Prev Agustus 2015 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
26 27 28 29 30 31 01
02 03 04 05 06 07 08
09 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 31 01 02 03 04 05
Berita Kurs Dollar pada hari Senin, 03 Agustus 2015
Dibayangi Kenaikan Suku Bunga AS, Rupiah Menguat di Awal Pekan

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah bervariasi dengan kecenderungan menguat di awal Agustus 2015. Sentimen global dinilai masih jadi faktor utama mempengaruhi nilai tukar rupiah.

Mengutip data valuta asing Bloomberg, Senin (3/8/2015), rupiah pada pukul 11.01 waktu Jakarta menguat ke level 13.487 per dolar Amerika Serikat (AS). Nilai tukar rupiah sempat menguat ke level 13.465 per dolar AS.

Rupiah dibuka menguat 25 poin menjadi 13.514 per dolar AS dari penutupan perdagangan Jumat 31 Juli 2015 di level 13.539 per dolar AS.  Gerak nilai tukar rupiah berada di kisaran 13.464-13.516 pada siang ini.

Sedangkan kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), rupiah melemah 11 poin menjadi 13.492 per dolar AS pada 3 Agustus 2015 dari periode 31 Juli 2015 di kisaran 13.481.

Analis Bank Danamon, Dian Eka Ayu menuturkan sentimen global terutama rencana bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve menaikkan suku bunga pada September masih menekan nilai tukar rupiah. Sentimen negatif lainnya ditambah dari kekhawatiran ekonomi China melambat.

Selain itu, pelaku pasar juga menantikan rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2015 pada Selasa 4 Agustus 2015. Bila pertumbuhan ekonomi kuartal II 2015 lebih lemah dari kuartal I 2015 di kisaran 4,7 persen maka berdampak negatif untuk nilai tukar rupiah.

"Banyak sentimen global berdampak negatif ke nilai tukar rupiah sehingga penguatan rupiah hanya sementara," ujar Dian saat dihubungi Liputan6.com.

Hal senada dikatakan Analis Pasar Uang PT Bank Saudara Tbk Rully Nova. Rully mengatakan,  tren penguatan dolar AS membuat mata uang emerging market tertekan termasuk rupiah. Sentimen penguatan dolar AS itu ditopang dari hasil rapat The Fed menunjukkan ekonomi AS membaik sehingga akan berdampak terhadap rencana kenaikan suku bunga AS."Kalau dari domestik juga masih banyak sentimen negatif," ujar Rully.

Ia menambahkan, pelaku pasar juga mengkhawatirkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di kuartal II. "Daya beli masyarakat menurun akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Rully.

Rully menambahkan, tekanan terhadap rupiah memang masih belum mereda. Apalagi rencana kenaikan suku bunga AS masih mewarnai nilai tukar rupiah. Rupiah diperkirakan bergerak di kisaran 13.450-13.500 per dolar AS.

Dian menilai, tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih moderat. Mengingat penguatan dolar AS berdampak terhadap mata uang lainnya di regional. Dian masih optimistis kalau rupiah akan menguat ke level 13.350 per dolar AS pada akhir 2015. Hal itu mengingat kenaikan suku bunga AS pada September 2015 akan memberikan kepastian pelaku pasar.

"Reaksi pelaku pasar sudah price in kenaikan suku bunga sehingga dampaknya terhadap pelemahan rupiah hanya sementara," kata Dian.

Dian menambahkan, fundamental ekonomi Indonesia juga masih akan baik pada 2016. Implementasi kebijakan pemerintah diharapkan mulai terasa sehingga mendukung ekonomi Indonesia. Pelaku pasar juga masih memegang aset investasi Indonesia. "Investor asing masih memegang obligasi Indonesia jadi belum ada dana keluar signifikan dari obligasi sehingga pelemahan rupiah terbatas," ujar Dian. (Ahm/)


Source: liputan6.com
Dibayangi Suku Bunga AS, Rupiah di Kisaran 13.500 per Dolar

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah bervariasi dengan kecenderungan menguat di awal Agustus 2015. Sentimen global dinilai masih jadi faktor utama mempengaruhi nilai tukar rupiah.

Mengutip data valuta asing Bloomberg, Senin (3/8/2015), rupiah pada pukul 11.01 waktu Jakarta menguat ke level 13.487 per dolar Amerika Serikat (AS). Nilai tukar rupiah sempat menguat ke level 13.465 per dolar AS.

Rupiah dibuka menguat 25 poin menjadi 13.514 per dolar AS dari penutupan perdagangan Jumat 31 Juli 2015 di level 13.539 per dolar AS.  Gerak nilai tukar rupiah berada di kisaran 13.464-13.516 pada siang ini.

Sedangkan kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), rupiah melemah 11 poin menjadi 13.492 per dolar AS pada 3 Agustus 2015 dari periode 31 Juli 2015 di kisaran 13.481.

Analis Bank Danamon, Dian Eka Ayu menuturkan sentimen global terutama rencana bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve menaikkan suku bunga pada September masih menekan nilai tukar rupiah. Sentimen negatif lainnya ditambah dari kekhawatiran ekonomi China melambat.

Selain itu, pelaku pasar juga menantikan rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2015 pada Selasa 4 Agustus 2015. Bila pertumbuhan ekonomi kuartal II 2015 lebih lemah dari kuartal I 2015 di kisaran 4,7 persen maka berdampak negatif untuk nilai tukar rupiah.

"Banyak sentimen global berdampak negatif ke nilai tukar rupiah sehingga penguatan rupiah hanya sementara," ujar Dian saat dihubungi Liputan6.com.

