Berita Kurs Dollar pada hari Rabu, 12 Agustus 2015 |
4 Insiden Lenyapnya Uang Nasabah di Bank Nasional |
Liputan6.com, Jakarta - Kecanggihan teknologi tak menjamin seseorang bebas dari jerat kejahatan. Seperti di sektor perbankan. Meski telah dibalut sistem teknologi sedemikian rumit, masih ada saja orang yang mampu membobol sistem perbankan, demi kepuasan materi maupun kesenangan semata.
Apalagi di era digital di mana transaksi perbankan bisa dengan mudah dilakukan secara elektronik. Perbankan pun selalu mewanti nasabahnya agar berhati-hati dengan transaksi yang mereka lakukan karena aksi fraud masih mungkin terjadi dan uang bisa melayang setiap saat. Maklum, gara-gara fraud pun terkadang membuat sengketa antara nasabah dan pihak bank.
Berikut beberapa insiden fraud perbankan yang sempat terungkap dan melanda bank besar di Indonesia, seperti dirangkum Liputan6.com, Rabu (12/8/2015):
Source: liputan6.com
|
Respons OJK Perihal Insiden Uang Nasabah Bank Lenyap |
Liputan6.com, Jakarta - Kasus penipuan (fraud) yang menimpa dua nasabah Bank Mandiri Cabang Bengkulu tengah menjadi perhatian publik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi salah satu lembaga yang diminta memperketat pengawasannya.
Perihal ini, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto, mengaku belum mengetahui hal ini. "Berapa? Rp 100 triliun? Saya belum dengar. Coba kasih tahu saya, biar saya tanyakan ke teman-teman (OJK)," ucap Rahmat Jakarta, seperti dikutip Rabu (12/8/2015).
Dia pun enggan mengomentari perihal kehandalan sistem teknologi Bank Mandiri yang dipertanyakan mengingat sering terjadi kasus pembobolan rekening nasabah. "Saya belum dengar ya, jadi tidak bisa komentar," tegas dia sambil berlalu.
Sebelumnya, dua orang nasabah pemilik rekening tabungan Bank Mandiri Cabang Bengkulu kehilangan uang sebesar Rp 49 juta. Belakangan diketahui uang mereka lari ke pemilik rekening yang terdaftar di kota Denpasar, Bali.
Mereka adalah Firdaus pemilik rekening nomor 113.00.0980037.0 kehilangan uang sebesar Rp 49 juta, setelah dilacak, uang miliknya lari ke rekening Bank Tabungan Negara cabang Bali nomor 49.157.889, pemilik rekening itu tercatat atas nama Risto Mattila, warga negara Finlandia.
Pemilik rekening kedua adalah Seprinaldi Syukron dibobol, uang tabungan miliknya berkurang sebesar Rp 49.657.432. Belakangan diketahui, uang miliknya lari ke rekening salah seorang nasabah Bank Sinar Mas juga terdaftar di Cabang Bali.
Namun anehnya, rekening milik Firdaus, sempat membengkak menjadi lebih dari Rp 100 triliun, hanya berselang 5 menit, dia melaporkan peristiwa ini melalui call centre Bank Mandiri, rekeningnya langsung terblokir, bahkan uang miliknya lebih dari Rp 49 juta juga ikut hilang.
"Kami komplain ke pihak Bank, tetapi jawabannya kami terima surat yang mengatakan bahwa terjadi Phising dengan modus Malware, kami tidak mengerti apa itu, yang jelas, kami mau uang kami kembali," ujar Firdaus di Bengkulu. (Fik/Nrm)
Source: liputan6.com
|
Rupiah Tergolek di 13.800 per Dolar AS, Waspadai Currency War |
Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah menyentuh level terendah sejak 1998 pada perdagangan Rabu (12/8/2015). Sentimen yang memberikan tekanan kepada rupiah adalah devaluasi mata uang China Yuan, ketidakpastian kenaikan suku bunga AS dan melambatnya pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Mengutip data Bloomberg, Rabu (12/8/2015), rupiah sempat menyentuh level 13.820 per dolar AS pada pukul 09.55 WIB. Level tersebut merupakan level terendah dalam 17 tahun terakhir setelah sempat menyentuh level 15.000 pada 1998 lalu.
Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah menjadi 13.758 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 13.541 per dolar AS.
Negeri tirai bambu pada Selasa (11/8/2015) kemarin, mendevaluasi mata uang Yuan hingga 1,9 persen. Langkah devaluasi tersebut memang sengaja dilakukan untuk mendorong produk ekspor China agar lebih kompetitif di pasar internasional. pemerintah China sedang mencoba berbagai cara agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih tinggi.
