Prev Agustus 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
26 27 28 29 30 31 01
02 03 04 05 06 07 08
09 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 31 01 02 03 04 05
Berita Kurs Dollar pada hari Kamis, 20 Agustus 2015
Devaluasi Yuan Masih Tekan Rupiah

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah masih tertekan di awal perdagangan Kamis (20/8/2015). Sentimen yang menjadi penekan rupiah masih sentimen yang sama dengan sepekan kemarin yaitu devaluasi yuan. Namun, pada perdagangan hari ini masih ada sentimen penekan lain yaitu aksi jual yang dilakukan oleh para trader. 

Menurut data Bloomberg, nilai tukar berada pada kisaran level 13.848 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pukul 11.01 WIB. Sejak pagi hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah berada di kisaran 13.824 per dolar AS hingga 13.857 per dolar AS.

Sementara, kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah 0,1 persen menjadi 13.838 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 13.824 per dolar AS.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengatakan, tekanan rupiah murni berasal dari faktor eksternal, dimulai dari devaluasi mata uang Yuan dan adanya persepsi pedagang (trader) mata uang terhadap berbagai masalah yang melanda negara-negara di Asia Tenggara.

"Dipersepsikan para trader mata uang bahwa Asia Tenggara ini ada sedikit masalah dengan bom di Thailand, gonjang ganjing politik di Malaysia, Vietnam baru sama mendevaluasi mata uangnya. Jadi tekanan terhadap rupiah memang tidak mudah akhir-akhir ini," jelas dia.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengungkapkan, ada dua faktor yang membuat nilai tukar rupiah terus tertekan. Faktor pertama adalah faktor eksternal. Penyebabnya diawali oleh Amerika Serikat (AS) yang menggelontorkan dolar AS ketika perekonomiannya sedang turun pada 2008. Kini karena perekonomian AS sudah mengalami penguatan, maka mereka berencana untuk menaikan tingkat suku bunganya dan menarik dolar AS. Hal tersebut mengkawatirkan negara lain termasuk Indonesia.

Selain itu, China juga sedang menjalankan kebijakan pemangkasan nilai mata uang karena sedang terjadi perlambatan ekonomi. Dengan pemangkasan nilai mata uang atau devaluasi tersebut diharapkan produk ekspor China bisa dijual murah sehingga bersaing dengan produk dari negara lain. Dengan langkah itu diharapkan industri di negeri Tirai Bambu tersebut bisa kembali berjalan maksimal.

Menurut Agus, kedua hal tersebut berdampak ke Indonesia dengan melemahnya nilai tukar rupiah. "Kondisi bisnis tidak baik, mau tak mau ekspor turun. Harga komoditi 3 tahun terakhir umumnya sumber daya alam secara kuartal per kuartal terus turun berdampak pada kinerja perekonomian Indonesia," kata Agus.

Agus menambahkan, faktor kedua yang membuat perekonomian Indonesia bergejolak adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi saat ini hanya 4,7 persen. "Sedangkan di Indonesia sendiri ada dua tantangan. Pertama pertumbuhan ekonomi yang pelan. Sekadang di kisaran 4,7 persen. Kondisi ini membuat dunia mempertanyakannya dan ini jadi risiko," ungkapnya.

Ia melanjutkan, selain perlambatan ekonomi adalah masalah fiskal Indonesia. Pasalnya, Indonesia masih menjadi negara impor hal tersebut sangat berpengaruh pada fluktuasi nilai tukar rupiah. (Ilh/Gdn)


Source: liputan6.com
Rupiah Tembus 13.900 per Dolar AS, Ini Kata Darmin Nasution

Liputan6.com, Jakarta - Kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) belum kunjung membaik. Bahkan data Bloomberg menunjukkan nilai tukar rupiah sempat menembus level 13.917 per dolar AS pada Kamis pekan ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan nilai tukar rupiah melemah merupakan dampak psikologis pasar karena devaluasi mata uang China Yuan. Kondisi tersebut diperparah oleh kondisi politik di Malaysia.

"Sebetulnya situasi kita memang terus terang bukannya ada dana segar luar masuk, malah cenderung keluar. Tekanan itu ditambah psikologi pasar karena persoalan devaluasi Yuan. Kemudian Malaysia ada soal politik itu membuat tekanan tinggi," kata dia di Jakarta, Kamis (20/8/2015).

Maka dari itu, Darmin mengatakan keputusan investasi mesti dilakukan secara cepat untuk meningkatkan nilai tukar rupiah. Seperti pemerintah hari ini akhirnya memutuskan untuk membagi dua proyek Light Rail Transit (LRT) yang selama ini tak menemui titik temu.

"Dalam situasi tak ada pasokan dolar masuk dari luar, maka memang rupiah melemah. Itu sebabnya putusan investasi seperti ini penting untuk cepet buka pintu masuk dolar," ujar Darmin.

Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro merasa kesal bila pemerintah dan Bank Indonesia (BI) disebut-sebut sengaja melemahkan nilai mata uang rupiah. "Tidak boleh bicara seperti itu ya (sengaja melemahkan rupiah). Tidak ada yang sengaja. Kita ikuti mekanisme, jadi saya tidak suka omongan begitu," ujar dia.

Bambang menilai, kurs rupiah saat ini sulit menguat karena nilai mata uang negara lain sedang dalam kondisi melemah. Sehingga jika pemerintah dan BI sengaja memperkuat rupiah, maka akan mengganggu daya saing produk Indonesia.

"Rupiah jadi susah menguat karena yang lain juga melemah. Jadi kalau rupiah diperkuat seolah-olah dia menguat terhadap semua mata uang, maka daya saing terganggu," ujar dia.

Bambang menjelaskan, pemerintah dan BI tetap memantau kondisi fundamental rupiah saat ini. Dia menilai bahwa kurs rupiah saat ini berada di bawah harga pasar atau sangat undervalue. Pelemahan kurs rupiah saat ini, diakui dia, lebih disebabkan kebijakan China mendevaluasi Yuan untuk memacu ekspor.

Nilai tukar rupiah masih tertekan di awal perdagangan Kamis 20 Agustus 2015. Sentimen yang menjadi penekan rupiah masih sentimen yang sama dengan sepekan kemarin yaitu devaluasi yuan. Namun, pada perdagangan hari ini masih ada sentimen penekan lain yaitu aksi jual yang dilakukan oleh para trader.

Menurut data Bloomberg, nilai tukar berada pada kisaran level 13.848 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pukul 11.01 WIB. Sejak pagi hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah berada di kisaran 13.824 per dolar AS hingga 13.857 per dolar AS. Nilai tukar rupiah bergerak di kisaran 13.816-13.916 per dolar AS pada Kamis pekan ini.

Sementara, kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah 0,1 persen menjadi 13.838 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 13.824 per dolar AS. (Amd/Ahm)


Source: liputan6.com
Dibayangi Sentimen Negatif Eksternal, Rupiah Makin Tertekan

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) makin tertekan pada Kamis sore ini. Hal itu lantaran dolar AS makin menguat seiring belum ada kepastian bank sentral AS kapan menaikkan suku bunga.

Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (20/8/2015), nilai tukar rupiah tembus 13.917 per dolar AS waktu Singapura. Sepanjang hari ini nilai tukar rupiah bergerak di kisaran 13.816-13.926 per dolar AS. Rupiah ditutup di level 13.885 per dolar AS.

Analis pasar uang PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova menuturkan nilai tukar rupiah tembus 13.900 per dolar AS mengkhawatirkan. Rupiah sudah mengalami depresiasi sekitar 10,68 persen dari awal tahun di kisaran 12.545 per dolar AS menjadi 13.885 per dolar AS pada Kamis 20 Agustus 2015. Rupiah melemah dipicu terutama dari faktor eksternal. Dolar AS cenderung menguat terhadap sejumlah mata uang seiring belum ada kepastian kenaikan suku bunga AS.

Rully mengatakan, bila Bank Indonesia (BI) intervensi agar rupiah tidak melemah tajam, di sisi lain bank sentral AS berupaya agar dolar AS tidak terlalu menguat. Hal itu lantaran penguatan dolar AS dapat mempengaruhi kinerja perusahaan AS.

"Dari rilis notulen pertemuan bank sentral AS menunjukkan kalau The Federal Reserves belum yakin untuk menaikkan suku bunga sehingga kembali menimbulkan ketidakpastian," ujar Rully saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menambahkan, sentimen negatif lainnya datang dari Vietnam. Negara tersebut mengikut langkah China yang melemahkan mata uangnya. "Vietnam melemahkan mata uang Dong menambah tekanan terhadap rupiah," kata Rully.

Selain itu, faktor internal lainnya dipicu dari persepsi pelaku pasar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Rully mengatakan, ada data-data ekonomi yang belum meyakinkan pelaku pasar meski Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan US$ 1,3 miliar pada Juli 2015.

"Neraca perdagangan memang surplus, tetapi neraca modal defisit. Investor juga sudah keluar dari pasar modal," tutur Rully.

Rully menilai pelaku pasar ragu apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat meningkat di kuartal III 2015. Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,67 persen pada kuartal II 2015. Rully memprediksi, nilai tukar rupiah masih bergerak di kisaran 13.850-13.880 per dolar AS pada perdagangan Jumat 21 Agustus 2015.

"Bank Indonesia sepertinya masih melakukan intervensi sehingga rupiah di kisaran 13.850-13.880 per dolar AS. Memang ada kemungkinan rupiah dapat tembus 14.000 karena sentimen eksternal kurang bagus," tutur Rully. (Ahm/Ndw)


Source: liputan6.com