Prev Agustus 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
26 27 28 29 30 31 01
02 03 04 05 06 07 08
09 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 31 01 02 03 04 05
Berita Kurs Dollar pada hari Rabu, 26 Agustus 2015
Rupiah Terus Melemah, Pemerintah Tak Boleh Intervensi BI

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai saat ini bergerak melemah dengan masih berkutat di level 14.000 per dolar AS. Anggota DPR RI dari Komisi XI‎, Johnny G Plate‎ mewanti-wanti kepada pemerintah untuk tidak menginterfensi Bank Indonesia (BI) terkait adanya pelemahan nilai tukar tersebut.

"Pemerintah tahu otoritas moneter kita ada di BI, dan BI sesuai UU harus independen, pemerintah tidak boleh intervensi BI, yang bisa lakukan adalah koordinasi terpadu di Institusi moneter kita yaitu BI dengan Kementerian Keuangan dan OJK," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com yang ditulis Rabu (26/8/2015).

Dijelaskannya juga, terkait intervensi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak bisa melakukan audit‎ begitu saja seperti apa yang diusulkan beberapa anggota DPR RI lainnya.

Johnny berpesan kepada seluruh istansi untuk saat ini lebih baik bersatu, bekerjasama, dan lebih memberikan kepercayaan penuh kepada otoritas moneter independen Indonesia‎, seperti Bank Indonesia dalam menjalankan fungsinya.

"Kami menggarisbawahi sinergi nasional komitmen bangsa kita itu penting, pemerintah, eksekutif, legislatif, harus bersatu, untuk itu maka segenap kebijakan kita harus bersatu padu demi menjaga ketahanan ekonomi kita agar pelemahan rupiah tidak terus berlanjut," seru Johnny.

Seperti diketahui sebelumnya, kekompakan dalam menghadapi kondisi ekonomi saat ini bukan hanya diungkapkan oleh Johnny, beberapa anggota DPR lainnya dalam sidang paripurna juga mengungkapkan hal yang sama.

Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun mengungkapkan kondisi rupiah yang telah melampaui titik terendah selama lima tahun terahir ini jangan justru dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik.

"Kita harus berikan kebebasan kepada Pemerintah dan Bank Indonesia untuk melakukan aksinya dalam mengendalikan ini semua, kita harus percaya kepada mereka, kita harus kerjasama, jangan malah dimanfaatkan untuk kepetingan politik," kata Misbakhun.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR Ri, Ruhut Sitompul. Dia menilai DPR harus menjadi mitra pemerintah untuk terus memberikan dukungan dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada, termasuk saat ini masalah ekonomi.

Bukan saatnya DPR dan pemerintah untuk saling menyalahkan mengenai kodisi ekonomi Indonesia saat ini. Dia menekankan ini bukan menjadi pekerjaan Pemerintah saja, melainkan ini juga menjadi pekerjaan DPR RI dan semua elemen pemerintahan lainnya.

"Alahkah indahnya pembicaraan di paripurna ini, saya dari fraksi Demokrat menyampaikan jangan ada dusta di antara kita, mari kita dengan semangat kebersamaan antara pemerintah dan DPR berpegangan tangan, apa yang dialami masyarakat Indonesia, masalah ekonomi masalah yang berat, makanya kita saling isi mengisi," papar dia. (Yas/Gdn)


Source: liputan6.com
Pelemahan Rupiah Pukul Bisnis Penerbangan

Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membawa dampak buruk bagi industri penerbangan di Tanah Air. Pasalnya, sebagian besar biaya operasional industri penerbangan menggunakan dolar AS.

Sekretaris Jenderal Indonesian National Air Carrier Assosiation (INACA), Tengku Burhanuddin mengatakan, anjloknya nilai tukar rupiah ini semakin memberatkan maskapai-maskapai yang beroperasi di Indonesia.

Pasalnya, maskapai-maskapai tersebut banyak membutuhkan dolar AS untuk membayar sewa pesawat, perawatan hingga membayar gaji awak kabin, seperti pilot.

"Dampaknya berat, karena komponen dolar AS itu besar. Karena untuk sewa pesawat, asuransi, ground handling, bayar pegawai, maintanance dan lain-lain. Sedangkan transaksi pembelian tiket dalam rupiah. Ini mempengaruhi maskapai," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (26/8/2015).

