Prev Januari 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
28 29 30 31 01 02 03
04 05 06 07 08 09 10
11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31
01 02 03 04 05 06 07
Berita Kurs Dollar pada hari Jumat, 30 Januari 2015
Ringgit Bisa Jadi Mata Uang Paling Rapuh di Asia Tahun Ini

Liputan6.com, Jakarta - Kenaikkan suku bunga yang digawangi Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) terus menebarkan berbagai spekulasi di pasar keuangan berbagai negara. Di tengah spekulasi tersebut, dolar AS tampak terus menguat dan tentu saja menekan sejumlah mata uang di Asia serta negara berkembang lainnya.

Di tengah pelemahan mata uang Asia yang terjadi saat ini, Chief Economist ANZ for Asia Pacific Glenn Maguire memprediksi ringgit Malaysia sebagai mata uang yang paling rapuh terhadap dolar AS.

"Ringgit Malaysia akan menjadi mata uang dengan volatilitas paling tinggi tahun ini, terlebih saat menghadapi kenaikkan suku bunga AS," tuturnya saat berbincang dengan Liputan6.com seperti ditulis Jumat, (30/1/2015).

Defisit anggaran dan defisit transaksi berjalan yang dialami Malaysia masih terlalu tinggi bahkan hingga kuartal-II tahun ini. Defisit kembar tersebut yang membuat Malaysia sangat rentan terhadap potensi aliran dana keluar.

Sementara intervensi pemerintah terhadap defisit kembar tersebut masih terbilang lemah.

Maguire memprediksi gejolak aliran dana keluar tak akan terlalu parah mengganggu perekonomian Indonesia. Pasalnya, pemerintah telah meluncurkan sejumlah kebijakan yang memberikan sentimen cukup positif di dalam negeri.

Sementara pemerintah Jepang yang melihat yen melemah cukup parah terhadap dolar tampak akan segera melakukan pengaliran dana stimulus (quantitative easing) lanjutan guna menyelamatkan mata uangnya. Tahun ini, dia melihat yuan China juga kemungkinan akan ikut mengalami pelemahan. (Sis/Gdn)


Source: liputan6.com
Rupiah Loyo ke Level 12.625 per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali melemah di akhir pekan ini setelah Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) diprediksi benar-benar akan menaikkan suku bunganya tahun ini. Dalam rilis hasil pertemuannya, The Fed mengatakan, penyerapan tenaga kerja yang sangat baik dan penguatan ekonomi saat ini dapat mendorong pihaknya segera menaikkan tingkat suku bunga yang sejak 2006 dipertahankan di dekat nol.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar (JISDOR) Bank Indonesia, Jumat (30/1/2015) menunjukkan nilai tukar rupiah melemah ke level 12.625 per dolar AS. Angka tersebut melanjutkan pelemahan dari perdagangan sebelumnya di level 12.515 per dolar AS.

Data valuta asing (valas) dari Bloomberg juga menunjukkan nilai tukar rupiah tertekan 0,34 persen ke level 12.625 per dolar AS. Sejak awal perdagangan, nilai tukar rupiah terus menunjukkan pelemahan dan sempat menyentuh level 12.636 per dolar AS.

Pada sesi awal perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah tampak aktif berfluktuasi di kisaran 12.585 -per dolar AS - 12.636 per dolar AS.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta menjelaskan, nilai tukar dolar AS menguat tajam setelah rilis hasil Federal Open Market Committee tentang kenaikkan suku bunga keluar pada hari kemarin. Bersamaan dengan itu, nilai tukar rupiah melemah tajam bersama mata uang Asia lain.

Sementara sentimen dari dalam negeri, fokus para investor akan perlahan beralih pada angka inflasi dan neraca perdagangan yang akan diumumkan pekan depan.

"Rupia diprediksi masih akan terus berada di bawah tekanan dolar AS," katanya. (Sis/Gdn)


Source: liputan6.com
Suku Bunga AS Naik, Mata Uang Asia Siap Melemah

Liputan6.com, Jakarta - Dua tahun lalu, nilai tukar rupiah terkena hantaman sangat keras dari sinyal penghentian aliran dana stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed), hingga rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan terparah di Asia kala itu.

Kali ini, isu The Fed akan menaikkan suku bunganya kembali merebak dan memicu berbagai spekulasi di pasar keuangan berbagai negara, termasuk Indonesia.

Melihat kemungkinan dampak kenaikkan suku bunga AS tahun ini, Chief Economist ANZ for Asia Pacific Glenn Maguire mengatakan, negara-negara berkembang harus bergerak mempersiapkan diri dengan berbagai kebijakan ekonomis di dalam negeri.

"Kita sudah lihat gejala dari dampaknya, sudah dua tahu terakhir mata uang Asia melemah karena dolar yang terus menguat. Bagi negara-negara yang masih mengalami defisit anggaran dan defisit transaksi, mereka perlu menanam modal lebih banyak di pasar internasional," terangnya saat berbincang dengan Liputan6.com seperti ditulis Jumat (30/1/2015).

Menurutnya, saat ini yang pasti adalah dolar akan terus menguat disusul dengan berbagai kebijakan dari luar AS. Tengok saja, Bank Sentral Eropa yang berencana menggulirkan dana stimulus hingga tahun depan, dan Bank Sentral Jepang yang juga akan melanjutkan kebijakan stimulusnya.

Maguire menuturkan, 2015 akan menjadi tahun yang sangat luar biasa bagi dolar AS. Saat dolar semakin perkasa, tentu saja mata uang di Asia melemah dan menyebabkan harga aset finansialnya semakin murah.

"Namun pada saat yang sama negara-negara seperti Indonesia, India dan Malaysia memperoleh pendapatan yang lebih tinggi karena turunnya harga minyak dunia," kata Maguire.

Sejauh ini, untuk urusan pengambilan kebijakan, dia melihat Gubernur The Fed Janet Yellen sangat berbeda dengan pimpinan sebelumnya Ben Bernanke. Menurutnya, Yellen menjalin komunikasi yang sangat baik dengan para pelaku pasar sehingga apapun keputusan The Fed tampak lebih transparan.

"Yellen terkesan penuh kejutan, berbeda dengan Bernanke yang bergerak tanpa kejutan. Dia mampu menahan cukup lama demi menstabilkan inflasi dan menunggu angka pengangguran berkurang untuk memastikan ekonomi AS pulih dengan baik," pungkasnya. (Sis/Ndw)


Source: liputan6.com