Prev Agustus 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
26 27 28 29 30 31 01
02 03 04 05 06 07 08
09 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 31 01 02 03 04 05
Berita Kurs Dollar pada hari Selasa, 25 Agustus 2015
Jurus Pemerintah dan BI Selamatkan Ekonomi RI

Liputan6.com, Jakarta - Situasi dan kondisi perekonomian Indonesia semakin memburuk. Faktanya, terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok dan nilai tukar rupiah jatuh ke level terburuk terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) siap melakukan pembelian kembali (buyback) Surat Berharga Negara (SBN). Pemerintah sebelumnya menyiapkan anggaran Rp 3 triliun untuk buyback SBN.

"Kalau keadaan lebih memburuk, kita punya bond stabilization framework. Artinya melibatkan dana pensiun, dana menganggur di berbagai institusi untuk ikut menyelamatkan SBN. Karena pelemahan rupiah, ikut menarik SBN ke atas," jelas dia di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/8/2015).

Pemerintah dan BI, kata Bambang, berusaha memperkuat cadangan devisa (cadev) yang saat ini berada pada posisi US$ 107 miliar. Kementerian Keuangan dan BI, sambungnya selalu menjalin kerjasama dengan OJK serta LPS.

"Presiden menginstruksikan percepatan anggaran dikaitkan dengan kepastian hukum. Yakni memisahkan pidana korupsi dan kebijakan, jadi mana yang pidana dan mana yang administrasi. Jika kesalahannya administrasi, maka tidak dipidanakan melainkan sanksinya hukuman administrasi," tegas Bambang.

Di samping itu, dia menyebut, pemerintah telah menganggarkan subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp 900 miliar dari target penyaluran KUR Rp 30 triliun. Pemerintah menetapkan bunga KUR turun dari 22 persen menjadi 12 persen.

"Jadi kita coba lakukan perbaikan konsumsi rumah tangga dengan subsidi bunga KUR, selain menerapkan pajak simpel bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) hanya 1 persen dari total penjualan atau omzet di bawah Rp 4,8 miliar setahun," tutur dia.

Lanjutnya, kondisi perbankan saat ini dengan era 1997-1998 saat badai krisis keuangan melanda jauh berbeda. Likuiditas bank kini sangat berlebih, Dana Pihak Ketiga (DPK) naik tajam. Sementara loan to deposit ratio (LDR) 95 persen atau lebih tinggi dari sebelumnya 92-93 persen di periode pengetatan likuiditas. "Pertumbuhan kredit usaha mikro masih 18-19 persen," ujar Bambang. 

Seperti diketahui, pasar modal dan keuangan Indonesia alami guncangan di awal pekan. Hal itu seiring sentimen negatif dari China mendevaluasi atau melemahkan mata uang Yuan. Langkah China tersebut menambah kekhawatiran terhadap ekonomi China melambat. Ditambah memicu spekulasi kalau bank sentral Amerika Serikat (AS) akan menunda kenaikan suku bunga pada September 2015.

Nilai tukar rupiah pun akhirnya menembus level 14.000 per dolar AS. IHSG anjlok 3,97 persen ke level 4.163,73 pada perdagangan saham Senin 24 Agustus 2015. (Fik/Ahm)


Source: liputan6.com
Marak Sentimen Negatif, Rupiah Masih Betah di Level 14.000

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih berkutat di level 14.000 pada perdagangan Selasa pekan ini. Sentimen eksternal masih mendominasi pergerakan nilai tukar rupiah terutama ketidakpastian kenaikan suku bunga AS dan China sengaja melemahkan mata uangnya Yuan.

Berdasarkan data RTI pukul 09.30 WIB, nilai tukar rupiah berada di kisaran 14.053 per dolar AS. Pergerakan rupiah ini menguat tipis dari pukul 08.30 WIB di kisaran 14.058 per dolar AS. Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis 6 poin ke level 14.055 per dolar AS dari penutupan perdagangan Senin 24 Agustus 2015 di kisaran 14.049 per dolar AS. Pagi ini, nilai tukar rupiah bergerak di kisaran 14.034-14.072 per dolar AS.

