Berita Kurs Dollar pada hari Senin, 27 Juli 2015 |
BEI Yakin Pasar Modal RI Masih Baik Meski Rupiah Melemah |
Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan, kondisi pasar modal cenderung masih baik kendati nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Utama BEI, Tito Sulistio mengatakan ada dua indikasi yang membuat kondisi pasar modal menunjukan kondisi stabil. Pertama, produk dari pasar modal yang terlihat masih menunjukan pertumbuhan. Kedua, minat investor asing yang masih melakukan aksi beli meski pun nilai tukar rupiah terus tertekan terhadap dolar AS.
"Investor asing masih beli, jadi beli asing dan jual sama volumenya, tapi value beda kalau dijual tinggi dibeli murah. Selama ini bagus saya masih yakin," kata dia, Jakarta, Senin (27/7/2015).
Begitu juga kondisi ekonomi. Tito menilai kondisi ekonomi Indonesia masih terlihat baik, dan itu terlihat dari porsi utang RI terhadap produk domestik bruto (PDB). "Lihat Yunani, utangnya di atas 150 persen PDB. Indonesia 24 persen terhadap PDB masih oke," ujar Tito.
Namun demikian, dia tetap meminta pemerintah menumbuhkan kepercayaan pelaku pasar untuk mendorong pasar modal RI. "Pertanyannya kuartal II bagaimana tim ekonomi. Bagaimana menaikkan kepercayaan pasar keuangan," tutur Tito.
Seperti diketahui, nilai tukar rupiah masih tertekan. Akan tetapi di awal pekan ini cenderung tipis. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah turun tipis 5 poin menjadi 13.453 per dolar AS dari periode Jumat 24 Juli 2015 di kisaran 13.448 per dolar AS.
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 7,09 persen secara year to date (Ytd) ke level 4.856,25 pada penutupan perdagangan Jumat 24 Juli 2015. Sejumlah sektor saham juga cenderung tertekan. Sektor saham tambang memimpin pelemahan sektor saham dengan susut 26,26 persen, disusul sektor saham industri dan kimia melemah 22,41 persen, dan sektor saham infrastruktur turun 12,59 persen. Investor asing melakukan aksi beli bersih sekitar Rp 3,98 triliun sepanjang 2015. (Amd/Ahm)
Source: liputan6.com
|
Dongkrak Rupiah, Pemerintah Harus Benahi Struktur Ekonomi |
Liputan6.com, Jakarta - Ekonom menganggap belum ada aksi nyata yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Padahal, langkah perbaikan nilai tukar tersebut sangat membantu kalangan pengusaha dalam mengembangkan bisnisnya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini menjelaskan, sampai saat ini pihaknya belum menemukan indikator dari pemerintah untuk membantu para pengusaha dengan memperbaiki nilai tular rupiah.
Secara lebih spesifik, Hendri mengungkapkan seharusnya selaku penggerak keputusan negara, pemerintah harus mampu membuat kebijakan perbaikan struktur ekonomi Indonesia yang lebih pasti.
"Sekarang ini sebenarnya, kalau kami melihat dari struktur ekonomi sebenarnya tidak ada faktor yang bisa membuat kita lebih optimistis terhadap rupiah. Artinya dari struktur ekonomi ini belum ada yang membuat kita besok kira-kira rupiah akan bisa menguat," kata Hendri saat ditemui di Kementerian BUMN, Senin (27/7/2015).
Pergerakan rupiah masih dikendalikan oleh faktor supply dan demand. Dicontohkannya, saat impor melambat rupiah mengalami penguatan, namun saat jatuh tempo pembayaran utang pemerintah, rupiah kembali terdepresiasi.
Hendri menilai ini menjadi kelemahan Indonesia terutama dalam hal kepastian pengusaha dalam menjalankan bisnisnya yang saat ini sangat tegantung pada pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Ini yang kami harap kepada pemerintah untuk memberikan sinyal bahwa akan ada perbaikan struktur ekonomi, sehingga penguatan rupiah bisa terlihat nyata," papar dia.
Pemerintah mengusulkan pergerakan rata-rata rupiah dalam RAPBN 2016 di level 13.500 per dolar AS, dikatakan Hendri menjadi satu indikasi bahwa tahun 2016 belum ada kepastian dari pemerintah mengenai pergerakan rupiah.
"Ya berarti tidak ada hal yang bisa diharapkan kan, memang sih kita berharap ada hal yang segera disampaikan oleh pemerintah, sehingga kita ada perbaikan struktur yang lebih baik," tutup Hendri.
