Prev Febuari 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
01 02 03 04 05 06 07
08 09 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
01 02 03 04 05 06 07
08 09 10 11 12 13 14
Berita Kurs Dollar pada hari Senin, 16 Febuari 2015
Rilis Data Makro Ekonomi Beri Tenaga ke Rupiah

Liputan6.com, Jakarta - Mengawali pekan ini, rupiah cenderung menguat yang didorong sentimen rilis data ekonomi global. Ditambah perhatian pelaku pasar terhadap data ekonomi makro Indonesia.

Data valuta asing (valas) Bloomberg, Senin (16/2/2015), nilai tukar rupiah dibuka menguat ke level 12.708 per dolar Amerika Serikat (AS). Pada akhir pekan lalu ditutup ke level 12.797 per dolar AS.

Namun menjelang perdagangan siang, penguatan rupiah cenderung terbatas. Nilai tukar rupiah menguat 0,29 persen ke level 12.761 per dolar AS pukul 11.09 waktu Jakarta. Rupiah bergerak di kisaran 12.708-12.782 per dolar AS.

Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat nilai tukar rupiah ke level 12.742, atau menguat 0,21 persen. Pada perdagangan Jumat pekan lalu, nilai tukar rupiah menguat ke level 12.769 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual menuturkan, ada sejumlah faktor mendorong penguatan rupiah baik dari eksternal dan internal. Pelaku pasar memperhatikan pengumuman neraca perdagangan. Bank Indonesia memprediksi neraca perdagangan surplus, menurut David, hal itu bisa jadi sentimen positif.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor Indonesia Januari 2015 mencapai US$ 13,30 miliar atau turun 9,03 persen dibanding ekspor Desember 2014. Sementara bila dibanding Januari 2014 turun sebesar 8,09 persen.

Sementara nilai impor Indonesia Januari 2015 mencapai US$12,59 miliar atau turun 12,77 persen dibanding Desember 2014. Demikian pula jika dibanding Januari 2014 turun 15,59 persen

Selain itu, David mengatakan, defisit transaksi berjalan Indonesia relatif membaik dari US$ 6,8 miliar pada kuartal III 2014 menjadi US$ 6,1 miliar juga beri tenaga ke rupiah.

Dari sentimen eksternal, David menyebutkan, rilis data produk domestik bruto (PDB) zona Euro dan Jepang cukup positif juga jadi perhatian pelaku pasar. Tercatat PDB Jepang lepas dari resesi, dan tumbuh 2,2 persen. Akan tetapi, angka itu tidak sesuai prediksi ekonom.

"Secara umum  berita positif baik dari eksternal dan internal. Apalagi APBN-P 2015 sudah disakan jadi ada tambahan dana besar untuk pengembangan infrastruktur sehingga itu ditanggapi positif oleh pasar," ujar David saat dihubungi Liputan6.com.

DPR akhinya menyepakati rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P) 2015 yang diusulkan pemerintah. Berdasarkan asumsi yang disepakati, maka pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 1.761,64 triliun. Asumsi ini terdiri dari penerimaan dalam negeri Rp 1.758,33 triliun dan penerimaan hibah Rp 3,311 triliun.

Selain itu, belanja negara dalam APBN-P 2015 disepakati Rp 1.984,1 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.319 triliun, sedangkan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 664,6 triliun.

David menambahkan, kisruh politik antara Kepolisian Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menjadi perhatian pelaku pasar. "Namun sentimen eksternal masih dominasi perhatian pelaku pasar terutama Yunani. Karena sudah mulai ada kejelasan dari Yunani kalau secara legal tidak mungkin keluar dari zona Euro," kata David. (Ahm/)


Source: liputan6.com
Pertama Kalinya BPS Survei Pedagang Valuta Asing

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) untuk kali pertama merilis data nilai tukar eceran rupiah terhadap empat mata uang negara lain, yakni dolar Amerika Serikat, dolar Australia, Yen Jepang dan Euro. Hasil survei menunjukkan, rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS rata-rata 12.483,41 per dolar AS pada Minggu ke-IV Januari 2015. Depresiasi paling tinggi terjadi di Kepulauan Bangka Belitung.

Kepala BPS, Suryamin mengungkapkan, kurs tengah eceran rupiah sepanjang Januari ini melemah 40,06 poin terhadap dolar AS (Month to Month/MoM). Sementara pada pekan pertama Januari lalu, Kurs rupiah menguat terhadap Euro 253,64 poin atau 1,65 persen bila dibandingkan Minggu kelima Desember 2014.

"Dengan Dolar AS, rupiah lesu 1,62 persen atau 201,31 poin, terhadap dolar Australia 0,84 persen atau 84,97 poin dan Yen Jepang 1,69 persen atau 1,76 poin," tutur dia.

