sudah mendekati 50 persen dari target penerbitan pemerintah.

Analis Valuta Asing PT BNI Tbk,  Ikhwani Fauzana menjelaskan, Bank Indonesia saat ini dalam posisi yang sulit. inflasi diperkirakan akan meningkat seiring dengan adanya beberapa ancaman El Nino yang bisa mengganggu pasokan bahan makanan. Seharusnya, dengan menaikkan suku bunga acuan inflasi bisa diredam.

Namun di sisi lain, kenaikan BI Rate tersebut akan memperlambat investasi sehingga pertumbuhan ekonomi bisa melambat. Perlambatan ini ditakutkan akan membuat investor berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran 13.000 per dolar AS hingga 13.400 per dollar AS pada 2016. Tekanan terhadap rupiah akan lebih banyak dari faktor eksternal.

Gubernur BI, Agus Martowardojo menjelaskan, sentimen global menjadi penekan nilai tukar rupiah. Seperti tahun ini, pelemahan rupiah lebih banyak disebabkan sentimen dari perbaikan ekonomi di Amerika Serikat yang berimplikasi pada penguatan dollar AS secara luas. Perbaikan ekonomi Amerika membuat dana-dana yang tadinya masuk ke negara berkembang seperti Indonesia ditarik kembali.

"Eksternal, didorong penguatan dollar AS. Kebijakan quantitave easing yang ditempuh bank sentral Eropa. Kemudian kekhawatiran negosiasi fiskal dari Yunani," ujar Agus.

Agus juga menjelaskan, penguatan dollar AS bisa menimbulkan perang mata uang (currency war) antara satu negara dengan negara lain. Peluang perang suku bunga akan lebih besar jika kenaikan suku bunga The Fed dilakukan secara bertahap.

"Justru yang saya lihat, tiga tahun ke depan akan terus ada currency war karena kalau program peningkatan bunga berjalan berkala akan berdampak ke mata uang negara lain. Mata uang negara lain antara satu dengan lain akan menjaga posisi kompetitif mata uangnya, tentu perlu kami antisapasi," kata dia.(Gdn/Nrm)


Source: liputan6.com
JK Santai Tanggapi Pelemahan Rupiah

Liputan6.com, Jakarta - Pasar keuangan Indonesia tengah dilanda pelemahan akibat faktor eksternal khususnya isu kenaikan suku bunga acuan The Fed (Fed Fund Rate). Kondisi tersebut ditunjukkan dengan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke level 13.380 per dolar AS dan Indeks Harga Saham‎ Gabungan (IHSG) yang rontok hingga ke bawah level 5.000.

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf‎ Kalla terlihat tampak santai menanggapi hal ini. "Namanya saham kalau tidak naik turun bukan saham namanya. Kalau naik terus, tidak ada orang yang mau kerja lagi," kata dia usai membuka Indonesia Green Infrastructure Summit di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (9/5/2015). 

JK menilai, penyebab dari pelemahan tersebut datang dari faktor eksternal maupun internal. Dari faktor internal, tekanan terjadi karena perekonomian Indonesia sedang lesu sehingga berpengaruh terhadap industri dalam negeri dan menyebabkan timbulnya masalah pelemahan kurs.

"Maka dari itu, kami berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi dan investasi supaya ekonomi kita tetap baik. Kami harus mengubah atau memperbaiki secepatnya," tegas JK tanpa lebih detail menjelaskan upaya pemerintah untuk menstabilisasi kurs rupiah.

Terkait menurunnya pertumbuhan ekonomi dan pelemahan rupiah, Jusuf Kalla belum dapat memastikan apakah akan segera melakukan reshuffle menteri-menteri ekonomi Kabinet Kerja. Dia hanya menegaskan bahwa pemerintah mempunyai banyak cara untuk memperbaiki kondisi ini. "Banyak usahalah," ujarnya.

Pada perdagangan Selasa (9/6/2015), Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, mencatat nilai tukar rupiah melemah 2 basis poin ke level 13.362 per dolar AS jika dibandingkan dengan perdagangan kemarin yang ada di level 13.360 per dolar AS.

Melansir data valuta asing Bloomberg, pada pukul 10.47 WIB, nilai tukar rupiah menguat tipis 0,01 persen ke level 13.383 per dolar AS jika dibanding dengan penutupan sehari sebelumnya yang tercatat ada di level 13.385 per per dolar AS.

