Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengubah batas nilai maksimum pembelian valas melalui transaksi spot yang dilakukan tanpa keperluan tertentu (underlying) dari sebelumnya sebesar US$ 100 ribu per bulan, per nasabah/pihak asing menjadi sebesar US$ 25 ribu atau ekuivalennya per bulan per nasabah.
Dengan demikian, pembelian valas di atas US$ 25 ribu diwajibkan memiliki underlying transaksi berupa seluruh kegiatan perdagangan dan investasi. Selain itu, BI mengatur pula kalau apa bila nominal underlying transaksi tidak dalam kelipatan dolar Amerika Serikat (AS) maka akan dilakukan pembulatan ke atas dalam kelipatan 5.000 dolar AS.
"BI menegaskan kalau transaksi yang memiliki underlying seperti keperluan impor barang, membayar uang sekolah dan biaya pengobatan di luar negeri, atau pembayaran utang luar negeri, tidak akan diberlakukan pembatasan," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara, seperti dikutip dari siaran pers, yang ditulis Sabtu (29/8/2015).
Kegiatan pembatasan pembelian valas transaksi tanpa underlying itu dilakukan oleh BI sebagai upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah mengingat masih banyak terdapatnya permintaan valas yang tidak terkait langsung dengan kegiatan ekonomi riil yang menyebabkan ketidakseimbangan permintaan dan penawaran di pasar valas, dan mengarah pada kegiatan spekulasi.
"Sehubungan dengan hal itu, Bank Indonesia melakukan perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia tentang transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank dengan pihak domestik dan pihak asing. Perubahan itu antara lain mengatur penurunan nilai transaksi spot yang diwajibkan untuk memiliki underlying transaksi," kata Tirta.
Sejalan dengan pengaturan sebleumnya, cakupan pengaturan ambang batas (treshold) itu selain mengatur transaksi nasabah kepada bank juga mengatur transaksi antara nasabah kepada kegiatan penukaran valuta asing (KUPVA) Bank dan KUPA bukan bank.
"Dengan ada penyempurnaan ketentuan ini diharapkan kondisi pasar valuta asing domestik akan lebih stabil dalam memenuhi kebutuhan riil masyarakat terhadap valuta asing untuk mendukung aktivitas ekonomi," tutur Tirta. (Ahm/Gdn)
Source: liputan6.com