Prev April 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
29 30 31 01 02 03 04
05 06 07 08 09 10 11
12 13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 23 24 25
26 27 28 29 30 01 02
03 04 05 06 07 08 09
Berita Kurs Dollar pada hari Selasa, 14 April 2015
Harga Emas Terus Naik Akibat Melemahnya Dolar AS

Liputan6.com, Chicago Harga emas di divisi COMEX New York Mercantile Exchange pada perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB) naik untuk dua sesi berturut-turut ke level tertinggi dalam lebih dari empat bulan terakhir.

Seperti dikutip dari Xinhua (7/3/2014), kontrak emas paling aktif untuk pengiriman April naik US$ 11,5 atau 0,86% menjadi US$ 1.351,8 per ounce. Data statisik menunjukkan, angka tersebut merupaka nilai tertinggi untuk kontrak emas paling aktif sejak 28 Oktober 2013.

Para analis pasar mengatakan, para pedagang masih menanti sinyal dari Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) terkait penarikan dana stimulusnya. Sementara Presiden Bank Sentral New York William Dudley mengatakan, The Fed tak perlu tergesa-gesa menaikkan suku bunga jangka pendeknya mengingat ekonomi AS masih banyak menghadapi gangguan untuk bertahan pulih.

Sementara itu, Bank Sentral Eropa memutuskan mempertahankan suku bunganya pada Kamis (6/3/2014) waktu setempat. Presiden ECB masih berupaya mengatasi ancaman deflasi yang berpotensi mengurangi kesempatan penarikan dana stimulus dalam waktu dekat. Kondisi tersebut meningkatkan dolar dan menekan nilai tukar dolar AS.

Nilai tukar dolar yang lemah menarik banyak pembeli asing ke pasar emas.


Source: liputan6.com
Jokowi Jadi Presiden, Rupiah Bakal Perkasa?

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Standard Chartered Indonesia, Eric Sugandhi menilai pergerakan rupiah sangat ditentukan oleh kecepatan pelaku pasar dalam melakukan ekspektasi. Namun bagaimana prediksinya mengenai nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) apabila Joko Widodo (Jokowi) menjadi orang nomor satu di Indonesia?

Menurut Eric, sejak awal tahun usai pengumuman Jokowi sebagai calon presiden (capres), pasar melihat mantan walikota Solo itu sudah menang mutlak dari dukungan seluruh anggota parlemen fraksi Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P).

"Setelah pemilihan legislatif, partai yang menyokong Jokowi ini meraih kemenangan dengan perolehan suara 19,6 persen. Mau hasilnya valid atau tidak, tapi selisihnya memang tipis. Tapi Jokowi akan menghadapi masalah dengan anggota DPR yang tidak mendukungnya," jelas dia kepada Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Senin (7/7/2014).


Source: liputan6.com

Mata Uang Negara-negara Asia Anjlok Akibat Data Ekonomi AS

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Mata uang negara-negara di Asia mengalami penurunan mingguan terbesar dalam tiga bulan seiring sinyal pemulihan ekonomi AS memperkuat mendorong permintaan untuk dolar.

Pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia pada kuartal kedua tersebut menduduki puncak estimasi median dalam survei Bloomberg. Di mana angka rata-rata pengangguran jatuh ke posisi terendah dalam delapan bulan, menurut laporan data pemerintah AS di pekan ini.

Melansir laman Bangkok Post, Sabtu (2/8/2014), indeks spot dolar Bloomberg naik 0,9 persen dalam lima hari terakhir perdagangan, terbesar sejak November. Amerika Serikat dan Eropa meningkatkan tekanan terhadap Rusia atas Ukraina dan adabta default pada pembayaran utang di Argentina.

"Mata uang Asia semakin mengalah pada kekuatan dolar," kata Mitul Kotecha, Kepala Strategi Valuta Asing untuk Asia-Pasifik Barclays Plc.

Indeks dolar Bloomberg-JPMorgan Asia, yang melacak 10 mata uang kawasan paling aktif termasuk yen, turun 0,4 persen dari posisi pada 25 Juli. Rupee India melemah 1,8 persen untuk minggu ini, dan mencapai terendah tiga bulan dari 61,19 per dolar pada Jumat.

Mata uang baht dan ringgit masing-masing turun 1,2 persen masing-masing menjadi 32,23 dan 3.213 per dolar. Pasar keuangan Malaysia dan Indonesia ditutup selama 2 hari pada 28 Juli dan 29 untuk liburan Idul Fitri.

