Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (5/8/2015). Penyebab pelemahan rupiah karena adanya ekspektasi pelaku pasar bahwa Bank Sentral AS bakal menaikkan suku bunga pada 2015 ini. Namun, pelemahan rupiah tak terlalu tinggi karena inflasi nasional sesuai perkiraan pelaku pasar.
Mengutip Bloomberg, rupiah melemah ke level 13.501 per dolar AS pada pukul 11.21 WIB. tercatat penutupan nilai tukar rupiah pada perdagangan kemarin berada di level 13.472 per dolar AS. sedangkan pada pembukaan, rupiah berada di level 13.501 per dolar AS.
Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah berada di kisaran 13.495 per dolar AS hingga 13.527 per dolar AS.
Sedangkan dalam Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, rupiah diperdagangkan di level 13.517 per dolar AS. Melemah jika dibandingkan dengan perdagangan sehari sebelumnya yang tercatat 13.495 per dolar AS.
Kepala Divisi Riset dan Analisis PT Monex Investindo Futures (MIF), Ariston Tjendra menjelaskan, pelemahan rupiah lebih disebabkan sentimen dari regional. Kuatnya isu bahwa Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed akan menaikkan suku bunga di tahun ini membuat nilai tukar dolar menguat. Hal tersebut menjadi tekanan sendiri kepada rupiah.
Penguatan dolar AS ini juga menekan mata uang beberapa negara lainnya. Selain rupiah, ringgit Malaysia juga tertekan dengan adanya penguatan dolar AS tersebut.
"Semalam Gubernur The Fed untuk Negara Bagian Atlanta Dennis Lockhart memberikan penegasan dukungannya atas kenaikan suku bunga sehingga meningkatkan ekspketasi akan kenaikan suku bunga AS. Hal tersebut mendorong rupiah kian melemah" katanya kepada Liputan6.com.
Dalam pernyataannya, Dennis Lockhart mengungkapkan The Fed harus mempunyai alasan yang kuat jika tak ingin membuat kebijakan moneter yang melenceng dari rencana. Jika pertumbuhan ekonomi Amerika benar-benar mengalami penurunan yang dalam, barulah The Fed bisa menahan rencana kenaikan suku bunga.
Pernyataan dari Dewan Gubernur Bank Sentral AS ini membuat ekpektasi rencana kenaikan suku bunga akan dilakukan pada September 2015 ini, setelah sebelumnya rencana kenaikan pada Juni 2015 kemarin sudah tertunda.
Analis PT Panin Aset Management Rudiyanto menambahkan, selain sentimen dari regional, ada juga sentimen dari dalam negeri yang menahan pelemahan nilai tukar rupiah lebih dalam. "Tingkat inflasi yang terkendali, menjadi sentimen positif bagi rupiah” kata Rudiayanto.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Analis rupiah PT Bank Saudara Tbk Rully Nova. “Inflasi bulan juli 2015 mencapai 0,93 persen yang berarti membaiknya daya beli masyarakat” kata Rully kepada Liputan6.com.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi pada Juli 2015 mencapai 0,93 persen. Angka ini sama dengan tingkat inflasi pada Juli 2014. Berdasarkan indeks harga konsumen (IHK), 80 kota tercatat mengalami inflasi dan 2 kota deflasi.
Kepala BPS, Suryamin, mengatakan bahwa inflasi paling tinggi terjadi di Pangkal Pinang sebesar 3,18 persen dan terendah di Pematang Siantar 0,06 persen. Sementara deflasi tertinggi terjadi di Merauke yaitu 0,65 persen. "Persis sama dengan Juli 2014," ujar dia.
Untuk laju inflasi year on year (Juni 2014-Juni 2015), tercatat mencapai 7,26 persen. Sedangkan berdasarkan tahun kalender sebesar 1,9 persen. Adapun inflasi komponen inti berada di posisi 0,34 persen dan inti tahun ke tahun sebesar 4,86 persen.
"Andilnya dari bahan makanan 2,02 persen, transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan 1,74 persen dan makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,51 persen," tutur dia.
Saat ini, para pelaku pasar fokus terhadap pengumuman kebijakan suku bunga AS.The Fed dijadwalkan akan mengumumkan kebijakan suku bunga pada Kamis 20 Agustus 2015 pukul 01.00 WIB dini hari. Apapun keputusan tersebut akan mempengaruhi nilai tukar rupiah. (Ilh/Gdn)
Source: liputan6.com