Di sesi awal perdagangan, nilai tukar rupiah berada di level 13.354 per dolar AS. Dalam perdagangan hari ini rupiah berada di kisaran 13.338 per dolar AS hingga 13.385 per dolar AS.

Sedangkan pada pembukaan perdagangan pukul 09.00 WIB. IHSG melemah 27,08 poin (0,60 persen) ke level 4.985,91. Indeks saham LQ45 turun 0,93 persen ke level 955,93.

Berdasarkan data RTI, investor asing masih melanjutkan aksi jual pada pagi ini. Investor asing melakukan aksi jual bersih sekitar Rp 80 miliar. (Fik/Gdn)





Source: liputan6.com
BI: Pencantuman Harga Barang dan Jasa Wajib Gunakan Rupiah

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP perihal Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Surat Edaran ini dikeluarkan dan mulai berlaku pada 1 Juni 2015 lalu.

Pelaksana Tugas Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Eko Yulianto mengatakan, ada beberapa hal yang diatur dalam SE ini. Pertama, soal kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI menganut asas teritorial.

Jadi, setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.

"Di area KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) untuk perdagangan bebas itu pun harus menggunakan rupiah. Dalam transaksi pembayaran, kita wajib menerima pembayaran menggunakan rupiah," ujarnya di Kantor BI, Jakarta, Selasa (9/6/2015).

Kedua, dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan rupiah, pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang dan atau jasa hanya dalam rupiah, dan dilarang mencantumkan harga barang dan atau jasa dalam rupiah dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation).

"Jadi dilarang menggunakan dual quotation. Baik untuk sewa menyewa, tarif harus menggunakan rupiah," lanjutnya.

Ketiga, untuk proyek infrastruktur tertentu yang strategis, BI mempersilahkan adanya penyesuaian. Proyek-proyek tersebut akan dilakukan penilaian oleh BI secara langsung.

"Pelaksanaan kewajiban ini dapat disesuaikan apabila dinyatakan pemerintah pusat sebagai proyek infrastruktur strategis yang dibuktikan dengan surat dari kementerian atau lembaga terkait. BI akan melakukan assessment. Pemohon bisa menyampaikan akta pendirian perusahaan, surat dari kementeriandan lembaga dan fotokopi perjanjian," tandasnya.

Sebelumnya, untuk mengukuhkan pendalaman pasar valuta asing (valas) di dalam negeri. BI telah penyempurnaan pada tiga Peraturan Bank Indonesia (PBI).

Deputi Task Force Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah mengatakan, penyempurnaan peraturan tersebut akan mendorong efisiensi pasar valas.

"Ketentuan ini diharapkan dapat mempercepat pendalaman pasar valas domestik yang antara lain ditandai oleh ketersediaan likuiditas yang memadai, kemudahan dalam pelaksanaan transaksi, harga yang wajar, dan risiko yang minimal," kata dia.

Adapun regulasi yang disempurnakan yakni PBI Nomor 17/PBI/2015 tentang Perubahan Atas PBI No 16/16/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Domestik.

Kedua, PBI No 17/ /PBI/2015 tentang Perubahan Atas PBI No 16/17/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing. Terakhir, PBI No 17/ /PBI/2015 tentang Perubahan Keempat Atas PBI No 5/13/PBI/2003 Tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum. (Dny/Gdn)


Source: liputan6.com
Kewajiban Transaksi Pakai Rupiah Wajar Diterapkan

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP mengenai Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Aturan tersebut mulai berlaku pada 1 Juni 2015 lalu.

Pelaksana Tugas Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Eko Yulianto mengatakan, Surat Edaran ini menjadi penegasan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Kewajiban ini juga telah dilakukan oleh negara lain sehingga dinilai sangat wajar untuk diterapkan juga di Indonesia.

"Jadi jelas ada instruksi menterinya dan ada undang-undang khusus. Rasanya juga tidak berlebihan. Kalau kita ke Malaysia, kita harus bertransaksi pakai ringgit, ke Australia pakai dolar Australia," ujarnya di Kantor BI, Jakarta, Selasa (9/6/2015).

Dia juga membantah bahwa SE ini keluarkan lantaran kondisi rupiah semakin melemah terhadap mata uang asing, terutama Amerika Serikat sehingga menjadi salah satu cara bagi BI untuk mendongkrak nilai tukar rupiah.