Namun nilai tukar rupiah pada satu bulan ke depan rupiah turun 2,3 persen dibandingkan 25 Juli, ini angka terbesar sejak November sebesar 11.910 per dolar AS.

Produk domestik bruto AS tumbuh 4 persen dari April sampai Juni, melebihi estimasi median 3 persen dari ekonom dalam survei Bloomberg dan setelah menyusut 2,1 persen pada kuartal pertama, menurut laporan.

Pengaruh lain yang mengikuti mata uang Asia adalah Argentina yang dikabarkan terancama gagal membayar utang meski ini kemudian ditampik sang Presiden negara ini.

Sementara Baht menyelesaikan penurunan terbesar selama lima hari tahun ini setelah mencapai level tertinggi dalam delapan bulan ke posisi 31,74 per dolar pada 23 Juli.

Thailand mencatat surplus current account sebesar US$ 1,8 miliar pada Juni, kelebihan pertama dalam tiga bulan, setelah impor jatuh 14,1 persen dari tahun sebelumnya.

"Surplus besar datang dari kontraksi tajam dalam impor, yang kemungkinan akan mempengaruhi perekonomian dalam jangka panjang," kata Komsorn Prakobphol, Ahli strategi investasi Tisco Financial Group di Bangkok.

Peso Filipina melemah 1,1 persen menjadi 43,685 per dolar, penurunan mingguan terbesar dalam empat bulan. Bangko Sentral ng Pilipinas menaikkan suku bunga yang membayar pemberi pinjaman untuk deposito overnight menjadi 3,75 persen dari rekor rendah sebesar 3,5 persen pada 31 Juli.

Won Korea Selatan turun 1,1 persen dalam lima hari terakhir menjadi 1.037,10 per dolar. Di tempat lain di Asia, dolar Taiwan terdepresiasi 0,1 persen menjadi 30,069, yuan China menguat 0,19 persen menjadi 6.179 dan Dong Vietnam stabil di 21,23. (Nrm)


Source: liputan6.com
Harga Minyak AS Turun Lagi Gara-gara Dolar

Liputan6.com, New York - Harga minyak Amerika Serikat (AS) kembali tertekan akibat kekhawatiran melimpahnya pasokan dan penguatan dolar AS, meski membukukan keuntungan tipis dalam perdagangan sepekan.

Dilansir dari Wall Street Journal, Sabtu (20/9/2014), harga minyak AS jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober turun US$ 66 sen atau 0,7 persen menjadi US$ 92,41 per barel di New York Mercantile Exchange. Harga minyak hanya naik 0,2 persen pada pekan ini.

Sementara harga minyak jenis Brent naik US$ 69 sen atau 0,7%, menjadi US$ 98,39 per barel di ICE Futures Europe dan naik 0,4 persen pada pekan ini.

Dolar AS diperdagangkan mendekati level tertinggi. Minyak yang diperdagangkan dalam dolar, sehingga dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal untuk pembeli yang menggunakan mata uang lainnya.

"Dolar AS membuat pasar minyak mentah turun," kata anggota Tyche Capital Advisors, Tariq Zahir.

Harga minyak telah turun lebih dari US$ 15 per barel dari lever tertinggi pada pertengahan Juni akibat kekhawatiran melimpahnya pasokan minyak global dibanding permintaan. Apalagi kekerasan di Irak, Ukraina dan di tempat lain tidak mengganggu produksi minyak musim panas ini.

Hal ini ditandai dengan rencana Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang mengisyaratkan bakal memangkas target produksinya pada pertemuan November. Produksi OPEC yang lebih rendah diharapkan bakal mendongkrak harga minyak. (Ndw)


Source: liputan6.com
Harga Emas Jatuh ke Level Terendah Dalam 8 Bulan

Liputan6.com, Chicago - Harga emas berjangka di divisi COMEX New York Mercantile Exchange turun ke level terendah dalam delapan bulan dipicu penguatan dolar Amerika Serikat (AS), didukung perbaikan ekonomi yang diharapkan mendorong Bank Sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga.

Dilansir dari Xinhua, Sabtu (20/9/2014), kontrak emas yang paling aktif untuk pengiriman Desember turun US$ 10,3 atau 0,84 persen menjadi US$ 1.216,6 per ounce. Pada pekan ini, harga emas merosot 1,2 persen dan mencetak kerugian mingguan selama tiga kali berturut-turut.