Dalam beberapa kuartal terakhir, Pertumbuhan China terus berada di level 7 persen. Padahal selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi China terus berada di atas level 10 persen.
Ekonom PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan, dalmpak devaluasi Yuan terhadap rupiah tidak terlalu besar. Menurutnya, justru rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang cukup menekan indeks dan akan berlangsung cukup lama.
"Jika hanya devaluasi Yuan kemungkinan (pelemahan rupiah) hanya sementara, yang lama itukan suku bunga AS (rencana kenaikan suku bunga AS)" katanya.
Rully melanjutkan, pelemahan rupiah bisa lebih dalam jika ada balasan dari beberapa negara lain kepada China. "Negara dengan orientasi ekspor lebih konsen dengan nilai mata uangnya," tuturnya.
Menurut Rully, devalausi Yuan membuat dolar AS kurang kompetitif yang mana bisa saja AS melakukan kebijakan non moneter sebagai balasan.
Saling balas-membalasnya kebijakan ekonomi suatu negara dengan negara lain dapat memicu Currency War "Jika seperti itu negara kecil yang jadi korban." pungkas Rully. (Ilh/Gdn)
Source: liputan6.com
|
Bos Mandiri: Jaringan Sindikat yang Bikin Uang Nasabah Hilang |
Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Mandiri Tbk mengaku bahwa kasus yang menimpa dua orang nasabah cabang Bengkulu lebih disebabkan oleh sindikat yang memang mengincar bank-bank yang memiliki transaksi tinggi.
Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, Bank Mandiri telah melakukan penelusuran terhadap kasus yang menimpa dua orang nasabah di Bengkulu tersebut. Hasilnya, fraud yang terjadi dilakukan oleh sindikat.
"Kerja sindikat itu menyebar virus ke personal computer nasabah. Jadi sistem perbankan tidak terkena," tutur dia kepada Liputan6.com seperti ditulis, Rabu (12/8/2015).
Sindikat tersebut memang menyasar ke bank-bank yang mempunyai volume transaksi internet banking tinggi. Melalui virus tersebut, nasabah diarahkan sindikat tersebut untuk melakukan transaksi yang bisa membuat sindikat membobol rekening nasabah.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, Rohan Hafas telah menjelaskan perseroan telah menerima pengaduan dari salah satu nasabah tersebut yaitu Firdaus atas transaksi transfer sebesar Rp 49.157.889.
"Kami telah melakukan penelusuran atas pengaduan tersebut. Dari hal itu, kami mendapati Bapak Firdaus terindikasi menjadi korban penipuan yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dengan mencuri data-data nasabah melalui virus yang disebarkan ke komputer milik yang bersangkutan," tutur Rohan kepada Liputan6.com, Selasa (11/8/2015).
Untuk menindaklanjuti kasus pembobolan melalui virus tersebut, Bank Mandiri telah melaporkannya kepada OJK sebagai bentuk tanggung jawab dalam merespons keluhan nasabah atau masyarakat.
"Kami bersimpati atas musibah yang dialami Bapak Firdaus, namun kami menyayangkan nasabah memberikan informasi yang tidak benar mengenai saldo Rp 100 triliun dan hal ini dapat mengakibatkan konsekuensi hukum," jelas Rohan.
Menurut Rohan, saldo tersebut merupakan tulisan tangan nasabah bersangkutan. Sebagai institusi yang taat asas, Bank Mandiri akan mendukung pihak berwajib untuk menyelesaikan kasus ini, sekaligus mencegah kasus tersebut tidak terulang kembali sehingga tidak mengganggu kemajuan industri perbankan nasional.
Bank Mandiri pun menyampaikan kepada masyarakat agar mewaspadai jika ada permintaan-permintaan mencurigakan seperti sinkronisasi token. Masyarakat tidak perlu mengikuti perintah tersebut.
"Jika menghadapi permintaan dimaksud, masyarakat dapat melaporkannya ke contact center Bank terkait. Bagi nasabah Bank Mandiri dapat melaporkannya ke Mandiri Call 14000 atau melalui akun @mandiricare," tutup Rohan.
Kronologi Kasus Untuk diketahui, dua orang nasabah Bank Mandiri cabang Bengkulu mengaku kehilangan uang mereka masing-masing sebesar Rp 49 juta dari rekening tabungannya.
"Saya biasa bertransaksi melalui sms banking dan saat cek saldo, uang saya berkurang Rp 49 juta," kata Firdaus, nasabah Bank Mandiri yang sudah melaporkan kasus ini ke Polda Bengkulu, seperti mengutip Antara.