Hal senada dikatakan Analis Pasar Uang PT Bank Saudara Tbk Rully Nova. Rully mengatakan,  tren penguatan dolar AS membuat mata uang emerging market tertekan termasuk rupiah. Sentimen penguatan dolar AS itu ditopang dari hasil rapat The Fed menunjukkan ekonomi AS membaik sehingga akan berdampak terhadap rencana kenaikan suku bunga AS."Kalau dari domestik juga masih banyak sentimen negatif," ujar Rully.

Ia menambahkan, pelaku pasar juga mengkhawatirkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di kuartal II. "Daya beli masyarakat menurun akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Rully.

Rully menambahkan, tekanan terhadap rupiah memang masih belum mereda. Apalagi rencana kenaikan suku bunga AS masih mewarnai nilai tukar rupiah. Rupiah diperkirakan bergerak di kisaran 13.450-13.500 per dolar AS.

Dian menilai, tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih moderat. Mengingat penguatan dolar AS berdampak terhadap mata uang lainnya di regional. Dian masih optimistis kalau rupiah akan menguat ke level 13.350 per dolar AS pada akhir 2015. Hal itu mengingat kenaikan suku bunga AS pada September 2015 akan memberikan kepastian pelaku pasar.

"Reaksi pelaku pasar sudah price in kenaikan suku bunga sehingga dampaknya terhadap pelemahan rupiah hanya sementara," kata Dian.

Dian menambahkan, fundamental ekonomi Indonesia juga masih akan baik pada 2016. Implementasi kebijakan pemerintah diharapkan mulai terasa sehingga mendukung ekonomi Indonesia. Pelaku pasar juga masih memegang aset investasi Indonesia. "Investor asing masih memegang obligasi Indonesia jadi belum ada dana keluar signifikan dari obligasi sehingga pelemahan rupiah terbatas," ujar Dian. (Ahm/)


Source: liputan6.com
BPS: Ini Saat yang Tepat Turunkan BI Rate

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyarankan Bank Indonesia (BI) menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) seiring realisasi inflasi inti tahun ke tahun sebesar 4,86 persen. Inflasi inti tersebut mengalami penurunan dari angka 5 persen pada bulan sebelumnya.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, terjadi penurunan drastis pada inflasi inti tahun ke tahun di Juli 2015 dari 5 persen menjadi 4,86 persen.  "Itu artinya gejala ekonomi mengarah ke yang lebih baik," ujar dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (3/8/2015).

Menurut Sasmito, keadaan ekonomi yang mulai membaik terlihat dari inflasi inti tahun ke tahun dapat menjadi peluang bagi BI untuk menyesuaikan BI rate dari saat ini 7,5 persen.

"Saya kira itu peluang bagi BI menurunkan suku bunga. Karena BI kan memperhatikan inflasi inti yang sudah di kepala 4 persen," terang dia.

Dengan penurunan BI Rate, akan mendorong investasi lantaran tingkat bunga pinjaman yang ikut merosot. Di samping itu, juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Jadi sekarang ini bagaimana BI akan bereaksi terhadap pengumuman kita hari ini. Apakah itu akan mengendalikan inflasi mengingat inflasi Juli yang tertinggi sepanjang tidak ada kenaikan yang luar biasa dari pasar internasional," papar dia.(Fik/Nrm)


Source: liputan6.com
BPS‎ Minta BI Rate Turun, Ini Jawaban Bank Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan sinyal kepadan Bank Indonesia (BI) untuk dapat menurunkan tingkat suku bunga acuannya (BI Rate) mengingat terkendalinya laju inflasi sampai pertengahan tahun 2015.

Menanggapi hal itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan, untuk menurunkan BI Rate tidak semata-mata hanya mempertimbangkan angka inflasi, namun ada beberapa hal lainnya.

"‎Tapi tentu saja kami perhatikan juga faktor lain terkait dalam hal ini suku bunga luar negeri, Fed Fund Rate itu terhadap stabilisasi nilai tukar rupiah dan akhirnya terhadap inflasi‎," kata Perry di Gedung Bank Indonesia, Senin (3/8/2015).

‎Secara lebih khusus, Perry menekankan, persoalan pergerakan nilai tukar rupiah yang dipengaruhi faktor global dan domestik menjadi salah satu alasan kuat BI tidak merespon rendahnya inflasi dengan penurunan BI rate yang saat ini berada di 7,5 persen.

Namun demikian, BI terus berkomitmen untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa harus menurunkan BI rate. Salah satu yang telah ditempuh BI dicontohkan Perry adalah dengan mengendorkan liquiditas perbankan dan melonggarkan kebijakan makroprudensial. Seperti halnya perubahan kebijakan Loan To Value (LTV).

‎"Oleh karena itu, untuk stand by, suku bunga kami akan gunakan terus untuk antisipasi berbagai perkembangan‎," tegas Perry.

‎Badan Pusat Statistik (BPS) menyarankan Bank Indonesia (BI) menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) seiring realisasi inflasi inti tahun ke tahun sebesar 4,86 persen. Inflasi inti tersebut mengalami penurunan dari angka 5 persen pada bulan sebelumnya.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, terjadi penurunan drastis pada inflasi inti tahun ke tahun di Juli 2015 dari 5 persen menjadi 4,86 persen.

"Itu artinya gejala ekonomi mengarah ke yang lebih baik," ujar dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (3/8/2015).

Menurut Sasmito, keadaan ekonomi yang mulai membaik terlihat dari inflasi inti tahun ke tahun dapat menjadi peluang bagi BI untuk menyesuaikan BI rate dari saat ini 7,5 persen. (Yas/Gdn)


Source: liputan6.com