Prev Oktober 2014 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
28 29 30 01 02 03 04
05 06 07 08 09 10 11
12 13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 23 24 25
26 27 28 29 30 31 01
02 03 04 05 06 07 08
Berita Kurs Dollar pada hari Jumat, 10 Oktober 2014
Di Akhir Pekan, Rupiah Kembali Terhempas

Liputan6.com, Jakarta - Maraknya isu politik di Tanah Air tak lagi berdampak signifikan pada pergerakan nilai tukar rupiah. Penguatan dolar saat ini terjadi akibat rencana stimulus Bank Sentral Eropa menjadi tekanan yang cukup besar bagi rupiah.

Berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah kembali mengalami koreksi ke level Rp 12.207 per dolar AS. Pada perdagangan sebelumnya, nilai tukar dolar sempat menguat ke level Rp 12.190 per dolar AS.

Sementara data valuta asing (valas) Bloomberg, Jumat (10/10/2014), menunjukkan nilai tukar rupiah dibuka melemah di level Rp 12.210 per dolar AS. Nilai tukar rupiah terkoreksi tipis 24 poin dari penutupan sebelumnya di level Rp 12.186 per dolar AS.

Pada perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah tercatat melemah 0,17 persen ke level Rp 12.206 per dolar AS. Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah masih bertengger di kisaran Rp 12.199 per dolar AS hingga Rp 12.217 per dolar AS.

Pekan ini, nilai tukar rupiah sempat menyentuh level terendah dalam delapan bulan terakhir saat isu politik mengenai pemilihan ketua MPR memanas di parlemen. Rupiah sempat menyentuh level Rp 12.260- per dolar AS.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta mengatakan, kini setelah isu politik mereda, berbagai faktor eksternal seperti penguatan dolar AS kembali menekan nilai tukar rupiah.

"Penguatan pada perdagangan kemarin juga tercatat cukup tipis. Kini rupiah kembali melemah bersama sejumlah mata uang Asia lain," tandasnya. (Sis/Gdn)

Credit: Arthur Gideon


Source: liputan6.com
Jokowi Efek Tak Akan Mampu Tolong Rupiah Menguat

Liputan6.com, Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)http://bisnis.liputan6.com/read/2113796/jokowi-harus-lakukan-ini-jika-ingin-rupiah-kembali-perkasa diprediksi tidak bisa membuat nilai tukar rupiah kembali menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Pengamat Ekonomi Komisaris Independen Bank Permata Tony Prasetiantono mengatakan hal itu karena kebijakan  AS yang segera menghentikan kelonggaran likuditas dengan cara mencetak uang (quantitatif easing). Kebijakan ini serta merta akan menyedot dolar berkurang di pasar.

"Amerika Serikat tidak lagi melakukan quantitative easing. 29 Oktober Amerika Serikat memutuskan penghentian quantitative easing," kata Tony, pada acara Indonesia Kenowledge Forum III 2014, di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta, Jumat (10/10/2014).

Menurut dia, pasokan dolar yang terbatas sementara permintaan yang terus meningkat akan membuat dolar semakin menguat. Hal ini akan melemahkan rupiah.

"Apakah bisa Presiden Jokowi menguatkan rupiah ke  Rp 9.000?, Jawabanya tidak siapapun presidennya, karena dolar AS akan diburu demand akan naik, ketika diburu dolar akan naik," ungkapnya.

Berkaca pada kondisi saat ini, dia mengaku pesimistis rupiah akan menguat di kisaran Rp 11.200 seperti saat Jokowi diumumkan sebagai pemenang Pemilihan Presiden.

"Kita tidak boleh terlalu optimistik rupiah Rp 11.200 per dolar, karena saat diumumkan kemenangan Pak Jokowi sebagai Presiden Itu tidak akan terulang karena kondisinya berbeda," pungkas dia. (Pew/Nrm)

Credit: Nurmayanti


Source: liputan6.com
Ini Dua Penyebab Rupiah Terus Tertekan

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa pekan ini, nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan. Bahkan pagi ini, Jumat (10/10/2014), nilai tukar rupiah menyentuh level Rp 12.207 per dolar AS. Menurut ekonomi, ada dua penyebab mengapa nilai tukar rupiah terus tertekan.

"Rupiah sekarang Rp 12.200, saat kemenangan Jokowi diumumkan Rp 11.200, ini kerja dua pihak," kata Pengamat Ekonomi yang juga menjabat sebagai Komisaris Independen PT Bank Permata Tbk, Tony Prasetiantono, dalam diskusi Indonesia Knowledge Forum III 2014, di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta, Jumat (10/10/2014).

Penyebab pertama yang membuat rupiah melemah adalah pengaruh dari domestik, yaitu meningkatnya subsidi energi. Sedangkan penyebab kedua berasal dari luar negeri. Menurut Tony, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh membaiknya perekonomian Amerika serikat (AS).