Analis PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova menuturkan nilai tukar rupiah masih betah di kisaran 14.000 masih dipengaruhi sentimen eksternal. Pertama, ketidakpastian kenaikan suku bunga Amerika Serikat. Kedua, China melemahkan mata uang Yuan. Langkah China tersebut membuat kekhawatiran bertambah seiring ekonomi China sudah melambat.

Rully mengatakan, tekanan terhadap rupiah masih cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi China melambat akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi Asia. Hal itu mendorong pelaku pasar akan mengalihkan dana investasi ke AS dan Eropa.

"Ada aliran dana keluar karena investor melihat kondisi ekonomi Asia sudah turun. Kondisi ekonomi Asia tidak pasti. Jadi Asia mulai ditinggalkan," ujar Rully saat dihubungi Liputan6.com.

Akan tetapi, bila pemerintah Indonesia mampu merealisasikan belanja modalnya ke infrastruktur ada peluang untuk menahan pelemahan dan volatilitas rupiah. "Kinerja ekspor tak bisa diharapkan lagi dan konsumsi masyarakat sudah turun. Jadi penyumbang pertumbuhan ekonomi dari belanja pemerintah," kata Rully.

Rully menambahkan, hingga akhir tahun, sentimen yang akan mendominasi laju rupiah masih dari kepastian kenaikan suku bunga AS dan realisasi belanja pemerintah. Ia memprediksikan, nilai tukar rupiah masih berada di level 14.000 per dolar AS hingga akhir tahun ini.

"Tekanan masih akan berlanjut. Disebabkan prospek ekonomi Asia muram karena ekonomi China melambat. Hal itu berdampak terhadap semua mata uang di Asia termasuk rupiah," kata Rully. (Ahm/Gdn)


Source: liputan6.com
Rupiah Tertekan, Harga Barang Elektronik Melonjak

Liputan6.com, Jakarta - Para pedagang barang-barang elektronik nampaknya mulai was-was dengan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS yang kini sudah menembus level 14.000.

Lukman (29), salah satu karyawan toko elektronik di Mall Ambasador mengungkapkan harga-harga barang elektronik yang ia jual menjadi lebih mahal dari yang biasanya.

"Semua jadi naik, yang biasanya harga laptop kita jual Rp 2,8 juta sekarang bisa menjadi Rp 3,5‎ juta," tutur dia saat berbincang dengan Liputan6.com yang ditulis, Selasa (25/8/2015).

Tidak hanya laptop, Lukman menuturkan, barang-barang elektronik lainnya seperti televisi, kamera dan perlengkapan komputer juga melonjak mengingat semua masih didapatkan dari impor.

Senada dengan Lukman, Miko yang juga sebagai karyawan salah satu toko kamera menyatakan khawatir dengan pergerakan nilai tukar rupiah yang masih terus menunjukkan tren melemah.

Tak hanya karena nilai tukar kurs, penjualan produknya juga menurun akibat daya beli masyarakat melemah sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat. Tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sekitar 4,7 persen pada semester I 2015.

"Percaya tidak percaya (ekonomi melemah), tapi misalnya yang biasa setiap hari bisa jual 5 barang, sekarang paling cuma laku 2 atau 3 barang saja, itu kenyataannya," kata Miko.

Untuk diketahui, dalam kurs JISDOR, Senin 24 Agustus 2015, rupiah berada di kisaran 13.998 per dolar AS. Dolar AS makin menguat terhadap rupiah. Dengan naik 103 poin dari level rupiah 13.895 per dolar AS pada Jumat 21 Agustus 2015 menjadi 13.998 per dolar AS pada Senin 24 Agustus 2015.