"Ini dikeluarkan pada saat rupiah melemah, saya rasa tidak ada kaitan dengan itu tetapi ini masalah kedaulatan. Tapi memang ini berdampak juga. Selama ini kan transaksi yang harusnya pakai rupiah tapi pakai valuta asing sehingga permintaan bertambah," lanjut dia.

Selain itu, mengenai anggapan bahwa kebijakan ini bisa mendorong peningkatan inflasi, Eko menyatakan pihaknya berharap dengan SE ini orang semakin sadar untuk menggunakan rupiah sehingga permintaan dolar AS semakin menurun.

"Ada anggapan kalau punya dolar lalu dikonversi ke rupiah apa tidak menambah inflasi? Kami berharap tidak ada permintaan dolar AS. Kalau ada maka ada peningkatan permintaan valuta asing. Ini yang menyebabkan tekanan," tandasnya.

SE mengenai rupiah yang dikeluarkan oleh BI tersebut mengatur tiga hal penting. Pertama, soal kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI menganut asas teritorial.

Jadi, setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.

"Di area KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) untuk perdagangan bebas itu pun harus menggunakan rupiah. Dalam transaksi pembayaran, kita wajib menerima pembayaran menggunakan rupiah," ujar Eko.

Kedua, dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan rupiah, pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang dan atau jasa hanya dalam rupiah, dan dilarang mencantumkan harga barang dan atau jasa dalam rupiah dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation).

"Jadi dilarang menggunakan dual quotation. Baik untuk sewa menyewa, tarif harus menggunakan rupiah," lanjutnya.

Ketiga, untuk proyek infrastruktur tertentu yang strategis, BI mempersilahkan adanya penyesuaian. Proyek-proyek tersebut akan dilakukan penilaian oleh BI secara langsung.

"Pelaksanaan kewajiban ini dapat disesuaikan apabila dinyatakan pemerintah pusat sebagai proyek infrastruktur strategis yang dibuktikan dengan surat dari kementerian atau lembaga terkait. BI akan melakukan assessment. Pemohon bisa menyampaikan akta pendirian perusahaan, surat dari kementeriandan lembaga dan fotokopi perjanjian," tandasnya. (Dny/Gdn)


Source: liputan6.com
Transaksi Tunai Pakai Valas, Siap-siap Penjara 1 Tahun

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan sanksi bagi pihak-pihak yang masih menggunakan mata uang asing atau valuta asing (valas) dalam kegiatan transaksi barang atau jasa di wilayah Indonesia.

Pelaksana Tugas Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Eko Yulianto mengatakan, bagi pelanggaran kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi tunai akan dikenakan sanksi pidana sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Mata Uang.

"Ada sanksi pidana kurungan maksimal 1 tahun dan membayar denda maksimal Rp 200 juta," ujarnya di Kantor BI, Jakarta, Selasa (9/6/2015).

Sementara itu, Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, Ida Dwiyanti menjelaskan, untuk pelanggaran pada transaksi non-tunai, BI berwenang mengenakan sanksi administratif seperti teguran tertulis, denda berupa kewajiban membayar sejumlah 1 persen dari nilai transaksi dan atau maksimal Rp 1 miliar hingga sanksi larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran.

"Kalau non-tunai 1 persen dari nilai transksi. Ada teguran pertama, kedua, ketiga dan sanksinya berkaitan dengan sistem pembayaran yang bersangkutan. Misalnya biasanya perusahaan menggunakan cek. Kalau (dilarangan) tidak gunakan cek lagi, sanksi ini dinilai enteng tapi prakteknya sangat berat," jelas dia.

Dalam penegakan sanksi ini, lanjut Ida, pihaknya telah berkoordinasi dengan instansi kepolisian. Dengan demikian, pemberian sanksi pidana benar-benar bisa diterapkan.

"Karena itu diatur dalam UU, maka kami akan kerja sama dengan kepolisian, jadi ada sanksi pidana. Sedangkan untuk transaksi non-tunai, ini akan membuat prioritas. Kami lihat transaksi lalu lintas devisanya. Kalau di situ bisa pakai rupiah tapi dia pakai valas kita akan onside," tandasnya.

BI telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP perihal Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Surat Edaran ini dikeluarkan dan mulai berlaku pada 1 Juni 2015 lalu.

Ada beberapa hal yang diatur dalam SE ini. Pertama, soal kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI menganut asas teritorial. Jadi, setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.

