Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa bulan terakhir Bank Indonesia (BI) telah mengambil beberapa langkah yang bertujuan menahan pelemahan rupiah ke level yang lebih parah. Sayangnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tetap merosot tajam. Pada Jumat (5/6/2015), rupiah sempat menyentuh level 13.297 per dolar AS, melampaui level terparah sejak krisis finansial 1998.
Melansir data valuta asing Bloomberg, Jumat (5/6/2015), nilai tukar rupiah melemah 0,05 persen ke level 13.288 per dolar AS setelah ditutup melemah di level 13.281 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya.
Di sesi awal perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah masih berfluktuasi melemah di kisaran 13.277 per dolar AS hingga 13.297 per dolar AS. Sebagian besar analis yang disurvei Bloomberg bahkan mengatakan, rupiah dapat melemah lebih parah ke kisaran 13.500 per dolar AS di akhir tahun.
Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat nilai tukar rupiah melemah ke level 13.288 per dolar AS. Rupiah kembali melanjutkan pelemahan dari level 13.243 pada perdagangan sebelumnya.
Rupiah saat ini merupakan mata uang dengan pelemahan terparah di antara negara berkembang di kawasan Asia. Bayangkan saja, sepanjang tahun ini, rupiah telah melemah hingga lebih dari 6,5 persen.
Sementara dikutip dari Reuters, saat rupiah merosot parah pada Maret, BI mengatakan, mata uang tersebut bergerak ke arah jalur normal yang baru dan mendorong para investor untuk tidak panik.
Para analis yakin, BI tak akan berupaya terlalu keras untuk membalikan rupiah ke jalur penguatan. Pasalnya, langkah intervensi yang dilakukan BI hanya untuk mencegah volatilitas lebih besar.
Meski memang beberapa langkah telah diambil BI seperti melonggarkan aturan transaksi mata uang asing. Sementara larangan penggunaan dolar untuk transaksi lokal baru akan berlaku pada 1 Juli mendatang.
"Kami rasa BI lebih terbuka terhadap depresiasi rupiah yang terjadi secara perlahan lebih baik dibandingkan pikiran kebanyakan orang. Lagipula, BI beberapa kali mengungkapkan, pelemahan rupiah dapat membantu memangkas biaya impor dan mendorong ekspor manufaktur dan menyeimbangkan perekonomian negara," terang Ekonom Credit Suisse Santitarn Sathirathai.
Sementara menurut Ekonom Senior DBS, Philip Wee, dengan pelemahan rupiah, Indonesia bukan lagi tempat yang menarik. Saat ini pertumbuhan Indonesia mengalami perlambatan terparah sejak 2009 dengan inflasi tertinggi sejak Desember.
"Pertumbuhan ekonomi dan volume ekspor yang mengecewakan, pelemahan di pasar saham dan sedang ketar-ketir berhadapan dengan rencana kenaikkan suku bunga AS tahun ini," katanya.
Namun, Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Peter Jacobs mengatakan, Bank Indonesia akan mengawasi dan akan selalu ada di pasar guna menenangkan fluktuasi valuta asing dan harga obligasi. (Sis/Gdn)
Source: liputan6.com