Nilai tukar rupiah sudah mengalami depresiasi sekitar 12,21 persen dari 12.474 pada awal tahun 2015 menjadi 13.998 per dolar AS pada awal pekan ini. (Yas/Ahm)


Source: liputan6.com
Simak Nilai Tukar Dolar AS di 4 Bank Besar Ini

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus tertekan sepanjang perdagangan pada Agustus 2015 ini. Bahkan jika dihitung dari awal tahun, pelemahan rupiah telah melemah lebih dari 12 persen.

Berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, pada perdagangan Selasa 25 Agustus 2015, nilai tukar rupiah berada di level 14.067 per dolar AS.

Jika dihitung dari awal bulan saat rupiah berada di level 13.495 per dolar AS, rupiah telah melemah 4,66 persen. jika dihitung dari awal tahun yang berada di angka 12.474 per dolar AS, rupiah telah melemah 4,26 persen.

Sedangkan berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa, 25 Agustus 2015, rupiah dibuka di level 14.055 per dolar AS. Melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang berada di level 14.049 per dolar AS.

Lalu bagaimana dengan nilai tukar rupiah di beberapa bank besar? Berikut daftarnya untuk periode 25 Agustus 2015, seperti dkutip dalam situs resmi bank:

PT Bank Mandiri Tbk mematok kurs beli dolar AS pada angka 14.050 per dolar AS Sedangkan untuk jual di angka 14.085 per dolar AS.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mematok kurs beli di angka 13.995 per dolar AS sedangkan untuk kurs jual di angka 14.145 per dolar AS.

PT Bank Central Asia Tbk mematok kurs yang berbeda-beda, untuk transaksi di e-rate atau transaksi melalui e-channel memasang kurs jual di 14.075 per dolar AS dan kurs beli di 14.035 per dolar AS.

Untuk transaksi di counter atau kantor cabang dipatok 14.210 per dolar AS untuk jual dan beli 13.913 per dolar AS. Sedangkan untuk transaksi bank note, BCA mematok 14.185 per dolar AS untuk jual dan 13.885 per dolar untuk beli.

Sedangkan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mematok jual di level 14.145 per dolar dan 13.995 per dolar untuk beli.

Kurs jual adalah harga yang dipatok oleh bank jika nasabah ingin menukar rupiah ke dolar AS. Sedangkan kurs beli adalah jika nasabah ingin menukar dolar AS ke rupiah.


Source: liputan6.com
Kadin: Anjloknya Rupiah Tak Berdampak pada PHK

Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan bahwa anjloknya nilai tukar rupiah hingga menembus level 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS) tidak serta merta berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Tenaga Kerja Kadin Indonesia, Benny Sutrisno mengatakan, kekhawatiran bahwa pelemahan nilai tukar rupiah akan menjadi pendorong terjadinya PHK besar-besaran dalam sebuah perusahaan sampai saat ini hanya menjadi teori.

"Soal PHK itu sebenarnya masih teroritis. Dalam prakteknya, pengusaha tidak mau melakukan PHK," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (25/8/2015).

Dia menjelaskan, jika mempunyai pilihan, para pengusaha juga lebih memilih untuk mempertahankan para pekerjanya. Pasalnya, selama ini telah banyak ongkos yang dikeluarkan oleh pengusaha untuk merekrut dan mendidik para pekerjanya. Dan hal ini juga membutuhkan waktu yang panjang.

"Jadi tidak serta merta melakukan PHK. Kan kita juga ada cost untuk mendidik pekerjannya. Dan ini juga kan sudah terbentuk team work," lanjut dia.

Menurut Benny, guna mengatasi dampak dari pelemahan rupiah, masing-masing perusahaan sebenarnya telah memiliki strategi tertentu. Sebagai contoh, biasanya perusahaan melakukan efisiensi waktu kerja.