"Di area KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) untuk perdagangan bebas itu pun harus menggunakan rupiah. Dalam transaksi pembayaran, kita wajib menerima pembayaran menggunakan rupiah," ujar Eko. 

Kedua, dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan rupiah, pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang dan atau jasa hanya dalam rupiah, dan dilarang mencantumkan harga barang dan atau jasa dalam rupiah dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation).

"Jadi dilarang menggunakan dual quotation. Baik untuk sewa menyewa, tarif harus menggunakan rupiah," lanjutnya.

Ketiga, untuk proyek infrastruktur tertentu yang strategis, BI mempersilahkan adanya penyesuaian. Proyek-proyek tersebut akan dilakukan penilaian oleh BI secara langsung.

"Pelaksanaan kewajiban ini dapat disesuaikan apabila dinyatakan pemerintah pusat sebagai proyek infrastruktur strategis yang dibuktikan dengan surat dari kementerian atau lembaga terkait. BI akan melakukan assessment. Pemohon bisa menyampaikan akta pendirian perusahaan, surat dari kementeriandan lembaga dan fotokopi perjanjian," tandasnya. (Dny/Gdn)


Source: liputan6.com
Wajib Gunakan Rupiah, Bagaimana Nasib Gaji Ekspatriat?

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia No.17/11/DKSP perihal Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). SE ini dikeluarkan dan mulai berlaku pada 1 Juni 2015 lalu.

Dalam SE tersebut mewajibkan seluruh transaksi di dalam negeri baik tunai maupun non-tunai untuk menggunakan rupiah. Lantas bagaimana nasib gaji pekerja asing dan ekspatriat yang bekerja di Indonesia?

Pelaksana Tugas Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Eko Yulianto mengatakan BI akan memberikan pengecuali pada ekspatriat yang bekerja di Indonesia. Namun dengan syarat ekspatriat tersebut bekerja sebagai tenaga ahli atau mempunyai keahlian tertentu yang belum dimiliki pekerja Indonesia.

"Di wilayah NKRI, tetap harus gunakan rupiah karena ketentuan umum memang demikian. Tapi untuk ekspatriat yang tenaga ahli, yang tidak ada di sini bisa dipertimbangkan tidak gunakan rupiah," ujarnya di Kantor BI, Jakarta, Selasa (9/6/2015).

Namun, bagi ekspatriat yang bekerja dengan profesi standar dan tidak punya keahlian tertentu, maka gajinya tetap harus dibayarkan dalam rupiah. "Kalau hanya orang asing saja dan tidak punya keahlian, tidak bisa. Kalau ada profesi tertentu saja yang hanya bisa diisi oleh tenaga ekspatriat," katanya.

Sementara itu, Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ida Dwiyanti menyatakan, selama ekpatriat tersebut bekerja di Indonesia namun kontrak kerjanya dengan perusahaan asing dari negara lain, maka masih diperbolehkan menggunakan mata uang asing.

"Intinya sepanjang eksptariat melakukan kontrak dengan home office-nya di negara lain, ini boleh dibayar pakai valuta asing. Tapi kalau kontrak dengan perusahaan Indonesia, maka gajinya harus pakai rupiah," tandas dia.

Untuk diketahui, ada beberapa hal yang diatur dalam SE mengenai Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pertama, soal kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI menganut asas teritorial.

Jadi, setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.

"Di area KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) untuk perdagangan bebas itu pun harus menggunakan rupiah. Dalam transaksi pembayaran, kita wajib menerima pembayaran menggunakan rupiah," ujar Eko. 

Kedua, dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan rupiah, pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang dan atau jasa hanya dalam rupiah, dan dilarang mencantumkan harga barang dan atau jasa dalam rupiah dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation).

"Jadi dilarang menggunakan dual quotation. Baik untuk sewa menyewa, tarif harus menggunakan rupiah," lanjutnya.

Ketiga, untuk proyek infrastruktur tertentu yang strategis, BI mempersilahkan adanya penyesuaian. Proyek-proyek tersebut akan dilakukan penilaian oleh BI secara langsung.

"Pelaksanaan kewajiban ini dapat disesuaikan apabila dinyatakan pemerintah pusat sebagai proyek infrastruktur strategis yang dibuktikan dengan surat dari kementerian atau lembaga terkait. BI akan melakukan assessment. Pemohon bisa menyampaikan akta pendirian perusahaan, surat dari kementeriandan lembaga dan fotokopi perjanjian," tandasnya. (Dny/Gdn)


Source: liputan6.com