Suryamin menjelaskan, kurs rupiah terhadap Euro dan dolar Australia mengalami apresiasi masing-masing 7,35 persen atau 1.129,73 poin dan 1,65 persen dengan 168,44 poin. Dibanding dolar AS dan Yen Jepang, rupiah merosot 0,32 persen atau 40,06 poin dan 1,25 persen atau 1,31 poin.

"Dengan tiga mata uang lain, rupiah menguat, tapi dengan dolar AS kita melemah," tutur dia.

Jika dilihat, laju kurs tengah rupiah terhadap dolar AS di Indonesia pada Minggu kelima Januari 2015 paling melemah signifikan terjadi di Kepulauan Bangka Belitung di level Rp 12.535 per dolar AS dari 15 provinsi lain di Indonesia. Angka ini melebihi rata-rata kurs tengah Januari di 15 Provinsi  yang bergerak pada level 12.483,41 per dolar AS dan rata-rata kurs tengah Bank Indonesia di angka 12.498 per dolar AS.

Penguatan Dolar

Ekonom Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Tony Prasetyantono menjelaskan, penguatan dolar yang membuat rupiah melemah tersebut merupakan hal yang wajar. Penguatan dolar merupakan dampak dari perbaikan ekonomi setelah Amerika menjalankan kebijakan quantitive easing dengan menggelontorkan dana ke pasar dengan nilai yang cukup besar.

Sejak 2009 lalu, Bank Sentral AS terus mencetak uang yang digunakan untuk membeli surat utang dan obligasi perusahaan. Tujuan dari pembelian tersebut agar perusahaan mendapat dana segar sehingga bisa melakukan proses produksi yang dampaknya bisa menggerakkan perekonomian.

Menurut Tony, manfaat dari kebijakan tersebut telah terlihat dengan membaiknya beberapa data-data ekonomi. "Pengangguran berkurang, jadi 5,6 persen, sangat rendah. Saat krisis memuncak pengangguran sampai 10 persen," kata Tony dalam acara Economy an Business Outlook 2015, di Ritz Carlton Pasific Place, Jakarta, Senin (16/2/2015).

Selain itu, data penjualan mobil di negara tersebut juga membaik setelah sebelumnya anjlok sampai di kisaran 9 juta per tahun. Saat ini penjualan mobil di Amerika tercatat 18 juta per tahun.

Perbaikan ekonomi Amerika juga terlihat dari bursa saham yang terus meningkat. Tony menerangkan, sebelum kasus supreme mortgage, Indeks acuan bursa Amerika Dow Jones Industrial Averange (DJIA) berada di kisaran 17.000. Setelah terjadinya kasus supreme mortgage, DJIA terlempar ke level 9.000. "Hari ini sudah kembali ke level semula bahkan sudah di atasnya yaitu mencapai 18.000," paparnya.

Dengan beberapa indikasi yang memperlihatkan perbaikan ekonomi di Amerika tersebut. Investor pun berbondong-bondong menarik modal yang sebelumnya mereka taruh di negara lain untuk kembali ke Amerika. Itu yang membuat dollar menguat. (Fik/Gdn)


Source: liputan6.com
Mudahkan Pengiriman Uang, Mandiri Gandeng 7-Eleven di Hong Kong

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Mandiri Tbk berkomitmen untuk memudahkan masyarakat Indonesia di luar negeri untuk mengirimkan uang ke Tanah Air. Memenuhi komitmen tersebut Bank Mandiri bekerjasama dengan The dairy Farm Company limited, pengelola 7-eleven di Hong Kong, untuk menerima setoran pengiriman uang dari masyarakat Indonesia.

Direktur Consumer Banking Bank Mandiri, Abdul Rachman menjelaskan, kolaborasi antara Bank Mandiri dengan 7-Eleven yang saat ini memiliki lebih dari 900 gerai ini dapat memberikan solusi bagi sekitar 150 ribu Buruh Migran Indonesia dalam mengirimkan uang ke keluarga di Tanah Air.

“Melalui kerjasama ini, masyarakat Indonesia yang ingin mengirimkan uang tidak perlu datang dan mengantri di kantor bank, tetapi cukup menunjukkan kartu pembayaran yang diterbitkan dan diperoleh dari Bank Mandiri di seluruh gerai 7-Eleven di Hongkong,” kata Abdul Rachman dalam keterangan tertulis, Senin (16/2/2015).

Untuk para buruh migran Indonesia yang di Hong Kong, Bank Mandiri juga menggelar berbagai program. Salah satunya programnya adalah Mandiri Sahabatku yang bertujuan melatih kewirausahaan bagi para Buruh Migran Indonesia (BMI). Program yang digelar bersama Mandiri University ini telah diikuti oleh 6.200 buruh migran yang tersebar di Hongkong dan Malaysia sejak 2011.

