Prev Juli 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
28 29 30 01 02 03 04
05 06 07 08 09 10 11
12 13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 23 24 25
26 27 28 29 30 31 01
02 03 04 05 06 07 08
Berita Kurs Dollar pada hari Jumat, 31 Juli 2015
Jelang Rilis Data Ekonomi, Rupiah Kembali Merosot

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali melanjutkan pelemahan saat penutupan Juli 2015. Pelaku pasar menantikan rilis data makro ekonomi Indonesia ditambah tren penguatan dolar Amerika Serikat (AS) menekan nilai tukar rupiah.

Mengutip data valuta asing Bloomberg, pada pukul 12.04 WIB, nilai tukar rupiah kembali melemah ke level 13.488 per dolar AS. Padahal nilai tukar rupiah sempat menguat ke level 13.473 per dolar AS pada pukul 09.15 WIB.

Rupiah dibuka melemah 18 poin menjadi 13.476 per dolar AS, dari penutupan Kamis 30 Juli 2015 di level 13.458 per dolar AS. Pada hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.464-13.497 per dolar AS.

Sedangkan kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), rupiah melemah ke level 13.481 per dolar AS pada Jumat pekan ini dari periode Kamis 30 Juli di kisaran 13.468 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan pelaku pasar masih wait and see rilis data makro ekonomi Indonesia mulai dari inflasi, pertumbuhan ekonomi kuartal II, dan neraca berjalan.

Harapan pelaku pasar tidak terlalu bagus terhadap data makro ekonomi di kuartal II 2015. Mengingat konsumsi masyarakat menurun di kuartal II yang ditunjukkan dari penjualan ritel dan otomotif. Pertumbuhan ekonomi pun diperkirakan sekitar 4,7 persen-4,8 persen pada kuartal II 2015.

Selain itu, Rully menuturkan, dolar AS makin menguat. Ketidakpastian kenaikan suku bunga Amerika Serikat menambah risiko di pasar. Hal itu membuat pelaku pasar lebih memilih pegang dolar AS ketimbang mata uang emerging market termasuk rupiah. "Rupiah ditinggalkan karena ketidakpastian kenaikan suku bunga AS," ujar Rully saat dihubungi Liputan6.com.

Pelaku pasar juga menanti realisasi belanja modal pemerintah. Saat ini realisasi belanja modal pemerintah kurang dari 30 persen. "Tekanan rupiah masih cukup besar," kata Rully.

Ekonom Bank DBS, Gundy Cahyadi memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tetap di bawah 5 persen pada kuartal II 2015. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan 4,7 persen. Sehingga pertumbuhan ekonomi berpeluang tidak lebih tinggi dari 4,9 persen sepanjang 2015. Hal itu sudah memperhitungkan belanja fiskal menjelang akhir tahun.

"Pertumbuhan ekonomi sepanjang 2015 bahkan mungkin lebih rendah, jika tidak melihat perbaikan dalam laju pengeluaran fiskal ke depan," tutur Gundy.

Meski demikian, Gundy memperkirakan, data perdagangan tetap kuat pada Juni 2015. Hal itu didukung dari impor dan ekspor tertekan. (Ahm/)


Source: liputan6.com
Menkeu: RI Tak Ada Indikasi Krisis Meski Rupiah Melemah

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menegaskan Indonesia tidak mengalami krisis meski ekonomi melambat dan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga nyaris mendekati level 13.500. Kondisi tersebut terjadi karena tren penguatan dolar AS atas hampir semua mata uang di dunia.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan tekanan kurs rupiah datang dari pemulihan ekonomi di AS serta spekulasi kebijakan kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve.

"Itu yang kita sebut sebagai mem-price in dari perkiraan tingkat bunganya naik. Jadi bunga belum naik, tapi seolah-olah sudah naik. Jika sudah naik, maka gejolaknya tidak akan sebesar hari ini," terang dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (31/7/2015).