Ia mengatakan, hilangnya uang dari rekening tabungan terjadi pada 15 Juni lalu, saat melakukan transaksi non tunai yakni mentransfer dana sebesar Rp 8 juta.
Setelah transaksi, ia justru mendapat laporan keberadaan arus transaksi dari rekeningnya ke rekening bank lain yakni BTN sebesar Rp 49 juta. Dana tersebut dikirim ke seseorang pemilik rekening BTN bernama Ristomatila yang berdomisili di Bali. "Padahal saya tidak pernah mengenal orangnya dan tidak pernah transfer dana itu," tegas dia.
Mengetahui kejanggalan tersebut, Firdaus langsung menghubungi pihak bank Mandiri dan melaporkan kejadian itu.
Memang usai melaporkan kejadian tersebut, dana sebesar Rp 49 juta kembali masuk ke rekeningnya. Namun sayang, dana tersebut tak bisa ditarik.
Keganjilan terjadi saat memeriksa saldo melalui sms banking, Firdaus justru menemukan dana sebesar Rp 100 triliun terdapat dalam rekeningnya.
"Saya langsung telepon lagi pusat layanan pelanggan dan melaporkan adanya saldo mencapai Rp 100 triliun dan pihak bank langsung menonaktifkan sementara rekening saya," dia menguraikan.
Firdaus kemudian memperlihatkan selembar kertas berisi informasi saldo sebesar Rp 100 triliun dalam rekening tabungan yang sempat dicetaknya.
Hal mengejutkan selanjutnya, Firdaus justru kehilangan kembali uang yang sebesar Rp 49 juta, demikian pula dengan dana Rp 100 triliun tersebut.
Kasus ini pun sudah dilaporkan ke pihak bank, yang ternyata tidak bersedia mengganti dana yang hilang itu kembali. "Kami minta keadilan, karena kasus serupa ini bisa saja menimpa nasabah lain," ucap Firdaus.
Firdaus mengharapkan laporan yang sudah disampaikan ke Polda Bengkulu pada 26 Juni dapat ditindaklanjuti sehingga ada kejelasan tentang pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini.
Kasus serupa juga dialami Seprialdi yang kehilangan dana sebesar Rp 49 juta dari rekening tabungannya pada 29 Juni 2015.
"Saya langsung menghubungi Mandiri pusat dan mereka berjanji menyelesaikan masalah ini hingga 6 Agustus, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan," katanya. (Gdn/Nrm)
Source: liputan6.com
|
Menkeu Bantah Rupiah Melemah Karena Reshuffle Kabinet |
Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro membantah penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terpengaruh rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk merombak susunan kabinet atau reshuffle kabinet kerja.
Bambang mengatakan, nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat hingga sentuh 13.800 per dolar disebabkan oleh sentimen pasar terhadap mata uang China Yuan.
"Ya pokoknya itu saja, jadi adalah pure dan akan ditenangkan oleh Bank Indonesia," kata Bambang, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (12/8/2015).
Bambang menegaskan, penguatan dolar AS terhadap rupiah yang terjadi belakangan ini bukan terpengaruh rencana perombakanan kabinet yang dilakukan Presiden Joko Widodo.
"Tidak, ini murni. Kami sudah diinformasikan BI yang ada di pasar bahwa ini purely ekspektasi yang berlebihan terhadap Yuan," tutur Bambang.
Ketika ditanyakan tentang detil perombakan kabinet, Bambang enggan berbicara. Ia hanya menyarankan rekan media datang ke Istana Presiden pukul 13.00 nanti. "Nanti ke istana saja jam 1," pungkasnya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah menyentuh level terendah sejak 1998 pada perdagangan Rabu pekan ini. Sentimen yang memberikan tekanan kepada rupiah adalah devaluasi mata uang China Yuan, ketidakpastian kenaikan suku bunga AS dan melambatnya pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Mengutip data Bloomberg, rupiah sempat menyentuh level 13.820 per dolar AS pada pukul 09.55 WIB. Level tersebut merupakan level terendah dalam 17 tahun terakhir setelah sempat menyentuh level 15.000 pada 1998 lalu.
Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah menjadi 13.758 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 13.541 per dolar AS.
Negeri tirai bambu pada Selasa 11 Agustus kemarin, mendevaluasi mata uang Yuan hingga 1,9 persen. Langkah devaluasi tersebut memang sengaja dilakukan untuk mendorong produk ekspor China agar lebih kompetitif di pasar internasional. pemerintah China sedang mencoba berbagai cara agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih tinggi.