"Misalnya dengan mengatur jam kerja. Misalnya yang tadinya dua shift dikurangi menjadi satu shift. Pengusaha tidak mau karena income turun kemudian memotong orangnya (PHK)," katanya.

Selain itu, dengan melakukan PHK juga bukan secara otomatis beban perusahaan akan berkurang. Pasalnya masih ada kewajiban-kewajiban bagi perusahaan kepada pekerja ketika melakukan PHK.

"Kalau memotong orang kan juga harus berikan pesangon. PHK itu hal yang biasa, ada rekruitmen juga pasti ada PHK. Tapi kan apakah perusahaan itu colaps karena kurs? Kan bisa saja karena salah urus. Sayang dong kalau pekerjanya sudah dididik dan sudah tahu kulturnya. Kemudian kita rekrut orang baru lagi harus didik lagi," tandasnya. 

Untuk diketahui, Berdasarkan data RTI pukul 09.30 WIB, nilai tukar rupiah berada di kisaran 14.053 per dolar AS. Pergerakan rupiah ini menguat tipis dari pukul 08.30 WIB di kisaran 14.058 per dolar AS.

Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis 6 poin ke level 14.055 per dolar AS dari penutupan perdagangan Senin 24 Agustus 2015 di kisaran 14.049 per dolar AS. Pagi ini, nilai tukar rupiah bergerak di kisaran 14.034-14.072 per dolar AS. (Dny/Gdn)


Source: liputan6.com
Kondisi Rupiah Jadi Ajang Interupsi dalam Sidang Paripurna DPR

Liputan6.com, Jakarta - DPR RI mengadakan sidang paripurna yang membahas mengenai penyampaian jawaban pemerintah atas pandangan umum fraksi-fraksi DPR RI terhadap RUU tentang APBN 2016 beserta nota keuangannya pada Selasa (25/8/2015).

Usai Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro membacakan jawaban pemerintah sebanyak 13 halaman‎, para anggota DPR pun langsung melayangkan interupsi kepada pimpinan sidang paripurna.

Interupsi yang dilayangkan para anggota DPR RI tersebut tidak lepas dari kondisi nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini yang sudah menembus level 14.000 per dolar AS.

Anggota Komsisi XI DPR RI, Misbakhun mengungkapkan, kondisi rupiah yang telah melampaui titik terendah selama lima tahun terakhir ini jangan justru dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik.

"Kita harus berikan kebebasan kepada Pemerintah dan Bank Indonesia untuk melakukan aksinya dalam mengendalikan ini semua, kita harus percaya kepada mereka, kita harus kerjasama, jangan malah dimanfaatkan untuk kepetingan politik," kata Misbakhun di Gedung DPR RI, Selasa (25/8/2015).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR Ri, Ruhut Sitompul. Dia menilai DPR harus menjadi mitra pemerintah untuk terus memberikan dukungan dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada, termasuk saat ini masalah ekonomi.

Bukan saatnya DPR dan pemerintah untuk saling menyalahkan mengenai kodisi ekonomi Indonesia saat ini. Dia menekankan ini bukan menjadi pekerjaan Pemerintah saja, melainkan ini juga menjadi pekerjaan DPR RI dan semua elemen pemerintahan lainnya.

"Alahkah indahnya pembicaraan di paripurna ini, saya dari fraksi Demokrat menyampaikan jangan ada dusta di antara kita, mari kita dengan semangat kebersamaan antara pemerintah dan DPR berpegangan tangan, apa yang dialami masyarakat Indonesia, masalah ekonomi masalah yang berat, makanya kita saling isi mengisi," papar dia.

Seakan tak mau kalah dengan anggota DPR RI Lainnya, ‎Anggota Komisi VI DPR RO Bambang Haryo Soekartono menyampaikan kepada seluruh pihak untuk tidak menuduh DPR sebagai penghambat pemerintah dalam penyerapan anggaran yang secara langsung mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Dengan keterpurukan mata uang, persepsi masyarakat kami mendengar ke tingkat bawah, seakan-akan anggota DPR yang menyebabkan rupiah terpuruk tajam, jadi kita dianggap menghambat kinerja pemerintah," tegasnya.