Dia menjelaskan, meski harga avtur mengalami penurunan seiring dengan anjloknya harga minyak dunia, namun hal tersebut tidak dapat membantu meringankan beban yang harus ditanggung oleh maskapai akibat pelemahan rupiah ini.

"Memang avturnya turun tapi dibelinya tetap dengan dolar AS jadi dalam rupiah tetap tinggi. Yang tadinya US$ 100 per barel sekarang US$ 50 per barel, tetapi tetap kita kan konvert dalam rupiah. Yang tadinya Rp 10 ribu jadi Rp 14 ribu kan hampir ekuivalen," jelas dia.

Burhanuddin berharap, ekonomi Indonesia segera membaik. Dengan demikian diharapkan akan berimbas pada penguatan dan kestabilan nilai tukar rupiah sehingga semua sektor bisnis termasuk bisnis penerbangan juga kembali bergairah.

"Yang penting ekonomi kita dulu diperbaiki, semua (sektor bisnis) kan tergantung pada ekonomi Indonesia. Kalau ekonomi stabil, akan lebih mudah. Tetapi kalau tidak stabil seperti sekarang kita melihat harus mewaspadai. Jadi semua korelasinya ada pada ekonomi kita," tandasnya.

Untuk diketahui, Berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, nilai tukar rupiah pada Rabu (26/8/2015) dipatok di angka 14.102, per dolar AS. Melemah jika dibandingkan dengan perdagangan sehari sebelumnya yang ada di level 14.067 per dolar AS. Sejak awal tahun, rupiah telah melemah lebih dari 12 persen. (Dny/Gdn)


Source: liputan6.com
China Pangkas Suku Bunga, Rupiah Bertahan di 14.100 per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Rupiah belum mampu menguat pada perdagangan Rabu (26/8/2015). Langkah Bank Sentral China memangkas suku bunga acuan justru membuat nilai tukar rupiah semakin tenggelam. 

Mengutip Bloomberg, nilai tukar berada pada kisaran level 14.100 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pukul 10.30 WIB. Sejak pagi hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah berada di kisaran 14.085 per dolar AS hingga 14.110 per dolar AS.

Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tergerus 0,2 persen menjadi 14.102 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 14.062 per dolar AS.

People`s Bank of China (Bank Sentral China) telah memotong suku bunga acuan untuk simpanan berjangka satu tahun sebesar 25 basis poin menjadi 4,6 persen. Selain itu, mereka juga mengurangi persyaratan rasio cadangan yang harus disiapkan oleh perbankan sebesar 50 basis poin ke level 18 persen. 

Analis pasar uang PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan, pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral China berdampak negatif kepada rupiah. Pasalnya, kebijakan tersebut membuat nilai tukar yuan terhadap dolar AS melemah yang kemudian diikuti dengan mata uang negara-negara Asia lainnya termasuk rupiah. 


Langkah yang dilakukan oleh Bank Sentral China tersebut sebenarnya mempunyai dampak positif bagi perekonomian global. Dengan penurunan suku bunga tersebut diharapkan bisa mendorong perekonomian negara tersebut sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional juga. 

sementera itu, Bank sentral AS The Fed masih ragu manaikan suku bunganya. "Dari rilis notulen pertemuan bank sentral AS menunjukkan kalau The Federal Reserves belum yakin untuk menaikkan suku bunga sehingga kembali menimbulkan ketidakpastian," ujar Rully saat dihubungi Liputan6.com.

Di sisi lain, rupiah mendapat dukungan positif dikarenakan mulai direalisasikannya belanja modal Pemerintah. "Mulai direalisasikan belanja modal pemerintah" kata Rully.

Ia melanjutkan, harus ada sentimen positif dari dalam negeri untuk menahan rupiah tidak jatuh terlalu dalam. (Ilh/Gdn)


Source: liputan6.com
Wagub DKI Sindir Pengusaha yang Sering Mengeluh Soal Rupiah

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat turut berkomentar akibat pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang sangat mempengaruhi biaya produksi para pengusaha di Indonesia.

Menurut Djarot, hal yang harus diakukan saat ini bukan hanya mengkritisi pemerintah dan menuntut kebijakan-kebijakan yang menguntungkan sepihak, namun sebagai pengusaha harus berfikir cerdas dalam membantu pemerintah keluar dari gejolak ekonomi global saat ini.