Kekhawatiran pasar untuk penguatan ekonomi di AS dan kenaikan suku bunga mempengaruhi harga emas.

Harga emas tertekan pada hari sebelumnya setelah data menunjukkan adanya penurunan klaim pengangguran AS. Ini menunjukkan pasar tenaga kerja AS sedang berada pada pijakan yang solid, ini menjadi tanda-tanda pertumbuhan ekonomi. 

Analis pasar percaya jika dolar tetap kuat dan data AS terus menjadi positif, emas akan benar-benar berada dalam masa-masa sulit.

Investor merasa lega karena Skotlandia menolak kemerdekaan dalam referendum bersejarah, menghindari gejolak keuangan.

Tak hanya emas, harga logam lainnya yaitu perak juga mengalami pelemahan. Harga perak untuk pengiriman Desember turun US$ 67,3 sen atau 3,63 persen menjadi US$ 17.844 per ounce. Platinum untuk pengiriman Oktober kehilangan 12,2 dolar atau 0,9 persen menjadi US$ 1.337,3  per ounce. (Ndw)


Source: liputan6.com
Dolar Terus Menguat, Mampukah Harga Emas Bangkit?

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas kembali tertekan turun ke kisaran US$ 1.212 per ounce pada pagi ini. Penurunan harga emas ini selaras dengan penguatan dolar Amerika Serikat (AS), di mana indeks dolar AS kembali menembus level tertinggi baru tahun ini di 85,16.

Menurut Head of Research and Analysis PT Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra, penguatan indeks dolar ini salah satunya disebabkan data penjualan rumah baru AS yang dirilis lebih bagus dari prediksi.

"Harga emas kini berada di kisaran US$ 1.214 per ounce," kata Ariston dalam ulasannya, Kamis (25/9/2014).

Pergerakan harga tersebut berada di kisaran level fibonacci retracement 78,6 persen antara US$ 1.207-US$ 1.235 per ounce yang mungkin masih menyediakan support bagi harga emas.

Ariston menjelaskan, pelemahan lanjutan harga harus menunggu penembusan kisaran support di dekat level retracement 78,6 persen tersebut di kisaran US$ 1.212-US$ 1.211 per ounce, dengan potensi target ke kisaran US$ 1.207 per ounce atau berada di level terendah sejak 22 September.

Sementara resisten terdekat di kisaran US$ 1.219 per ounce. Pergerakan ke atas resisten ini berpeluang membawa harga menguat ke arah US$ 1.224 per ounce.

Hari ini, market mover berpeluang datang dari data Durable Goods Orders dan data klaim tunjangan pengangguran mingguan AS. "Para pelaku pasar masih mewaspadai sentimen penguatan dolar AS yang akan mempengaruhi harga emas," tutur dia. (Ndw)


Source: liputan6.com
Dolar AS Melemah Dongkrak Harga Emas

Liputan6.com, Chicago - Harga emas menguat di divisi COMEX New York Mercantile Exchange pada perdagangan Senin (Selasa pagi WIB) didorong dolar Amerika Serikat (AS) melemah terhadap mata uang lainnya.

Harga emas untuk kontrak Desember naik US$ 8,3 atau 0,68 persen menjadi US$ 1.230 per troy ounce. Di pasar spot, harga emas naik US$ 7,2 ke level US$ 1.230,75 per troy ounce. Sementara itu, harga peras naik menjadi US$ 17,34 per ounce.

Adanya permintaah terhadap investasi safe-haven termasuk emas seiring aksi jual terjadi di bursa saham memberikan sentimen positif untuk emas. Demikian mengutip laman Forbes, Selasa (14/10/2014).

Secara teknikal, harga emas berjangka untuk pengiriman Desember ditutup di dekat area mid-range. Ini menunjukkan harga emas masih berpeluang turun dalam jangka pendek. Namun harga emas juga berpeluang naik dengan level resistance yang solid di kisaran US$ 1.250.

Selain itu, indeks dolar Amerika Serikat (AS) lebih rendah juga mendukung kenaikan harga emas di awal pekan. Sentimen positif lainnya didukung dari pemerintahan AS dan pasar treasury juga libur untuk memperingati hari Colombus. Ditambah tidak ada laporan ekonomi utama AS yang dirilis sehingga membuat pasar lebih tenang.