Dalam beberapa kuartal terakhir, Pertumbuhan China terus berada di level 7 persen. Padahal selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi China terus berada di atas level 10 persen.
Ekonom PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan, dalmpak devaluasi Yuan terhadap rupiah tidak terlalu besar. Menurutnya, justru rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang cukup menekan indeks dan akan berlangsung cukup lama.
"Jika hanya devaluasi Yuan kemungkinan (pelemahan rupiah) hanya sementara, yang lama itukan suku bunga AS (rencana kenaikan suku bunga AS)" kata Rully. (Pew/Ahm)
Source: liputan6.com
|
Bos BI: Rupiah Overshoot |
Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melihat bahwa pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir sudah telah terlalu dalam (overshoot) sehingga telah berada jauh di bawah nilai fundamentalnya (undervalued). Menyikapi hal tersebut, BI telah dan akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah.
"BI akan mengoptimalkan bauran kebijakan dan terus berkoordinasi dengan Pemerintah dan otoritas lainnya untuk mendorong nilai tukar rupiah ke nilai fundamentalnya," jelas Gubernur BI, Agus Martowardojo.
Sebagai informasi, perkembangan nilai tukar rupiah dalam beberapa terakhir ini terutama disebabkan oleh perkembangan global. Pasar masih bereaksi terhadap keputusan pemerintah China yang melakukan depresiasi mata uang Yuan.
Langkah tersebut dilakukan Pemerintah China untuk mempertahankan kinerja ekspornya, yang menurun drastis sebesar 8,3 persen (yoy) pada Juli 2015, atau merupakan penurunan terbesar dalam 4 bulan terakhir.
Secara global, depresiasi Yuan tersebut memberi dampak pada negara-negara mitra dagang China yang ekspornya mengandalkan sumber daya alam, termasuk Indonesia.
Kebijakan depresiasi seperti ini pernah dilakukan pemerintah China pada tahun 1994, yang juga berdampak pada perekonomian global saat itu.
Sementara itu, perkembangan data terkini di Amerika Serikat (AS) seperti data ISM non manufacturing index, data tenaga kerja, menunjukkan tanda-tanda membaik sehingga menimbulkan ekspektasi dari pelaku pasar bahwa kenaikan suku bunga kebijakan AS (Fed Fund Rate) akan dilakukan lebih cepat.
Secara umum, hampir seluruh mata uang global mengalami depresiasi. Sebagai ilustrasi, mata uang Ringgit Malaysia melemah sebesar 13,3 persen (ytd), Korean Won melemah sebesar 7,9 persen (ytd) , Thailand Baht melemah sebesar 7,4 persen (ytd), Yen Jepang melemah 4,8 persen (ytd), Euro melemah sebesar 8,9 persen (ytd), Brasilian Real melemah 29,4 persen (ytd), dan Australian Dolar melemah sebesar 10,6 persen (ytd).
Sementara nilai tukar rupiah dari Januari hingga Minggu I Agustus 2015 melemah sebesar 9,8 persen (ytd). (Yas/Gdn)
Source: liputan6.com
|
Gubernur BI: Rupiah Overshoot |
Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melihat bahwa pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir sudah telah terlalu dalam (overshoot) sehingga telah berada jauh di bawah nilai fundamentalnya (undervalued). Menyikapi hal tersebut, BI telah dan akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah.
"BI akan mengoptimalkan bauran kebijakan dan terus berkoordinasi dengan Pemerintah dan otoritas lainnya untuk mendorong nilai tukar rupiah ke nilai fundamentalnya," jelas Gubernur BI, Agus Martowardojo, Rabu (12/8/2015).
Sebagai informasi, perkembangan nilai tukar rupiah dalam beberapa terakhir ini terutama disebabkan oleh perkembangan global. Pasar masih bereaksi terhadap keputusan pemerintah China yang melakukan depresiasi mata uang Yuan.
Langkah tersebut dilakukan Pemerintah China untuk mempertahankan kinerja ekspornya, yang menurun drastis sebesar 8,3 persen (yoy) pada Juli 2015, atau merupakan penurunan terbesar dalam 4 bulan terakhir.
Secara global, depresiasi Yuan tersebut memberi dampak pada negara-negara mitra dagang China yang ekspornya mengandalkan sumber daya alam, termasuk Indonesia.
Kebijakan depresiasi seperti ini pernah dilakukan pemerintah China pada tahun 1994, yang juga berdampak pada perekonomian global saat itu.