‎"Perusahaan yang besar-besar itu, keuntungannya menurun sedikit saja mengeluh-mengeluh terus, padahal masih untung, terus daiambil untungnya untuk CSR saja ngeluh sekali, aduh. Apa ini watak bangsa kita?" kata Djarot saat menghadiri Rakerda II Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta di Hotel Amoz Cozy, Jakarta, Rabu (26/8/2015).

Djarot justru memberikan apresiasi bagi para pengusaha-pengusaha kecil seperti Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM) yang dilihatnya justru tidak pernah mengeluh, dan memiliki banyak inisiatif.

Satu hal yang menjadi nilai positif bagu UMKM dikatakan Djarot para pengusaha kecil justru memiliki kekuatan kebersamaan yang luar biasa, sehingga mempermudah dalam menghadapi setiap masalah yang timbul.

"‎Ada industri kratif kayu di Jakarta ini di satu tempat, beberapa mereka itu saling sinergis membentuk paguyupan, koperasi, merka tidak mengeluh, dan tangguh, kan ada kesatuan‎," tegasnya.

Untuk itu Djarot meminta kepada para pengusaha untuk terus berfikir dan berperilaku optimis dalam menghadapi persoalan ekonomi yang terjadi di Indonesia, termasuk pelemahan rupiah terhadap dolar AS.

Mengutip Bloomberg, nilai tukar berada pada kisaran level 14.100 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pukul 10.30 WIB. Sejak pagi hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah berada di kisaran 14.085 per dolar AS hingga 14.110 per dolar AS.

Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tergerus 0,2 persen menjadi 14.102 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 14.062 per dolar AS. (Yas/Gdn)


Source: liputan6.com
Fenomena Super Dolar AS Bakal Segera Berakhir?

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini sebagian besar negara berkembang di dunia tengah mengalami pelemahan nilai tukarnya. Hal itu lantaran fenomena super dolar Amerika Serikat (AS) seiring perbaikan ekonomi AS.

Vice President Research & Analysis Asia Securities, Nico Omer mengungkapkan fenomena super dolar AS tersebut tidak akan bertahan lama. Dia memperkirakan‎ akan terjadi pelemahan dolar saat AS melakukan stimulus tambahan dalam bentuk pencetakan uang (QE4).

"Kenapa mereka akan begitu? Jangan kaget, karena Amerika Serikat sebentar lagi akan masuk ke resesi berikutnya dan pasar sekarang kelihatannya sudah mendiscounter pasar saham yang anjlok kemarin‎," kata Omer di Jakarta, Rabu (26/8/2015).

Dengan ada resesi tahap berikutnya itu, lanjut Omer, Bank Sentral AS (The Federal Reserve) akan kembali khawatir dengan koreksi bursa saham itu dan pada akhirnya melonggarkan kebijakan moneternya kembali dalam bentuk QE4. "Oleh karena itu, pada akhirnya dolar AS akan melemah kembali, dan rupiah akan menguat, jadi jangan terlalu khawatir," ujar Omer.

Omer menilai, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS yang terjadi saat ini adalah hal wajar. Itu lebih dikarenakan semua mata uang di dunia yang bersinggungan dengan dolar AS juga melemah.

Bahkan jika dibandingkan dengan beberapa negara kawasan atau negara berkembang lainnya, pelemahan nilai tukar mata uang rupiah paling minim.

"Jadi tidak ada panik sama sekali di mana misalnya rupiah melemah Rp 200-Rp 500 per dolar, tidak ada, itu masih sangat pelan, dan juga seiring pelemahan mata uang lain di Asia," ujar Omer.

Dia melanjutkan, Indonesia juga tidak bisa membiarkan rupiah menguat sendiri sementara mata uang lainnya di Asia melemah. Sebab itu justru akan membahayakan untuk Indonesia dan membuat barang Indonesia tidak lagi kompetitif.

"Masa yang lain melemah di Asia, kita sendiri menguat. Itu salah menurut saya,‎ jadi biarkan pasar berjalan sendiri, kalau melemah ya melemah," kata dia.

Melihat data kurs tengah BI, depresiasi rupiah sudah susut 12,77 persen menjadi 14.067 pada 25 Agustus 2015. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 28 poin dari 14.054 per dolar AS pada Selasa 25 Agustus 2015 menjadi 14.082 per dolar pada 26 Agustus 2015. Rupiah bergerak di kisaran 14.074-14.195 per dolar AS. (Yas/Ahm)


Source: liputan6.com
Ekonomi Lesu, Penjualan Rumah Mewah Anjlok

Liputan6.com, Jakarta - Perlambatan ekonomi Indonesia yang diikuti dengan anjloknya nilai tukar rupiah dinilai membawa dampak negatif dan posifit bagi sektor properti di dalam negeri.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, jika dibandingkan tahun lalu, penjualan properti untuk kelas menengah ke atas mengalami penurunan.