Dijelaskan olehnya, selama ini DPR RI justru bermitra dengan pemerintah untuk dapat menentukan cara-cara percepatan alokasi dana yang sudah dianggarkan dalam APBNP 2015. (Yas/Gdn)


Source: liputan6.com
Asumsi Nilai Tukar Rupiah di RAPBN 2016 Berpeluang Berubah

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah bersama DPR RI bakal membahas asumsi dasar makro dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2016 mulai pertengahan September 2015.

Dalam pem‎bahasannya nanti, DPR RI mengisyaratkan membuka peluang untuk perubahan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang saat ini telah disepakati sebesar 13.400.

"(13.400) Itu sesuai posisi terlemah saat itu, sekarang jauh lebih lemah, karena sekarang rupiah memasuki keseimbangan baru ya keungkinan iya (asumsi berubah)," kata anggota DPR RI Komisi XI Johnny G Plate di Gedung DPR RI, Selasa (25/8/2015).

Namun begitu hal yang perlu digaris bawahi, dalam penetapan asumsi rupiah untuk menjadi APBN 2016, tidak boleh berfokus pada sentimen jangka pendek, melainkan tetap harus melihat perkiraan sentimen ke depannya.

Sementara di kesempatan terpisah, Menteri Keuangan RI Bambang Brod‎jonegoro menegaskan apa yang nanti disepakati antara pemerintah dan DPR dalam APBN 2016 lebih bersifat realistis.

"Pembahasan masih pertengahan September, kita lebih baik bicara realistis yang paling memungkinkan skenariomya kira-kira tahun depan apa, itu yang jadi topik kami dengan DPR, kami terbuka," tegas Bambang.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih berkutat di level 14.000 pada perdagangan Selasa pekan ini. Sentimen eksternal masih mendominasi pergerakan nilai tukar rupiah terutama ketidakpastian kenaikan suku bunga AS dan China sengaja melemahkan mata uangnya Yuan.

Berdasarkan data RTI pukul 09.30 WIB, nilai tukar rupiah berada di kisaran 14.053 per dolar AS. Pergerakan rupiah ini menguat tipis dari pukul 08.30 WIB di kisaran 14.058 per dolar AS. Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis 6 poin ke level 14.055 per dolar AS dari penutupan perdagangan Senin 24 Agustus 2015 di kisaran 14.049 per dolar AS. Pagi ini, nilai tukar rupiah bergerak di kisaran 14.034-14.072 per dolar AS.‎

Nilai tukar rupiah sudah mengalami depresiasi sekitar 12,21 persen dari 12.474 pada awal tahun 2015 menjadi 13.998 per dolar AS pada 24 Agustus 2015. (Yas/Ahm)


Source: liputan6.com
Jokowi: Rupiah Melemah Akibat 2 Faktor

Liputan6.com, Surabaya - ‎ Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akibat faktor internal dan faktor eksternal.

"Ini bukan hanya masalah internal tapi juga faktor eksternal seperti krisis di Yunani, kenaikan suku bunga di Amerika, depresiasi Yuan di Cina dan ada beberapa negara lain yang mengalami goncangan yang tidak mungkin saya sebutkan satu per satu," tutur Presiden Joko Widodo setelah pembukaan Munas MUI IX di gedung negara Grahadi Surabaya, Selasa (25/8/2015). 

Presiden Joko Widodo menambahkan, pemerintah sudah berusaha untuk menjaga agar rupiah kembali menguat. Salah satunya adalah intervensi Bank Indonesia (BI) dengan mengeluarkan instrumen-instrumen. Selain itu, Menteri Kordinator (Menko) Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan telah berusaha menjaga dengan mengeluarkan beragam regulasi.

