Prev Agustus 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
26 27 28 29 30 31 01
02 03 04 05 06 07 08
09 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 31 01 02 03 04 05
Berita Kurs Dollar pada hari Kamis, 27 Agustus 2015
Selain Dolar AS, Euro dan Yuan Harus Jadi Mata Uang Internasional

Liputan6.com, Jakarta - Mata uang Yuan China saat ini tengah menjadi bahan perbincangan hangat di seluruh dunia. Yuan bahkan disebut-sebut akan mendampingi atau menggantikan dolar Amerika Serikat (AS) sebagai mata uang internasional.

Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Orde Baru, Fuad Bawazier usai Diskusi "Rupiah Terkapar, Bagaimana dengan Bisnis?" mengungkapkan, dunia ini perlu mempunyai tiga mata uang internasional.

"Jangan cuma dolar AS yang jadi mata uang dunia, sekurang-kurangnya dunia ini perlu tiga mata uang demi kestabilan ekonomi global," tegas dia saat berbincang di Jakarta, Rabu (26/8/2015) malam.

Fuad menyebut, tiga mata uang itu adalah dolar AS, Yuan China dan Euro Eropa. Lebih jauh dijelaskannya, perekonomian di zona Eropa diharapkan segera membaik sehingga mata uang Euro kembali bangkit.

"Sudah pernah dicoba Euro jadi mata uang dunia, tapi kurang kuat dan bermasalah karena terlalu banyak negara di dalam zona Eropa. Tapi harapannya ekonomi Eropa lekas stabil," ujar Fuad yang kini sibuk sebagai Pengamat Ekonomi itu.

Sementara Yuan China, kata Fuad, sudah sangat siap menjadi mata uang internasional karena dukungan kekuatan perekonomian Negeri Tirai Bambu yang mencatatkan Product Domestic Bruto (PDB) di atas 20 persen dari total PDB dunia.

"Yuan China sudah mulai menjadi super power. Dan AS dengan dolarnya juga ditopang kedigdayaan ekonomi AS yang besar. Jadi perlu ada Euro, Yuan dan dolar AS sebagai mata uang dunia," ucapnya.

Selama ini, sambung Fuad, mata uang dunia hanya tunggal yakni dolar AS sehingga seluruh negara bergantung pada AS dan Bank Sentralnya The Federal Reserve. Dengan begitu, tambah dia, ketika ada kebijakan dari The Fed, maka seluruh dunia goyang.

"Kalau cuma satu mata uang, tunggal dolar AS sebagai mata uang internasional, maka gonjang ganjing akan semakin parah," terang dia.

Lalu apa dampaknya bagi Indonesia apabila mata uang Yuan, dolar AS dan Euro resmi menjadi mata uang dunia?

"Ekonomi kita akan lebih stabil, karena kita punya cadangan devisa dari tiga mata uang tersebut, lebih bervariasi. Jadi kalau ada sentimen negatif, Indonesia tidak terlalu parah gonjang ganjingnya," tandas Fuad. (Fik/Gdn)


Source: liputan6.com
Ada Intervensi, Rupiah Kembali Menguat ke 14.040 per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar Rupiah menguat secara teknikal pada perdagangan Kamis (27/8/2015). Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersiap dengan kebijakan percepatan ekonomi untuk meningkatkan investasi menopang penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah menguat 0,39 persen berada pada kisaran level 14.078 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pukul 14.11 WIB. Sejak pagi hingga siang ini, nilai tukar rupiah berada di kisaran 14.049 per dolar AS hingga 14.149 per dolar AS. Rupiah dibuka susut 37 poin menjadi 14.096 per dolar AS dari 14.133 per dolar AS. Pada pukul 09.30 WIB, Rupiah sempat sentuh 14.149 per dolar AS. Perdagangan sore, nilai tukar rupiah menguat di kisaran 14.040 per dolar AS.

Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah melemah tipis 0,18 persen menjadi 14.128 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 14.102 per dolar AS.

Sebelumnya Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan menteri ekonomi akan memaparkan rincian kebijakan baru tax holiday.

"Kami melihat dukungan bagi nilai tukar Rupiah setelah anjlok cukup tajam," kata Khoon Goh, Analis Australia and New Zealand Banking Group Ltd.

Khoon Goh juga mengatakan pemerintah cukup peduli atas melemahnya mata uang rupiah. Hal itu melihat pemerintah sedang mempersiapkan beberapa jenis kebijakan pajak untuk korporat dan investor untuk membawa dolar Amerika Serikat.

Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS telah tertekan sekitar 14 persen sepanjang 2015. Hal itu dikarenakan harapan kenaikan suku bunga AS dan devaluasi mata uang China Yuan. (Ilh/Ahm)

 


Source: liputan6.com