Indeks dolar AS lebih rendah pada awal pekan setelah menguat ke level tertinggi dalam empat tahun pada pekan lalu. Sementara itu, harga minyak mentak Nymex berjangka terus tertekan. Hal itu seiring adanya laporan negara-negara anggota OPEC memberikan harga diskon terhadap harga minyak untuk tetap mempertahankan pangsa pasar.

Di awal pekan ini, China mengeluarkan data ekonomi yang relatif baik. Harga impor naik 7 persen pada September 2014. Sementara itu, harga ekspor naik 15 persen. Data ekonomi China membaik ini positif untuk harga komoditas. (Ahm/)


Source: liputan6.com
Alasan Dolar AS Masih Jadi Raja Mata Uang Dunia

Liputan6.com, Jakarta Mengapa dolar Amerika Serikat (AS) terus bisa menjadi raja mata uang dunia? Pertanyaan tersebut ternyata juga menjadi teka-teki yang membuat penasaran banyak pihak, bahkan sekelas ekonom handal dan berpengalaman juga merasakan hal serupa.

Banyak ekonom mempertanyakan alasan dolar  AS masih menjadi mata uang paling berpengaruh di dunia meskipun saham gobal di AS kini tengah terkikis.

Mengutip laman CNBC, Senin (8/12/2014), Bank for International Settlements, sebuah lembaga yang dikenal sebagai banknya seluruh bank sentral di dunia merasa telah menemukan jawabannya.

"Kami berpendapat bahwa peran dolar justru tidak mencerminkan kontribusi ekonomi yang dihasilkan di berbagai negara, dengan tingkat nilai tukar dolar AS yang relatif stabil atau dikenal dengan `The Dollar Zone`," seperti tertulis dalam laporan Bank for International Settlements.

Pada 1978, sejumlah ekonom di Robert Heller dan Malcolm Knight untuk pertama kalinya berhasil menemukan fakta bahwa rata-rata 66 persen cadangan dana asing di berbagai negara di dunia disimpan dalam bentuk dolar. Bahkan hingga saat ini, jumlah tersebut belum banyak berubah dengan data statistik dari IMF yang menunjukkan sekitar 60 persen dana asing disimpan dalam bentuk dolar.

Menurut Robert McCauley dan Tracy Chan sebagai penulis laporan BIS, semakin tinggi korelasi harga antara mata uang suatu negara dengan dolar, maka semakin tinggi cadangan dana berdenominasi dolar di negara tersebut.

Laporan tersebut juga menyebutkan, dolar tetap menguat bahkan saat mata uang besar lainnya melemah hingga 18 persen sejak 1978. Dan dalam 36 tahun tersebut, kontribusi ekonomi terhadap produk domestik bruto dunia hanya melemah enam persen saja.

"`The Dollar Zone` masih berkonstribusi lebih dari setengah output perekonomian global. Di berbagi negara yang mata uangnya lebih stabil terhadap dolar daripada euro, komposisinya membuat dolar menghasilkan pendapatan yang lebih stabil khususnya untuk mata uang tersebut," ungkap kedua ekonom BIS tersebut.

Survei yang dilakukan BIS tercatat melibatkan 24 negara yang mewakili 28 persen cadangan dana asing di luar tiga negara dengan perekonomian terbesar dunia. Sampel sektor swasta juga dilibatkan dengan pola simpanan cadangan dana asing serupa. (Sis/Ndw)


Source: liputan6.com
BI & BUMN Jangan Jadi Spekulan Pemborong Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah terjadi akibat ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Permintaan terutama dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ‎yang tercatat banyak membutuhkan dolar AS untuk pembayaran utang, importasi bahan baku dan sebagainya.

"Sebenarnya kurs rupiah melemah karena kebutuhannya yang banyak. Salah satu entitas yang perlu dolar banyak adalah BUMN, seperti PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persen) dan lainnya," ungkap Pengamat LIPI, Latif Adam kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (16/3/2015).

Perusahaan pelat merah ini, ‎tambah dia, menyimpan dolar AS sebanyak-banyaknya sebagai antisipasi depresiasi rupiah lebih dalam. BI, disarankan seharusnya dapat mengimbau BUMN agar tidak terlalu ketar-ketir hingga menyetok dolar AS secara berlebihan.