"Tapi ini banyak faktor. Kita harus sadar ada masalah internal dan eksternal," imbuh Presiden Jokowi.

Untuk menguatkan nilai tukar rupiah, pemerintah akan melakukan deregulasi besar-besaran. Deregulasi ini berlaku sejumlah produk-produk hukum yang disederhadanakan bahkan jika perlu akan dilakukan pemangkasan. Dengan demikian, akan mempercepat pertumbuhan.

"Memang ada pengaruhnya dengan kondisi eksternal. Pemerintah melakukan deregulasi Deregulasi besar-besaran. Apa yang bisa kita sederhanakan kita sederhanakan. Apa yang bisa dipotong segera dipotongs sehingga bisa memotivasi kita semua," pungkas Presiden Joko Widodo.

Untuk diketahui, berdasarkan data RTI pukul 09.30 WIB, nilai tukar rupiah berada di kisaran 14.053 per dolar AS. Pergerakan rupiah ini menguat tipis dari pukul 08.30 WIB di kisaran 14.058 per dolar AS.

Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis 6 poin ke level 14.055 per dolar AS dari penutupan perdagangan Senin 24 Agustus 2015 di kisaran 14.049 per dolar AS. Pagi ini, nilai tukar rupiah bergerak di kisaran 14.034-14.072 per dolar AS. (Dian kurniawan/Gdn)


Source: liputan6.com
Ini Kelemahan RI yang Bikin Rupiah Mudah Goyah

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengakui nilai tukar rupiah sangat rentan dengan berbagai tekanan yang datang dari dalam maupun luar negeri. Penyebabnya, karena porsi asing pada portofolio investasi saham dan surat utang sangat besar.

Demikian diakui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai Rakor Produksi Beras di kantornya, Jakarta, Rabu (25/8/2015).

"Dari dulu kita sudah rentan kalau soal kurs rupiah, karena terlalu besar dana asing di dalam ekonomi kita," ujar dia.

Menurut Darmin, hal ini bisa terlihat dari kepemilikan asing pada Surat Utang Negara (SUN) Indonesia sebanyak 38 persen atau sama dengan negara tetangga, Malaysia. Namun lebih besar bila dibandingkan Thailand yang hanya mencatatkan 13 persen-14 persen porsi kepemilikan asing pada surat utangnya.

"Begitupula dengan saham di Indonesia, porsi asing lebih banyak lagi sampai 60 persen. Jadi kalau sebanyak itu asing, batuk sedikit atau asing keluar, kita goyah," terang Darmin.

Dia mengatakan bahwa Indonesia sangat membutuhkan dan mengandalkan dana asing yang masuk, bukan saja untuk melakukan kegiatan investasi tapi juga membeli SUN dan saham.

Untuk mengurangi tekanan pada kurs rupiah, sambung Darmin, pemerintah mendorong percepatan penyerapan anggaran termasuk belanja modal untuk investasi.

"Tapi mengandalkan Penanaman Modal Asing (PMA) lagi susah. Jadi kalau ada investasi besar masuk, dampaknya akan sangat bagus. Kita juga perlu uang dari luar. Yang akan dilakukan mempercepat belanja dan misalnya mempercepat Perpres kereta api ringan (LRT)," tandas dia.(Fik/Ndw)


Source: liputan6.com
Ini Industri Untung dan Rugi Gara-gara Rupiah Tersungkur

Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri/Kadin Indonesia menilai nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berdampak pada sejumlah sektor industri di dalam negeri.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Tenaga Kerja, Benny Sutrisno mengatakan sektor industri yang terkena dampak paling parah dari pelemahan kurs rupiah yaitu otomotif. Lantaran industri ini masih banyak mengandalkan komponen impor. Sedangkan pasarnya paling besar berada di dalam negeri.

"Ada beberapa sektor, seperti otomotif. Komponennya masih impor tapi dijualnya di dalam negeri," ujar Benny di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (25/8/2015).

