Liputan6.com, Jakarta - Panja Badan Anggaran DPR menolak usulan Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 5,6 triliun kepada PT Bank Mandiri Tbk. Mendengar keputusan tersebut, Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin angkat bicara. Pihaknya sangat menyayangkan penolakan suntikan modal melalui penerbitan saham baru (rights issue) tersebut.
"Kemungkinan pembatalan ini (PMN) tentu sangat disayangkan," kata Budi dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (5/2/2015).
Kata dia, usulan penambahan modal lewat rights issue untuk Bank Mandiri sebesar Rp 5,6 triliun rencananya akan digunakan untuk pengembangan bisnis bank pelat merah tersebut.
"Rights issue itu untuk mempersiapkan kami memenuhi kriteria Qualified ASEAB Banks (QAB) dari Indonesia, modal dalam persiapan Basel III dan pengembangan kredit termasuk menyasar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan infrastruktur," jelasnya.
QAB merupakan integrasi perbankan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Kriteria QAB mencakup persyaratan kecukupan modal, persyaratan konsolidasi dan kewenangan supervisi konsolidasi, pembatasan terhadap eksposur yang besar maupun persyaratan akuntansi dan transparansi.
Dengan pembatalan tersebut, Budi akan mencari solusi lain supaya bisa merealisasikan rencana besar Bank Mandiri. Lanjutnya, opsi yang dipilih adalah pengembangan modal dengan pemerintah termasuk mengusulkan pengurangan prosentase pembayaran dividen (pay out ratio).
"Kalau bisa dividen pay out ratio kurang dari tahun lalu yang ditarik 30 persen dari laba Bank Mandiri. Tapi kami akan diskusikan dengan Kementerian BUMN," ucap dia.
Budi pun menyoroti masalah pemangkasan PMN terhadap 35 BUMN dari Rp 48,01 triliun menjadi Rp 39,9 triliun dalam Rapat Panja PMN yang digelar tertutup kemarin (4/2/2015).
"Saya rasa dengan pengurangan total jumlah PMN, adalah lebih baik kalau PMN yang ada benar-benar bisa diberikan ke BUMN yang punya kebutuhan paling urgent," sarannya.
Seperti diketahui, keputusan Rapat Panja PMN Banggar menolak pemerintah menyuntik modal negara untuk tiga perusahaan pelat merah, yakni Bank Mandiri, PT Krakatau Steel Tbk Rp 956 miliar dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Rp 280 miliar dalam RAPBN-P 2015.
Usulan PMN PT Aneka Tambang Tbk dan Perum Perumnas pun dipotong separuh menjadi masing-masing Rp 3,5 triliun dan Rp 1 triliun dari semula Rp 7 triliun dan Rp 2 triliun. (Fik/Gdn)
Source: liputan6.com
|
Liputan6.com, Jakarta - Bank Sentral Eropa (ECB) memutuskan untuk menghentikan pasokan likuiditas kepada pemerintah Yunani. Keputusan Bank Sentral Eropa tersebut kini menjadi salah satu sentimen negatif yang menekan rupiah bersama mata uang lain di Asia.
Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Jumat (5/2/2015) menyebutkan nilai tukar rupiah melemah ke level 12.653 per dolar AS. Nilai tukar rupiah mengalami koreksi 44 poin dari level 12.609 per dolar AS.
Senada, data valuta asing Bloomberg juga menunjukkannilai tukar rupiah melemah 0,12 persen ke level 12.644 per dolar AS pada perdagangan 9:52 waktu Jakarta. Nilai tukar rupiah tercatat dibuka melemah di level 12.650 per dolar AS dari 12.630 per dolar AS pada perdagangan kemarin.
Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah masih melemah dan berkutat di kisaran 12.634 per dolar AS - 12.661 per dolar AS.
Bank Sentral Eropa menghentikan pasokan likuiditas ke Yunani akibat dilarangnya penggunaan obligasi pemerintah Yunani sebagai jaminan pinjaman. Keputusan tersebut digulirkan menjelang rencana Menteri Keuangan Yunani Yanis Varoufakis untuk bertemu dengan Presiden ECB Mario Draghi hari ini.
Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga cipta menjelaskan, nilai tukar euro terhadap dolar AS jatuh setelah Bank Sentral Eropa mengambil keputusan tersebut.
"Pelemahan euro berarti penguatan dolar AS yang tengah bergerak positif lantaran data ISM Non-Manufaktur yang membaik. Alhasil rupiah kembali mengalami tekanan dari penguatan dolar," tandasnya.
Namun, Rangga mengungkapkan, pelemahan rupiah tersebut tidak perlu dikhawatirkan karena memang sejalan dengan mata uang lainnya di kawasan Asia.
Ia menambahkan, situasi politik saat ini tidak terlalu memberikan dampak kepada pergerakan rupiah. Konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Kepolisian RI tidak terlalu dilihat oleh pelaku pasar.
Selain itu, tidak setujuinya seluruh suntikan modal ke perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diajukan oleh kementerian ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga tidak terlalu berpengaruh di pasar keuangan. (Sis/Gdn)
Source: liputan6.com
|