"Stok valas penting, tapi jangan berlebihan lah. BI dan BUMN jangan sampai bertindak seperti spekulan yang ketakutan dolar akan menguat terus," paparnya.

BUMN, tegas Latif, diminta untuk melakukan lindung nilai (hedging) untuk mengurangi risiko rugi kurs akibat pelemahan rupiah. "BUMN juga harus mengikuti prudential. Tidak terlalu stok banyak valas karena risiko sudah di hedging," cetus dia.

‎Dirinya menilai, di tengah anomali pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS, cadev Indonesia justru mengalami peningkatan menjadi US$ 115,5 miliar di posisi Februari 2015 dibanding Januari ini sebesar US$ 114,25 miliar. Hal ini, kata dia mengindikasikan bahwa intervensi Bank Indonesia (BI) di pasar valas belum optimal.

BI, kata dia, beralasan, tetap ada di pasar untuk menjaga volatilitas rupiah agar tidak naik turun terlalu tajam. Namun Latif berpendapat, pelemahan kurs rupiah hingga menembus angka lebih dari Rp 13.000 per dolar AS sudah sangat meresahkan. "Level itu sudah undervalue sangat mengganggu sektor riil," tegasnya.

Dia berharap, BI mengimbangi paket kebijakan pemerintah dengan upaya di bidang moneter. Contohnya, sambung Latif, BI harus mampu mengucurkan valas lebih besar sesuai dengan kebutuhan. Artinya terukur.

"‎BI nggak mau juga cadev terkuras secara signifikan. Jadi harus punya itung-itungan untuk menstabilkan kurs rupiah, berapa valas yang harus digelontorkan," kata Latif. (Fik/Nrm)


Source: liputan6.com
Dolar Perkasa, TKW Selamatkan Peso Filipina

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Bidang Pengawasan Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mulya E Siregar menyatakan, hanya mata uang Filipina yang kuat menghadapi kekuatan dolar Amerika Serikat (AS) di kawasan Asia Tenggara.

Mulya mengatakan, kekuatan mata uang Filipina terhadap dolar disebabkan cadangan devisa yang kuat. Cadangan devisa itu berasal dari remitensi tenaga kerja yang bekerja di luar negeri.

"Di Asia Tenggara, mata uang Filipina menguat karena punya cadangan devisa kuat dari remiten TKW," kata Mulya, di BTN Tower, Jakarta, Rabu (18/3/2015).

Mulya menambahkan, sisi lain Indonesia tidak memiliki devisa cukup untuk dijadikan benteng pertahanan di tengah terpaan penguatan dolar AS. "Sementara Indonesia defisit dari neraca transaksi berjalan. Ini gejala global," ungkapnya.

Mulya mengungkapkan, penguatan mata uang Amerika Serikat tersebut disebabkan oleh melemahnya harga komoditi terutama harga minyak dunia yang sempat menyentuh level terendah.

"Memang sekarang ini melemahnya harga komoditi terjadinya penguatan dolar Amerika Serikat. Pengaruh turunnya harga minyak menguatkan dolar menguat semua kena dampak," tutupnya.

Sejumlah mata uang berkembang melemah terhadap dolar AS, meski demikian ada sejumlah mata uang yang masih perkasa. Mata uang yang menguat terhadap dolar AS antara lain dolar Taiwan naik 0,36 persen, rupee India naik 0,43 persen, baht Thailand menguat 0,73 persen, dan peso Filipina mendaki 0,81 persen. (Pew/Ahm)


Source: liputan6.com
Harga Minyak Tergelincir Imbas Penguatan Dolar AS
Harga minyak pada perdagangan Selasa (Rabu pagi) tercatat anjlok selama dua hari berturut-turut akibat penguatan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang negara lain. Selama setahun, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) tercatat naik 7,2%. Sementara harga minyak jenis Brent merosot 0,3%.

Dikutip dari Xinhua, Rabu (1/1/2014), harga minyak mentah jenis WTI untuk pengiriman Februari di New York Merchantile Exchange turun US$ 87 sen menjadi US$ 98,42 per barel. Sementara minyak jenis Brent juga tercatat merosot US$ 41 sen menjadi US$ 110,8 per barel.

Kuatnya nilai tukar dolar AS memicu penurunan investasi di sektor minyak khususnya bagi para investor yang menggunakan mata uang lain dalam perdagangannya.