"Ada masalah sentimen yang berasal dari pertumbuhan ekonomi di Amerika. Negara tersebut mengalami perbaikan berupa pertumbuhan 240 ribu employment di non farm economist, artinya 240 ribu lapangan kerja baru.  Ini berarti ekonomi Amerika membaik sehingga dolar menguat dan rupiah melemah," tuturnya.

Untuk diketahui, berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah kembali mengalami koreksi ke level Rp 12.207 per dolar AS. Pada perdagangan sebelumnya, nilai tukar dolar sempat menguat ke level Rp 12.190 per dolar AS.

Sementara data valuta asing (valas) Bloomberg, Jumat (10/10/2014), menunjukkan nilai tukar rupiah dibuka melemah di level Rp 12.210 per dolar AS. Nilai tukar rupiah terkoreksi tipis 24 poin dari penutupan sebelumnya di level Rp 12.186 per dolar AS.

Pada perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah tercatat melemah 0,17 persen ke level Rp 12.206 per dolar AS. Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah masih bertengger di kisaran Rp 12.199 per dolar AS hingga Rp 12.217 per dolar AS. (Pew/Gdn)

Credit: Arthur Gideon


Source: liputan6.com
Kurangi Impor BBM, BI Prediksi Rupiah Menguat ke 11.500

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai tukar rupiah mampu kembali menguat ke level Rp 11.500 per dolar Amerika Serikat (AS). Syaratnya dengan reformasi ekonomi, termasuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM).

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara menilai, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berada pada rentang Rp 11.600 per dolar AS hingga Rp 11.900 per dolar AS cukup baik untuk menunjang ekspor dan menyusutkan impor.

"Kalau mata uang lain melemah jadi wajar jika rupiahnya bergerak. Dan kenaikan suku bunga AS adalah tantangan semua negara emerging market terutama yang punya defisit ekspor impor," ujar dia kepada wartawan di Gedung BI, Jakarta, Jumat (10/10/2014).

Dia meyakini kurs rupiah terhadap dolar AS akan membaik jika pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dapat melakukan pro reformasi ekonomi. Salah satunya dengan mengurangi impor BBM. Hal ini dilakukan agar aliran dana asing (capital inflow) tetap masuk ke Indonesia.

"Reformasi ekonomi di bidang energi, harus bisa mencari sumber energi tambahan selain minyak, harus bisa mengurangi impor BBM, membuat budjet APBN yang sehat dengan alokasi subsidi BBM jangan terlalu besar dan dialihkan ke infrastruktur sehingga membuat pertumbuhan ekonomi lebih produktif," jelas Mirza.

Kebijakan reformasi ekonomi lain, sambungnya, meningkatkan ekspor di luar ekspor komoditas yang selama ini sudah direalisasikan. Membangun kemandirian pangan, energi dan menjaga kondisi perbankan tetap sehat.

"Kebijakan yang bikin capital inflow masuk dan kebijakan yang mengurangi kebutuhan dolar AS harus dilakukan," cetusnya.

Jika reformasi ekonomi bisa diterapkan pemerintahan baru, Mirza memperkirakan, nilai tukar rupiah bisa menguat ke level Rp 11.500 per dolar AS. "Ya bisa," imbuh dia. (FIk/Gdn)

Credit: Arthur Gideon


Source: liputan6.com
Rupiah Terjungkal, BI Amankan Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memastikan akan menjaga stok dolar Amerika Serikat (AS) di pasar untuk mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dari kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI, nilai tukar rupiah kembali terhempas ke level Rp 12.207 per dolar AS dari sebelumnya Rp 12.190 per dolar AS.

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengatakan, pihaknya melakukan intervensi terhadap pelemahan nilai tukar rupiah yang dipicu karena rencana kenaikan suku bunga AS pada tahun depan.

"Intinya BI menyediakan kecukupan dolar AS di pasar. Kami perlu lakukan itu karena pasar keuangan Indonesia belum dalam," ujarnya kepada wartawan di Gedung BI, Jakarta, Jumat (10/10/2014).

Sebagai contoh, menurut Mirza, pasar valuta asing (valas) di Singapura mencapai US$ 300 miliar. Sedangkan pasar valas Indonesia hanya US$ 5 miliar. Kondisi ini tak sebanding dengan kebutuhan valas di pasar yang terus meningkat.

"Setiap hari selalu saja ada yang perlu dolar untuk impor, bayar utang luar negeri, dan keperluan lain yang perlu dolar. Sedangkan suplainya hanya datang dari eksportir, sehingga kita harus selalu siap menyediakan suplai dolar," sambungnya.

Pelemahan kurs rupiah terhadap inflasi, kata dia, tak terlalu signifikan. Hal ini tercermin saat depresiasi rupiah tahun lalu yang tak terlalu besar menyumbang inflasi.

Mirza berharap, pemerintahan baru dapat menerapkan kebijakan yang mendorong pengurangan kebutuhan dolar AS, seperti penyusutan impor bahan bakar minyak (BBM) dan menekan anggaran subsidi BBM serta mengalihkannya ke sektor yang lebih produktif. (Fik/Gdn)

Credit: Arthur Gideon


Source: liputan6.com