Di Hong Kong, program Mandiri Sahabatku telah digelar sejak Oktober 2011 minat para buruh migran untuk mengikuti program ini cukup tinggi seperti terlihat dari terus meningkatnya jumlah peserta dari tahun ke tahun.

Saat pertama kali digelar, program Mandiri Sahabatku diikuti oleh 20 buruh migran Indonesia di Hong Kong. Saat ini, jumlah tersebut melonjak hingga 1.000 setiap penyelenggaraan (batch).

Program pelatihan kewirausahaan ini terbagi dalam 3 tahapan pelatihan, yaitu pra penempatan, penempatan dan pasca penempatan. Tahap pra penempatan diperkenalkan kepada calon tenaga kerja yang akan bekerja ke luar negeri. Selanjutnya, pada tahap penempatan di negara tujuan, para pekerja dilatih menganalisa peluang usaha, membuat rencana bisnis, motivasi dan semangat kewirausahaan.

Pasca penempatan, para pekerja migran yang mengikuti program Mandiri Sahabatku, akan mendapat pendampingan dari Bank Mandiri dalam memulai usaha dalam bentuk program Dadi Majikan yang dibimbing oleh Bapak Asuh yang berasal dari kalangan pengusaha, nasabah Bank Mandiri, alumni Wirausaha Muda Mandiri dan Dosen Mandiri University.

Peserta pelatihan Mandiri Sahabatku, lanjut Abdul Rachman,  tidak dipungut biaya atau gratis. ”Mandiri Sahabatku memiliki visi menciptakan pengusaha baru dari kalangan Buruh Migran Indonesia, sehingga mereka nantinya dapat menjadi ‘majikan’ di negeri sendiri,” ujarnya. (Gdn)


Source: liputan6.com
Rupiah Paling Tertekan di Daerah Ini

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, kurs tengah eceran rupiah sepanjang Januari ini melemah 40,06 poin terhadap dolar AS (Month to Month/MoM).  Rata-ratanya terdepresiasi ke level Rp 12.483,41 per dolar AS pada pekan IV- Januari 2015 dari realisasi Rp 12.443,35 di Minggu ke-5 Desember 2014.

Dari hasil pencacahan di lapangan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada minggu terakhir Desember dan periode yang sama Januari 2015 tercatat pelemahan paling signifikan terjadi di Provinsi Papua dan Kepulauan Bangka Belitung masing-masing Rp 12.750 dan Rp 12.535 per dolar AS.

Sementara untuk harga terendah di periode tersebut, ada di Provinsi Riau Rp 12.324,17 per dolar AS dan Provinsi Sumatera Barat di level Rp 12.375 per dolar AS pada akhir bulan lalu.

"Depresiasi rupiah terhadap dolar AS di Januari ini lebih banyak disebabkan faktor global. Tapi pelemahan rupiah juga tidak mampu mengangkat laju ekspor, karena harga komoditas masih rendah," ujar Kepala BPS, Suryamin di Jakarta, Senin (16/2/2015).

Berikut lima Provinsi yang mencatatkan depresiasi rupiah tertinggi terhadap dolar AS pada pekan terakhir Januari 2015 :
1. Kepulauan Bangka Belitung Rp 12.535 per dolar AS
2. Nusa Tenggara Barat Rp 12.525 per dolar AS
3. Sumatera Utara Rp 12.521 per dolar AS
4. Daerah Istimewa Yogyakarta Rp 12.514 per dolar AS
5. DKI Jakarta Rp 12.505,83 per dolar AS

Pada perdagangan hari ini, berdasarkan data valuta asing (valas) Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka menguat ke level 12.708 per dolar Amerika Serikat (AS). Pada akhir pekan lalu ditutup ke level 12.797 per dolar AS.

Namun menjelang perdagangan siang, penguatan rupiah cenderung terbatas. Nilai tukar rupiah menguat 0,29 persen ke level 12.761 per dolar AS pukul 11.09 waktu Jakarta. Rupiah bergerak di kisaran 12.708-12.782 per dolar AS.

Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat nilai tukar rupiah ke level 12.742, atau menguat 0,21 persen. Pada perdagangan Jumat pekan lalu, nilai tukar rupiah menguat ke level 12.769 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual menuturkan, ada sejumlah faktor mendorong penguatan rupiah baik dari eksternal dan internal. Pelaku pasar memperhatikan pengumuman neraca perdagangan. Bank Indonesia memprediksi neraca perdagangan surplus, menurut David, hal itu bisa jadi sentimen positif untuk rupiah. (Fik/Ahm)


Source: liputan6.com
BI Rate Bakal Turun pada Maret 2015

Liputan6.com, Jakarta - Chief Economist PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Anggito Abimanyu memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) 0,25 persen atau 25 basis poin (bps) pada Maret 2015.