Mengutip Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di awal pekan ini atau pada 27 Juli 2015 berada di level 13.453 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan akhir pekan lalu atau pada 24 Juli 2015 yang tercatat di level 13.448 per dolar AS. (Yas/Gdn)
Source: liputan6.com
|
Rupiah Melemah, OJK Siapkan Jurus Antisipasi |
Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi terkait dengan risiko melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terhadap industri keuangan khususnya industri perbankan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengatakan, OJK telah menyiapkan beberapa skenario untuk mengatasi risiko di industri keuangan akibat pelemahan rupiah. Antisipasi tersebut mulai dari risiko terendah sampai dengan yang paling sulit. "Kami selalu antisipasi kemungkinan, dengan berbagai skenario pesimistis, moderat atau optimistis" kata dia di Jakarta, Senin (27/7/2015).
Muliaman melanjutkan, OJK juga terus melakukan pemantauan kepada industri perbankan khususnya terkait struktur permodalannya. Pasalnya, risiko yang bisa disebabkan karena pelemahan nilai tukar rupiah tidak hanya risiko likuiditas saja melainkan juga risiko lainnya seperti risiko kredit bermasalah dan juga risiko kekuatan modal
"Secara rutin kami lakukan, dan secara individual kami juga lakukan. Termasuk mitigasi lembaga keuangan terhadap risiko yang berkembang. Jadi setiap hari, kami terus pantau, sehingga volatilitas tidak cuma karena nilai tukar, tapi juga suku bunga dan lain-lain," jelasnya.
Muliaman menuturkan dari segi permodalan perbankan Indonesia masih aman. Terangnya, rasio kecukupan modal perbankan nasional masih tertinggi di ASEAN. "Situasi permodalan bank cukup kuat, karena di ASEAN rasio CAR paling tinggi, jadi shock breaker kuat," tandas dia.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, naik turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebenarnya bisa dipahami dengan sangat sederhana. Ia mengibaratkan nilai tukar sama dengan barang yang tunduk dengan teori permintaan dan penawaran.
"Dolar itu seperti barang, kalau makin banyak permintaannya, akan semakin tinggi harganya. Kalau semakin sedikit permintaannya juga akan makin murah harganya," ucap Dirut Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, beberapa hari lalu.
"Kenyataan sekarang mengapa kursnya semakin tinggi karena permintaan dolar AS lebih tinggi dibandingkan dengan pasokan yang ada," sambung dia.
Budi melanjutkan, secara teori ada dua hal dasar yang mempengaruhi nilai tukar rupiah ini, yaitu neraca perdagangan atau trade balance dan selisih antara suku bunga dengan inflasi. Namun sebenarnya, di luar itu juga masih ada faktor lain yang mempengaruhi yaitu sisi psikologis.
"Ada dua hal yang menentukan kurs, pertama dari hitung-hitungan formalnya, biasanya dilihat dari trade balance antara AS dan Indonesia, juga selisih interest rate dan inflasi. Tetapi ada hal lain yang juga mempengaruhi kurs, di luar hitung-hitungan formal, yaitu dari sisi psikologi," urai dia.
Dari sisi neraca perdagangan, dolar AS akan terus menguat, ekspor barang dari Amerika ke Indonesia lebih besar jika dibanding dengan ekspor barang Indonesia ke Amerika atau impor Indonesia akan barang Amerika lebih tinggi jika dibanding dengan impor barang Indonesia oleh Amerika.
Dari sisi hitung-hitungan formal, lanjut Budi, level rupiah saat ini dinilai masih cukup wajar. Namun yang harus diwaspadai adalah sisi psikologis agar tidak membuat rupiah semakin terpuruk.
"Saya melihat kalau dari hitung-hitungan formal, angka ini sudah angka yang wajar, kurs sekarang sudah kurs yang wajar. Tetapi yang kita mesti jaga hati-hati, jangan sampai faktor psikologis bisa mempengaruhi kursnya lari ke arah yang lebih tinggi," tukas Budi. (Amd/Gdn)
Source: liputan6.com
|
Rupiah Tertekan Tak Pengaruhi Biaya Operasional PT KAI |
Liputan6.com, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) menyatakan tidak mengambil pusing terkait kondisi ekonomi Indonesia yang mengalami perlambatan hingga saat ini.
Direktur Utama KAI, Edi Sukmoro menilai meski pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat di kuartal I 2015, namun dalam kenyataannya jumlah penumpang KAI terus meningkat setiap tahunnya.
"Soal perlambatan ekonomi, saya membaca tetap ukuran KAI itu dari terjual habisnya tempat duduk, bahwa H-7 sampai H+7 lebaran semua habis, bahkan banyak yang masih mencari, jadi koneksi antara perlambatan ekonomi ke pengguna moda trasportasi tidak ada," kata Edi di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Senin (27/7/2015).
Selama mudik lebaran H-7 hingga H+7 Lebaran, KAI telah mengangkut 1,8 juta penumpang, atau naik jika dibandingkan arus mudik di periode yang sama tahun lalu yang hanya sekitar 1,7 juta penumpang.