"Untuk yang kelas menengah ke atas (penjualannya) anjlok," ujarnya di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (26/8/2015).

Menurutnya, itu terjadi lantaran selama ini para pengembangan lebih banyak fokus kepada properti mewah yang diperuntukan bagi masyarakat kelas menengah ke atas. Sedangkan pasar untuk kelas ini masih sangat terbatas.

"Jadi pengembang itu berlomba-lomba untuk masuk ke menengah atas sementara di menengah atas itu sebetulnya kecil, jadi yang beli itu lagi itu lagi," kata dia.

Di sisi lain, para pengembang justru mengindahkan bahwa pasar yang paling besar untuk properti di Indonesia justru kelas menengah ke bawah. Buktinya, meski di tengah kelesuan ekonomi yang dialami Indonesia, penjualan properti ini untuk kelas ini masih mampu tumbuh.

"(Penjualan) untuk kelas menengah ke bawah naik 10 persen-12 persen," ungkapnya.

Oleh sudah saatnya para pengembang ini untuk mulai fokus dalam membangun hunian bagi kelas menengah ke bawah. Dengan demikian, diharapkan sektor properti bisa kembali bergairah.

"Nah ketika menengah ke bawah itu, disitulah pengembang lupa. Tapi sekarang sudah mulai," tandasnya. (Dny/Ndw)


Source: liputan6.com
Rupiah Tersungkur, Dunia Usaha Seperti di Ujung Tanduk

Liputan6.com, Jakarta - Dunia usaha sedang di ambang kejatuhan akibat ekonomi melambat dan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pengusaha mencoba bertahan di tengah derasnya sentimen negatif yang datang dari dalam dan luar negeri.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia, Aziz Pane mengakui tengah terpuruk akibat pelemahan nilai tukar rupiah mengingat porsi komponen lokal dari sebuah produksi ban hanya 15 persen, sementara sisanya impor yang harus dibeli dalam dolar AS.

"Kalau begini terus, bisnis bisa anjlok. Sekarang ini sudah hampir anjlok, bagaikan di ujung tanduk. Padahal industri ini menyerap 80 persen karet alam, menciptakan lapangan kerja buat petani dan ada multiplier effect," ujar dia saat Diskusi `Rupiah Terkapar, Bagaimana Dengan Bisnis` di Plaza Semanggi, Jakarta, Rabu (26/8/2015).

Gambaran Aziz terhadap prospek industri ban nasional di tengah sulitnya kondisi ekonomi domestik dan global buram. Dia sulit memperkirakannya, meski saat krisis moneter 1998, perusahaan ban mampu lolos dari badai besar tersebut.

"Saat krismon 1998, industri ini tahan banting. Semua masih bisa lolos. Tapi tidak tahu kalau sekarang," kata dia.

Sementara Wakil sekretaris Jenderal Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI), Stefanus Indrayana menambahkan, dunia usaha sedang dilanda dilema. Terjadi kenaikan ongkos produksi, tapi di sisi lain harus diimbangi dengan penyesuaian harga.

"Tapi kondisinya tidak memungkinkan menaikkan harga jual, karena akan menurunkan daya beli masyarakat dalam jangka pendek. Jadi kita harus membuat suatu harmoni agar bisnis terus berjalan," ujar Stefanus.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Haryadi Sukamdani mengatakan kondisi dilema ini memicu omzet perusahaan turun sehingga berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Praktis tenaga outsourcing tidak diperpanjang kontraknya, merumahkan sebagian karyawan. Mengurangi jam kerja," kata dia.

Haryadi mengaku, dari data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), ada 13 perusahaan gulung tikar akibat tidak sanggup lagi menanggung beban berat akibat perlambatan ekonomi dan terpuruknya kurs rupiah.

"Tapi kalau perusahaan yang di bawah naungan APINDO yang tutup belum ada. Mungkin saja pengusaha mau bilang tutup. Karena menurut mereka biar tekor asal tersohor," pungkas dia.

Melihat data kurs tengah BI, depresiasi rupiah telah melemah 12,77 persen menjadi 14.067 pada 25 Agustus 2015.  (Fik/Ahm)


Source: liputan6.com