Selain otomotif, industri elektronik di dalam negeri juga menjadi sektor paling terkena dampak paling parah dari pelemahan kurs rupiah ini.

"Selain itu, mungkin juga elektronik. Karena pasarnya juga di dalam negeri. Kalau otomotif, meski ada yang diekspor tapi mayoritas dalam negeri," lanjut dia.

Meski demikian, ada juga sektor industri yang mendapatkan untung dari pelemahan nilai tukar rupiah, seperti industri furnitur dan obat-obatan herbal. Lantaran, industri tersebut menyerap bahan baku lokal namun memiliki pasar ekspor.

"Yang paling beruntung yang ekspor tapi bahan bakunya dari dalam negeri. Seperti furnitur bahan bakunya dari dalam negeri. Kemudian obat-obatan herbal seperti Sido Muncul. Yang diuntungkan dari pelemahan ini juga industri padat karya," kata dia.

Sementara untuk industri tekstil dan garmen, meski untuk beberapa jenis bahan baku seperti kapas, masih bergantung pada impor, namun produk-produknya banyak juga diekspor ke negara lain.

"Kalau fluktuasi itu yang merugi importir karena dia pakai forex. Pasti rugi. Kalau bahan baku impor tapi dia (produknya) ekspor, itu impas," jelas Benny.

Meski demikian, industri tekstil dan garmen di dalam negeri juga bukan tanpa hambatan. Permasalahan yang dihadapi industri ini yaitu soal upah, tenaga kerja dan biaya energi.

"Industri ini cost-nya untuk dalam negeri, seperti listrik dalam rupiah, tenaga kerja juga dalam rupiah. Kalau garmen porsi tenaga kerjanya 20 persen dari biaya. Kalau tekstil, listrik yang paling besar porsinya, yaitu 19 persen dari biaya, tenaga kerja cuma 9 persen," ujar Benny. (Dny/Ahm)


Source: liputan6.com
Rupiah Melemah, Industri Logam dan Plastik Terancam

Liputan6.com, Surabaya - ‎ Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Dedy Suhajadi‎ menegaskan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menimbulkan kekhawatiran banyak pihak.

Dedy menjelaskan, para pengusaha umumnya yang punya ketergantungan besar terhadap bahan baku impor, utamanya industri logam dan plastik.

"Industri yang bahan bakunya 50 persen lebih, tergantung pada impor pasti terimbas, apalagi industri logam. Biasanya mereka sudah melakukan kontrak pembelian dengan luar negeri. Dan, mereka pasti akan mengeluarkan biaya lebih," kata Dedy, Selasa (25/8/2015).

Dedy menambahkan bahwa dengan kondisi saat ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai 14.000 per dolar AS, pasti industri tersebut harus mengeluarkan dana yang lebih.

Selain industri logam, beberapa industri yang bahan bakunya juga tergantung terhadap impor, yaitu industri plastik. Hanya saja, ketergantungan industri plastik terhadap impor jauh lebih kecil dibanding industri logam.

"Karena produksi logam dalam negeri sangat kecil dibanding kebutuhannya yang cukup besar," imbuh Dedy.

Dari data Badan Pusat Statistik Januari hingga Juni 2015, impor besi dan baja misalnya, mencapai US$ 685,920 juta. Realisasi tersebut turun sebesar 20 persen dibanding periode yang sama di 2014 yang mencapai US$ 857,813 juta.

Sementara impor plastik dan barang dari plastik juga sudah mengalami penurunan sebesar 13 persen dari US$ 623,073 juta di semester I 2014 menjadi US$ 541,592 juta di semester I 2015.