Bambang menuturkan, penguatan dolar AS terjadi di seluruh mata uang dunia. Kondisi ini berbeda pada saat krisis 1997-1998, nilai tukar rupiah melemah sendiri terhadap dolar AS. Dia menjelaskan, inflasi ketika krisis pun meningkat tajam.

"Ini sangat beda sekali fundamentalnya, jadi tidak ada indikasi akan krisis, karena beda kondisi sekarang aman terkendali seperti inflasi. Kondisi 2008, inflasi luar biasa naik, pertumbuhan negatif sampai 14 persen, sedangkan sekarang aman meski melambat," tegas dia.

Sayang, Bambang enggan menyebutkan risiko pelemahan rupiah terhadap fiskal. Dia hanya memastikan tidak ada masalah berarti pada fiskal Indonesia mengingat harga komoditas tengah mengalami penurunan.

"Tidak ada masalah, harga segala macam lagi turun. Nanti dibilang cari untung lagi," tutur Bambang.

Mengutip data valuta asing Bloomberg, pada Jumat pekan ini pukul 12.04 WIB, nilai tukar rupiah kembali melemah ke level 13.488 per dolar AS. Padahal nilai tukar rupiah sempat menguat ke level 13.473 per dolar AS pada pukul 09.15 WIB.

Rupiah dibuka melemah 18 poin menjadi 13.476 per dolar AS, dari penutupan Kamis 30 Juli 2015 di level 13.458 per dolar AS. Pada hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.464-13.497 per dolar AS.

Sedangkan kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah melemah ke level 13.481 per dolar AS pada Jumat pekan ini dari periode Kamis 30 Juli di kisaran 13.468 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan pelaku pasar masih wait and see rilis data makro ekonomi Indonesia mulai dari inflasi, pertumbuhan ekonomi kuartal II, dan neraca berjalan. Harapan pelaku pasar tidak terlalu bagus terhadap data makro ekonomi di kuartal II 2015. Mengingat konsumsi masyarakat menurun di kuartal II yang ditunjukkan dari penjualan ritel dan otomotif. Pertumbuhan ekonomi pun diperkirakan sekitar 4,7 persen-4,8 persen pada kuartal II 2015.

Selain itu, Rully menuturkan, dolar AS makin menguat. Ketidakpastian kenaikan suku bunga Amerika Serikat menambah risiko di pasar. Hal itu membuat pelaku pasar lebih memilih pegang dolar AS ketimbang mata uang emerging market termasuk rupiah. (Fik/Ahm)


Source: liputan6.com
Ekonomi Melambat Tak Ganggu Kinerja Produsen Sepatu Nike

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi melambat ditambah nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak selalu berdampak negatif terhadap industri di dalam negeri.

Salah satu industri tidak terpengaruh pada kedua kondisi ini yaitu produsen sepatu yang memiliki orientasi ekspor seperti PT Adis Dimension Footwear.
Chairman PT Adis Dimension Footwear, Harijanto mengatakan perusahaannya merupakan salah satu produsen sepatu untuk merk Nike yang ada di Indonesia. Hasil produksinya pun 100 persen diekspor ke negara lain.

"Kalau seluruhnya ekspor tidak masalah karena harganya lebih bersaing," ujar Harijanto Tangerang, Banten, Jumat (31/7/2015).

Meski bahan baku produksi sepatunya sebagian masih bergantung pada impor, lanjut dia, namun karena ditujukan untuk pangsa pasar ekspor maka pendapatan yang diterima perusahaan pun dalam mata uang asing. "Karena ekspor ini, tidak juga tidak terganggu nilai tukar dolar, karena income kita dolar juga," kata dia.

Harijanto menjelaskan, saat ini sepatu yang diproduksi Adis Dimension Footwear 50 persen telah menggunakan bahan baku lokal. Sedangkan bahan baku yang masih harus didatangkan dari negara lain salah satunya yaitu karet sintentis.

"Bahan baku dalam negeri sudah 50 persen saat ini. Yang masih impor seperti karet sintetis. Asalnya dari macam-macam, seperti ada dari China, Korea," ujar Harijanto. (Dny/Ahm)


Source: liputan6.com