Nilai tukar dolar menguat akibat didorong data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang cerah. Sementara itu, menurut data yang dirilis S&P 500,harga-harga rumah di AS terus melonjak naik sejak Oktober.

Peningkatannya mencapai 13,6% dan merupakan kenaikan harga tertinggi sejak Februari 2006. Peningkatan indeks saham perumahannya juga tercatat melampaui ekspektasi.

Sementara itu, surat utang bertenor 10 tahun naik 3% pada perdagangan Selasa. Peningkatan tersebut menandakan adanya pertumbuhan ekonomi AS. Selain itu Bank Sentral AS (The Fed) dapat mengurangi stimulusnya secara bertahap.

Badan resmi energi AS, EIA akan merilis data statistiknya mengenai pasokan minyak mentah negaranya hingga 27 Desember tahun ini. Para analis memprediksi, dalam laporan pemerintah tersebut, terdapat penurunan pasokan selama lima mggu berturut-turut sebanyak 2,9 juta barel.(Sis/Shd)

Baca Juga

Harga Minyak Anjlok Diserang Aksi Ambil Untung

Stok AS Terkikis, Harga Minyak Dunia Naik

Harga Minyak Naik Terpicu Konflik di Sudan Selatan


Source: liputan6.com
Tarif Hotel Pakai Dolar, Pengusaha: Bukan Karena Tak Cinta Rupiah
Masih banyaknya pengelola hotel yang memasang tarif kamar menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) mendorong transaksi rupiah semakin melemah di negeri sendiri. Hal ini memicu  keterpurukan nilai tukar rupiah.

Menurut Direktur Perencanaan dan Risiko PT Dyandra Promosindo, Daswar Marpaung, penggunaan tarif kamar dalam denominasi dolar AS lebih dikarenakan permintaan pelanggan. Contohnya hotel-hotel yang berada di daerah wisata favorit wisatawan mancanegara (wisman) seperti Bali, Lombok, dan lainnya.

"Di Bali, kebanyakan pengelola pakai tarif kamar dolar AS karena daerah itu jadi destinasi dari seluruh dunia. Orang asing tidak punya rupiah. Bukan karena kita tidak menghargai rupiah, tapi karena ingin memenuhi permintaan klien," ungkap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Senin (17/2/2014).

Dolar, kata Daswar, menjadi patokan dalam menentukan tarif kamar hotel yang dimiliki perseroan, yakni Amaris Hotel dan Santika Hotel.

"(Dolar) cuma sebagai banchmark saja supaya kami bisa tentukan tarifnya, tapi kami pasang tarif pakai rupiah dan penerimaan kami juga dalam bentuk rupiah," tuturnya.

Dia mengakui, penguatan dolar AS berimbas terhadap kenaikan biaya konstruksi pembangunan hotel sekitar 15% sampai 20%. Meski begitu, dia menegaskan bahwa pihaknya sangat siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

"Kami sangat siap bersaing dengan pengelola atau pengusaha hotel dari luar negeri. Tapi kami sudah melakukan persiapan mulai dari peningkatan skill sumber daya manusia sampai penambahan hotel di tahun-tahun mendatang," papar Daswar.

Sebelumnya, Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Gatot M Suwondo menghimbau kepada seluruh pemilik atau pengelola hotel di Indonesia supaya tidak memasang tarif (rate) kamar dalam bentuk denominasi dolar AS. Hal ini akan menyebabkan adanya transaksi pertukaran rupiah ke dolar AS.

"Semaksimal mungkin pakailah rupiah dalam setiap transaksi di dalam negeri, seperti transaksi di pelabuhan, penjualan properti sampai pemasangan rate kamar hotel. Cintailah rupiah," tukasnya.

Pemerintah pun berupaya menertibkan transaksi arus barang menggunakan mata uang dolar AS di pelabuhan Tanjung Priuk.
"Kami akan menertibkan penggunaan dolar AS yang lebih dominan dalam segala bentuk transaksi di pelabuhan Tanjung Priok," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat.

Paska penertiban, dia bilang, setiap transaksi di pelabuhan yang berlokasi di Utara Jakarta ini harus menggunakan mata uang rupiah. Dengan penertiban ini, penggunaan rupiah di dalam negeri akan meningkat.

"Karena dalam Undang-undang (UU) juga menyebutkan bahwa transaksi di dalam negeri harus menggunakan mata uang rupiah," jelas Hidayat. (Fik/Ndw)
Source: liputan6.com