Selama posko Lebaran, KAI telah menambah 15 rangkaian kereta untuk menampung lonjakan penumpang saat perayaan Lebaran 2015. Dirinya meyakini, kalau pun KAI menambah 5 rangkaian kereta lagi menjadi 20 rangkaian kereta, pasti tetap akan ludes terjual. "Ini sebagai bukti tidak ada pengaruh perlambatan ekonomi ke kami," tegas dia.
Namun demikian, ada beberapa pembiayaan KAI yang sedikit meningkat , yaitu dalam hal pengadaan spare part kereta api yang sebagian besar masih di dapat dengan impor. Pengadaan impor tersebut lebih besar lebih dikarenakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi sampai saat ini.
"Tapi secara keseluruhan tidak ada pengaruh besar ke kita, KAI meski kontrak dalam rupiah, tapi ada beberapa yang mengangkut logistik dalam volume dolar," ujar Edi. (Yas/Ahm)
Source: liputan6.com
|
Kebijakan Bank Sentral AS Bikin Rupiah Terus Tertekan |
Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali terdepresiasi 0,06 persen ke level Rp 13.455 per dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan tersebut merupakan dampak dari spekulasi kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve atas yang diperkirakan sebelum akhir tahun ini.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan rupiah tertekan bukan karena imbas Yunani, melainkan tren penguatan dolar AS karena sinyal kebijakan The Fed.
"Karena ada sinyal The Fed akan naikkan Fed Fund Rate sebelum akhir tahun. Itu dijadikan spekulasi oleh investor mata uang," ujar dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (27/7/2015).
Bambang mengaku, meski kurs rupiah terhadap dolar AS melemah, tapi terhadap mata uang Euro dan Dolar Australia, rupiah menguat. Penyebabnya, sambung dia, karena dolar AS dijadikan sebagai aset safe heaven.
"Tapi intinya kebijakan The Fed sudah di price in. Jadi pas (Fed Fund Rate) naik, bukan langsung yang naik luar biasa," ujar Bambang.
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI), tambah Bambang, selalu waspada dengan kondisi pelemahan tersebut. Pemerintah dan BI akan menjaga rupiah di level aman. Namun Bambang enggan menyebut level aman rupiah.
"Kita selalu waspada, karena salah satu daya tahan ekonomi kita rupiah. Kita harapkan BI juga menjaga kurs rupiah di level aman, yang penting rupiah jangan terlalu undervalue dan overvalue," cetus dia.
Dari data kurs tengah BI (JISDOR), nilai tukar rupiah hari ini terdepresiasi menjadi 13.453 per dolar AS dari periode Jumat 24 Juli 2015 di level 13.448 per dolar AS. (Fik/Ahm)
Source: liputan6.com
|
Pelemahan Rupiah Bikin Investasi Menggeliat |
Liputan6.com, Jakarta - Keterpurukan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tak selamanya berdampak buruk pada perekonomian Indonesia. Pelemahan nilai tukar rupiah diperkirakan dapat mendrong minat investasi di Indonesia.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani mengatakan, dengan menguatnya dolar AS membuat nilainya menjadi lebih besar, maka membuat biaya investasi di Indonesia, seperti tanah menjadi lebih murah.
"Investasi di dalam negeri jadi lebih murah, dia membawa dolar AS tapi membeli tanah dan pembayaran gaji pakai rupiah," kata Franky, saat memaparkan realisasi penanaman modal, di Kantor BKPM, Jakarta, Senin (26/7/2015).
Franky menambahkan, dengan menguatnya dolar AS juga akan menguntungkan produsen barang yang diekspor, karena harganya menjadi lebih tinggi. "Seperti Jepang bangun sirkuit, bahan bakunya 90 persen dari dalam negeri dan produknya itu 76 persen di ekspor, sehingga Indonesia sangat menarik untuk investasi," tuturnya.
Franky pun optimistis, realisasi investasi semester II 2015 akan lebih baik dari realisasi semester pertama 2015 sebesar Rp 259,7 triliun. "Investasi semester dua akan lebih baik karena ada program empat jangka pendek," pungkasnya.
BKPM mencatat, realisasi total investasi semester pertama 2015 mencapai Rp 259,7 triliun. Realisasi investasi tersebut meningkat 16,6 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu.
Dari sebaran investasi berdasarkan wilayah pada semester I 2015, Pulau Jawa sebesar Rp 144,5 triliun dan luar Jawa sebesar Rp 115,2 triliun. Realisasi investasi di luar Pulau Jawa meningkat sebesar 25,5 persen dibandingkan periode semester I 2014 atau Rp 91,7 triliun.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, M Azhar Lubis mengungkapkan, realisasi investasi tersebut terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 85,5 triliun, naik 17,4 persen dibanding semester I 2015 sebesar Rp 74,8 triliun. "Sedangkan Penanaman Modal Asing Rp 174,2 triliun, naik 16,1 persen dibanding semester I 2014 sebesar Rp 150 triliun," pungkasnya. (Pew/Gdn)
Source: liputan6.com
|