Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah akhirnya mampu menguat setelah terus tertekan sejak akhir pekan lalu. Sentimen mendorong penguatan rupiah adalah memburuknya data ekonomi Amerika Serikat (AS) sehingga menekan dolar AS.
Data valuta asing Bloomberg, Rabu (29/7/2015), menunjukkan nilai tukar rupiah menguat ke level 13.452 per dolar AS pada pukul 10.47 WIB. Rupiah dibuka menguat ke level 13.439 per dolar AS dari penutupan perdagangan kemarin di kisaran Rp 13.465 per dolar AS. Pada hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.438 per dolar AS hingga 13.456 per dolar AS.
Sedangkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), rupiah menguat ke level 13.444 per dolar AS jika dibandingkan dengan perdagangan sehari sebelumnya yang tercatat di level 13.460 per dolar AS.
Ekonom PT Samuel Sekuritas, Rangga Cipta menjelaskan, penguatan nilai tukar rupiah seiring dengan penguatan mata uang lainnya di ASEAN. Hal tersebut terjadi karena memang dolar AS sedang tertekan akibat buruknya data-data ekonomi yang keluar pada akhir Juli 2015 ini.
"Memburuknya data ekonomi tersebut menggerus harapan akan kenaikan suku bunga AS jelas pertemuan Gubernur Bank Sentral AS," tuturnya.
Namun memang, Rangga melanjutkan, potensi volatilitas rupiah masih akan tinggi pada rupiah seiring dengan keluarnya laporan keuangan dari beberapa perusahaan yang tercatat di bursa. Dalam beberapa hari terakhir, nulai tukar rupiah memang terus tertekan. Jika dihitung dari awal Juli 2015, pelemahan rupiah berada di kisaran 1 persen.
Laporan Deutsche Bank menyebutkan bahwa selain hantaman dari luar, pelemahan rupiah juga terjadi karena adanya sentimen dari dalam negeri. Dalam dua bulan terakhir, rupiah sempat diperdagangkan di level terendah sejak krisis finansial 1998. Hingga saat ini jika dilihat dari awal tahun, nilai tukar rupiah telah melemah 9 persen terhadap dolar AS dan membuatnya menjadi mata uang dengan kinerja terparah di Asia, setelah Malaysia.
Ketidakpastian prospek politik dan ekonomi Indonesia ke depan ternyata membuat para investor khawatir. Hal itu pula yang akhirnya menekan rupiah hingga jatuh ke level 13.465 per dolar AS awal pekan ini.
"Presiden Jokowi masih bergulat mengkonsolidasikan posisinya setelah hampir setahun menjabat. Kegagalannya untuk menstabilkan koalisi, meloloskan undang-undang, dan memperbaiki lingkungan investasi lebih lanjut bisa merusak prospek jangka pendek bagi perekonomian," tulis laporan Deutsche Bank tersebut. (Gdn/Ndw)
Source: liputan6.com