Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menilai depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) saat ini masih wajar. Hanya saja pelemahan kurs harus terprediksi sehingga memudahkan para pelaku usaha menghitung kebutuhan biaya operasional maupun pendanaan yang menggunakan mata uang dolar.
"Pelemahan rupiah tidak masalah, tapi jangan sampai tidak terprediksi. Sampai Rp 20 ribu per dolar AS pun tidak masalah, yang penting terprediksi," tegas Direktur IBPA, Wahyu Trenggono di Gedung BEI, Jakarta, Senin (10/8/2015).
Dengan nilai tukar rupiah yang lebih terprediksi, kata dia, perusahaan dapat langsung meminjam uang dolar AS untuk melunasi utang luar negeri. "Sementara importir, begitu rupiah melemah sampai Rp 20 ribu per dolar AS misalnya, dia bisa menghentikan impor," ujar Wahyu.
Dalam kondisi demikian, sambung Wahyu, terjadi kenaikan imbal hasil atau yield dari penerbitan obligasi akibat perlambatan ekonomi di semester I 2015 dan pelemahan kurs rupiah. "Kita tidak tahu berapa pasar sudah mengantisipasi pelemahan kurs," ujar Wahyu.
Dia berharap, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih baik di semester II 2015 didorong belanja pemerintah. Saat ini, Wahyu menganggap pemerintah Jokowi masih tahap konsolidasi di periode paruh waktu ini.
"Di semester II ini akan ada belanja, karena kalau kondisi ekonomi membaik, internal tidak ada isu. Sedangkan untuk rupiah masih dipengaruhi faktor eksternal," pungkas Wahyu.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), dari awal tahun 2015 hingga 10 Agustus 2015, nilai tukar rupiah melemah 8,5 persen dari 12.474 per dolar AS menjadi 13.536 per dolar AS. (Fik/Ahm)
Source: liputan6.com