Penurunan impor bahan baku besi, baja juga plastik menurut Dedy menjadi salah satu indikator terus melambatnya laju produksi industri tersebut.‎

"Kalau industri yang ketergantungan terhadap bahan baku impor kurang dari 50 persen, masih bisa tertolong, karena mereka bisa saja melakukan diversifikasi ke bahan baku lokal," pungkas Dedy. (Dian Kurniawan/Gdn)


Source: liputan6.com
Pelemahan Rupiah Tak Ganggu Minat Investasi

Liputan6.com, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menegaskan pelemahan nilai tukar rupiah yang menyentuh level 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS) belum berpengaruh signifikan terhadap minat investasi di Indonesia. Pasalnya masih terjadi pertumbuhan investasi sepanjang semester I 2015.

"Pelemahan rupiah tidak otomatis mengganggu investasi. Buktinya realisasi investasi tumbuh 16,6 persen di semester I ini, izin prinsip tumbuh 40 persen," ujar Kepala BKPM, Franky Sibarani di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (25/8/2015).

Masih tingginya minat investasi di Indonesia, kata dia, karena pemerintah sangat serius memangkas dan menyederhanakan perizinan dalam rangka percepatan proyek-proyek pembangunan strategis nasional. BKPM, sambungnya, sudah menyelesaikan perizinan pembangunan listrik dari 49 izin 923 hari menjadi 25 izin 256 hari.

Izin perkebunan hortikultura sudah susut dari 20 izin menjadi 12 izin, yakni 751 hari menjadi 182 hari. Perizinan membangun pabrik atau industri dari 19 izin menjadi 11 izin, dengan memangkas waktu 672 hari menjadi 152 hari. Pembangunan kawasan pariwisata hanya butuh izin 11 izin dari 17 izin sebelumnya, dari 661 hari dipotong menjadi 188 hari. Izin ‎di sektor perhubungan, misalnya izin penetapan lokasi terminal khusus dari 21 hari menjadi 5 hari kerja.

"Sekarang ini kita baru menerima lagi 42 izin dari ESDM, 12 izin dari Minerba, kemudian sedang dalam proses 18 izin. Sebanyak 12 izin lainnya terkait dengan Kementerian Kesehatan. Jadi kementerian itu sudah melakukan penyederhanaan izin kemudian diserahkan kepada BKPM untuk dieksekusi," kata Franky. 

Sebelumnya, Analis PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova menuturkan nilai tukar rupiah masih betah di kisaran 14.000 masih dipengaruhi sentimen eksternal. Pertama, ketidakpastian kenaikan suku bunga Amerika Serikat. Kedua, China melemahkan mata uang Yuan. Langkah China tersebut membuat kekhawatiran bertambah seiring ekonomi China sudah melambat.

Rully mengatakan, tekanan terhadap rupiah masih cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi China melambat akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi Asia. Hal itu mendorong pelaku pasar akan mengalihkan dana investasi ke AS dan Eropa.

"Ada aliran dana keluar karena investor melihat kondisi ekonomi Asia sudah turun. Kondisi ekonomi Asia tidak pasti. Jadi Asia mulai ditinggalkan," ujar Rully saat dihubungi Liputan6.com.

Akan tetapi, bila pemerintah Indonesia mampu merealisasikan belanja modalnya ke infrastruktur ada peluang untuk menahan pelemahan dan volatilitas rupiah. "Kinerja ekspor tak bisa diharapkan lagi dan konsumsi masyarakat sudah turun. Jadi penyumbang pertumbuhan ekonomi dari belanja pemerintah," kata Rully.

Rully menambahkan, hingga akhir tahun, sentimen yang akan mendominasi laju rupiah masih dari kepastian kenaikan suku bunga AS dan realisasi belanja pemerintah. Ia memprediksikan, nilai tukar rupiah masih berada di level 14.000 per dolar AS hingga akhir tahun ini.

"Tekanan masih akan berlanjut. Disebabkan prospek ekonomi Asia muram karena ekonomi China melambat. Hal itu berdampak terhadap semua mata uang di Asia termasuk rupiah," kata Rully. (Fik/Gdn)


Source: liputan6.com