Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali melanjutkan pelemahan saat penutupan Juli 2015. Pelaku pasar menantikan rilis data makro ekonomi Indonesia ditambah tren penguatan dolar Amerika Serikat (AS) menekan nilai tukar rupiah.
Mengutip data valuta asing Bloomberg, pada pukul 12.04 WIB, nilai tukar rupiah kembali melemah ke level 13.488 per dolar AS. Padahal nilai tukar rupiah sempat menguat ke level 13.473 per dolar AS pada pukul 09.15 WIB.
Rupiah dibuka melemah 18 poin menjadi 13.476 per dolar AS, dari penutupan Kamis 30 Juli 2015 di level 13.458 per dolar AS. Pada hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.464-13.497 per dolar AS.
Sedangkan kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), rupiah melemah ke level 13.481 per dolar AS pada Jumat pekan ini dari periode Kamis 30 Juli di kisaran 13.468 per dolar AS.
Ekonom PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan pelaku pasar masih wait and see rilis data makro ekonomi Indonesia mulai dari inflasi, pertumbuhan ekonomi kuartal II, dan neraca berjalan.
Harapan pelaku pasar tidak terlalu bagus terhadap data makro ekonomi di kuartal II 2015. Mengingat konsumsi masyarakat menurun di kuartal II yang ditunjukkan dari penjualan ritel dan otomotif. Pertumbuhan ekonomi pun diperkirakan sekitar 4,7 persen-4,8 persen pada kuartal II 2015.
Selain itu, Rully menuturkan, dolar AS makin menguat. Ketidakpastian kenaikan suku bunga Amerika Serikat menambah risiko di pasar. Hal itu membuat pelaku pasar lebih memilih pegang dolar AS ketimbang mata uang emerging market termasuk rupiah. "Rupiah ditinggalkan karena ketidakpastian kenaikan suku bunga AS," ujar Rully saat dihubungi Liputan6.com.
Pelaku pasar juga menanti realisasi belanja modal pemerintah. Saat ini realisasi belanja modal pemerintah kurang dari 30 persen. "Tekanan rupiah masih cukup besar," kata Rully.
Ekonom Bank DBS, Gundy Cahyadi memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tetap di bawah 5 persen pada kuartal II 2015. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan 4,7 persen. Sehingga pertumbuhan ekonomi berpeluang tidak lebih tinggi dari 4,9 persen sepanjang 2015. Hal itu sudah memperhitungkan belanja fiskal menjelang akhir tahun.
"Pertumbuhan ekonomi sepanjang 2015 bahkan mungkin lebih rendah, jika tidak melihat perbaikan dalam laju pengeluaran fiskal ke depan," tutur Gundy.
Meski demikian, Gundy memperkirakan, data perdagangan tetap kuat pada Juni 2015. Hal itu didukung dari impor dan ekspor tertekan. (Ahm/)
Source: liputan6.com