Anggito mengatakan, perkiraan BI rate akan turun tersebut disebabkan oleh terjadinya deflasi pada  Januari 2015 sebesar 0,24 persen. "Kebijakan BI selalu lebih cepat, akan menurunkan suku bunga acuannya 25 bps, karena adanya deflasi di bulan Januari," kata Anggito, di Kantor BRI, Jakarta, Senin (16/2/2015).

Anggito menambahkan, BI akan menunggu kabar dari Badan Pusat Statistik (PBS) terkait inflasi dan deflasi pada Februari sebelum menurunkan BI rate.
Menurut Anggito, BI rate turun juga disebabkan oleh penundaan keputusan Bank sentral Amerika Serikat (AS) menunda untuk menurunkan suku bunganya.

"Maret akan diturunkan BI ratenya. Gubernur BI lebih kredibel di pasar, dan cukup memahami kondisi pasar dan mengantisipasi kondisi ke depannya seperti apa," kata Anggito.

Bank Indonesia menetapkan BI Rate sebesar 7,75 persen mulai 18 November 2014 dari periode 13 November 2014 di kisaran 7,5 persen. BI menaikkan BI Rate sekitar 25 basis poin sebagai respons atas langkah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada akhir 2014. (Pew/Ahm)


Source: liputan6.com
Soal Rupiah, Pernyataan Ekonom Ini Berbeda dengan Pemerintah & BI

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sangat dalam jika dibanding dengan mata uang lainnya di dunia. Namun pernyataan ekonom tersebut berseberangan dengan pemerintah dan juga Bank Indonesia (BI) yang menyatakan pelemahan rupiah lebih baik jika dibanding dengan mata uang negara lainnya.

Kepala Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Anggito Abimanyu menyatakan, penguatan nilai tukar dolar AS yang terjadi belakangan ini memang menekan nilai tukar dunia lainnya. Dalam hitungannya, nilai tukar rupiah tertekan lebih dalam jika dibanding dengan mata uang negara lainnya.

"Dolar menguat akibat mata uang lain melemah, tapi pelemahan kita mendalam dibanding negara lain," kata Anggito, di Kantor BRI, Jakarta, Senin (16/2/2015).

Anggito mengungkapkan, penyebab rupiah mengalami keterpurukan paling dalam dibanding mata uang lain karena pemerintah dengan Bank Indonesia memang tidak melakukan intervensi cukup besar. Hal itu dilakukan untuk memperbaiki neraca perdagangan yang masih defisit. Dengan rupiah yang melemah diharapkan ekspor dapat meningkat.

"Indonesia paling bawah paling dalam negara lain juga mengalami, karena nilai tukar dimandatkan untuk memperbaiki neraca perdagangan yang defisit," ungkap Anggito.

Hal tersebut menjadi dilematis sendiri bagi Indonesia. Pasalnya, pelemahan rupiah berimbas buruk pada sektor lain yang mengandalkan impor, sehingga membuat harga melambung. "Kondisi mata uang rupiah mengalami dilematis dari sisi nilai tukar dibutuhkan dukungan namun jika itu dilakukan maka ekspor kita yang terkendala," tuturnya.

Anggito menambahkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan berada di kisaran Rp 12.200 per dolar AS sampai Rp 12.500 per per dolar AS di tahun ini.

Pernyataan Anggito ini berseberangan dengan pernyataan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengatakan bahwa pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini belum seberapa jika dibanding dengan pelemahan yang terjadi dengan nilai tukar beberapa negara lain.

Menurut Kalla, sepanjang tahun kemarin, pelemahan nilai rukar rupiah terhadap dolar AS hanya sebesar 4 persen saja. "Kalau Jepang lebih besar, negara itu sampai 40 persen. Malaysia lebih-lebih lagi," terangnya.

Pernyataan Kalla tersebut senada dengan Bank Indonesia. Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengungkapkan, posisi rupiah saat ini dinilai lebih baik dibandingkan nilai tukar negara lain yang lebih tertekan.

"Jadi jangan hanya melihat Indonesia tapi lihat negara lain. Sekarang itu trennya penguatan dolar terhadap seluruh mata uang dunia," kata Mirza.

Mirza kemudian mencontohkan apa yang terjadi pada Desember 2014 lalu. Indonesia mencatat penurunan 0,72 persen, Brazil 3,2 persen, Turki 1,6 persen , Jepang 2 persen. (Pew/Gdn)


Source: liputan6.com