Sementara itu, perkembangan data terkini di Amerika Serikat (AS) seperti data ISM non manufacturing index, data tenaga kerja, menunjukkan tanda-tanda membaik sehingga menimbulkan ekspektasi dari pelaku pasar bahwa kenaikan suku bunga kebijakan AS (Fed Fund Rate) akan dilakukan lebih cepat.
Secara umum, hampir seluruh mata uang global mengalami depresiasi. Sebagai ilustrasi, mata uang Ringgit Malaysia melemah sebesar 13,3 persen (ytd), Korean Won melemah sebesar 7,9 persen (ytd) , Thailand Baht melemah sebesar 7,4 persen (ytd), Yen Jepang melemah 4,8 persen (ytd), Euro melemah sebesar 8,9 persen (ytd), Brasilian Real melemah 29,4 persen (ytd), dan Australian Dolar melemah sebesar 10,6 persen (ytd).
Sementara nilai tukar rupiah dari Januari hingga Minggu I Agustus 2015 melemah sebesar 9,8 persen (ytd).
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka melemah menjadi 13.689 per dolar AS ada perdagangan Rabu pekan ini dari penutupan Selasa 11 Agustus 2015 di kisaran 13.607 per dolar AS. Sepanjang hari ini, nilai tukar rupiah berada di kisaran 13.685-13.917 per dolar AS.
Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah menjadi 13.758 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 13.541 per dolar AS. (Yas/Gdn)
Source: liputan6.com
|
Menkeu: Rupiah Tertekan Murni Akibat Sentimen China |
Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung tertekan mulai awal pekan ini. Bahkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) berada di kisaran 13.758 per dolar AS pada Rabu pekan ini.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, menuturkan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS disebabkan karena harapan pasar yang agak berlebihan terhadap penurunan mata uang China Yuan. Dengan China sengaja melemahkan mata uangnya berdampak terhadap negara yang melakukan perdagangan dengan China termasuk Indonesia. Apalagi Indonesia sebagian besar mengekspor komoditas ke China.
"Pokoknya Rupiah melemah ini murni karena ekspektasi yang mungkin agak berlebihan terhadap devaluasi mata uang China," kata Bambang, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (12/8/2015).
Bambang menambahkan, nilai tukar rupiah melemah tersebut karena murni pasar uang, tidak lagi berhubungan dengan fundamental.
"Lebih karena ekpektasi negara yang banyak melakukan trading dengan China, terutama ekspor dengan china itu akan mengalami dampak sebagai akibat devaluasi Yuan," kata Bambang.
Menurut Bambang, Bank Indonesia (BI) akan mengambil tindakan untuk meredam tekanan rupiah tersebut.
"Pokoknya nanti BI akan ambil action, karena purely ini perdagangan pasar uang. Jadi yang main di pasar uang kan BI, BI akan ambil action, mereka sudah sampaikan kepada kami," pungkasnya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah menyentuh level terendah sejak 1998 pada perdagangan Rabu pekan ini. Sentimen yang memberikan tekanan kepada rupiah adalah devaluasi mata uang China Yuan, ketidakpastian kenaikan suku bunga AS dan melambatnya pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Mengutip data Bloomberg, rupiah sempat menyentuh level 13.820 per dolar AS pada pukul 09.55 WIB. Level tersebut merupakan level terendah dalam 17 tahun terakhir setelah sempat menyentuh level 15.000 pada 1998 lalu.
Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah menjadi 13.758 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 13.541 per dolar AS.
Negeri tirai bambu pada Selasa 11 Agustus kemarin, mendevaluasi mata uang Yuan hingga 1,9 persen. Langkah devaluasi tersebut memang sengaja dilakukan untuk mendorong produk ekspor China agar lebih kompetitif di pasar internasional. pemerintah China sedang mencoba berbagai cara agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih tinggi.
Dalam beberapa kuartal terakhir, pertumbuhan ekonomi China terus berada di level 7 persen. Padahal selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi China terus berada di atas level 10 persen.
Ekonom PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan, dalmpak devaluasi Yuan terhadap rupiah tidak terlalu besar. Menurutnya, justru rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang cukup menekan indeks dan akan berlangsung cukup lama.
"Jika hanya devaluasi Yuan kemungkinan (pelemahan rupiah) hanya sementara, yang lama itukan suku bunga AS (rencana kenaikan suku bunga AS)" kata Rully.
Rully melanjutkan, pelemahan rupiah bisa lebih dalam jika ada balasan dari beberapa negara lain kepada China. "Negara dengan orientasi ekspor lebih konsen dengan nilai mata uangnya," ujar Rully. (Pew/Ahm)
Source: liputan6.com
|