Prev November 2014 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
26 27 28 29 30 31 01
02 03 04 05 06 07 08
09 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 01 02 03 04 05 06
Berita Kurs Dollar pada hari Selasa, 18 November 2014
Bank Indonesia Pertahankan BI Rate di Level 7,5%

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan (BI Rate) di level 7,50 persen dengan suku bunga Lending Facility dan Suku Bunga Deposit Facility masing-masing di level 7,50 persen dan 5,75 persen.

Direktur eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Tirta Segara menjelaskan, keputusan untuk mempertahankan suku bunga tersebut setelah melihat bahwa angka inflasi sampai dengan juni kemarin sesuai dengan target Bank Indonesia. "Sasaran inflasi sampai akhir tahun di kisaran 4,5 persen dan 4 persen pada 2015," jelasnya.

Pada minggu lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi pada Juni sebesar 0,43 persen. Sedangkan untuk inflasi kalender atau dari Januari hingga Juni tercatat sebesar 1,99 persen dan tingkat inflasi dari tahun ke tahun atau Juni 2014 terhadap juni 2013 sebesar 6,7 persen.

Alasan lain BI menahan BI Rate adalah untuk mendorong neraca perdagangan terus berada di level yang lebih sehat.

Neraca perdagangan Mei 2014 mengalami surplus US$ 69,9 juta yang terdiri dari surplus non-migas US$ 1,4 miliar dan defisit neraca perdagangan migas US$ 1,3 miliar.

Kondisi neraca perdagangan Mei 2014 lebih baik jika dibandingkan dengan neraca perdagangan di periode yang sama di 2013 yang mengalami defisit masing-masing US$ 1,96 miliar dan US$ 527 juta.

Langkah Bank Indonesia mempertahankan BI Rate tersebut sesuai dengan prediksi tiga pengamat ekonomi yang dihubungi oleh Liputan6.com.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Destri Damayanti, Ekonom Universitas Gajah Mada Yogyakarta Tony Prasetyantono dan Direktur PT Bahana TCW Asset Management Gudi Hikmat memperkirakan BI Rate tetap di level 7,50 persen.

"BI Rate dibandingkan inflasi inti secara internal besar gap selisihnya. Kalau BI menaikkan suku bunga acuan maka ekonomi Indonesia bisa jauh lebih melambat. BI Rate sudah ketinggian," kata Budi.

"Meski rupiah menguat, namun belum cukup alasan untuk menurunkan suku bunga acuan," tutur Tony.

"BI masih akan mempertahankan kebijakan prudentnya dalam rangka mengantisipasi tekanan yang masih mungkin terjadi yaitu defisit transaksi berjalan," ungkap Destri.

Untuk diketahui, dengan bertahannya BI Rate di level 7,50 persen pada Rapat Dewan Gubernur bulan ini, BI telah mempertahankan suku bunga acuan tersebut selama 9 bulan berturut-turut atau sejak 12 November 2013. (Yas/Gdn)


Source: liputan6.com
BI Rate Berdampak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi RI

Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI)/BI Rate menjadi 7,5 persen telah berdampak terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat sebesar 5,12 persen pada kuartal II. Angka ini di bawah perkiraan konsensus sebesar 5,2 persen.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengungkapkan, rendahnya pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh kebijakan bank sentral terkait dengan peningkatan suku bunga acuan (BI rate).

"Ini memang perlambatan ekonomi yang disengaja, karena ada kebijakan mengontrol impor. Kan Bank Indonesia (BI) dari 2013 bulan Juni terus menerus menaikkan bunga, sampai  7,5 persen pada November," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis di Jakarta, Rabu (6/8/2014).

Dia menerangkan, kebijakan menaikkan tingkat suku bunga oleh BI lantas tak langsung saja direspons oleh pasar.
"Efek dari BI rate November biasa direspons 3 bulan kemudian suku bunga kredit, jadi sekarang efeknya berjalan. Jadi ini konsekuensi kebijakan menaikkan suku bunga di akhir November," lanjutnya.

Ia mengatakan, dampak BI baru terasa pada kuartal I, yang mana mampu menekan tingginya angka impor. Sayangnya, pada kuartal II tingkat impor naik lagi karena bertepatan dengan puasa dan Hari Raya Idul Fitri.

"Jadi kuartal I impornya dikendalikan bank sentral untuk perbaikan ekonomi. Kuartal II, tinggi impor puasa lebaran persiapan pabrik mau nambah produksi," kata Lana.

Seperti diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk impor Juni 2014 mencapai US$ 15,72 miliar atau naik 0,54 persen dibanding Juni 2013 senilai US$ 15,64 miliar. Jika dibanding Mei 2014, impor naik 6,44 persen.

Dibandingkan Mei 2013 impor migas turun 8,42 persen dari US$ 3,71 miliar jadi US$ 3,39 miliar. Sektor non migas naik 11,41 persen menjadi US$ 12,33 miliar.

"Impor non migas naik karena ada bulan puasa dan lebaran, seperti tekstil," kata Kepala BPS Suryamin. (Amd/Ahm)


Source: liputan6.com
BI Rate Diprediksi Bertahan di 7,5%

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang digelar hari ini diprediksi akan memutuskan mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate pada level 7,5 persen.

Chief Econom Bank Mandiri, Destry Damayanti memperkirakan tak bergesernya BI rate tersebut disebabkan masih adanya risiko meski pemilihan umum (pemilu) sudah diselenggarakan.

"Dari tren kenaikan global rate hingga masalah domestik defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang tinggi dan ketidakpastian politik sehingga bisa memicu capital reversal," kata Destry saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (14/8/2014).

Senada dengan Destry, pengamat ekonomi asal Universitas Gadjah Mada, Toni Prasetyantono juga memprediksi BI rate masih tetap di level 7,7 persen. Bertahannya BI rate sejalan dengan mulai membaiknya kondisi regional.

Namun sayangnya, perbaikan indikator tersebut masih dibayangi dengan ketatnya likuiditas yang dimiliki kalangan perbankan akibat kenaikan BI rate selama ini yang baru dirasakan pada akhir tahun 2014.

"Saya pikir BI akan cenderung konservatif untuk menahan BI rate di level sekitar 7,5 persen. Likuiditas memang ketat, namun ada perbaikan beberapa indikator, misal cadangan menjadi US$ 110 miliar, inflasi mulai melandai, rupiah sekitar Rp 11.600-11.700 per dolar AS," tegas Toni.

Toni juga berpendapat,  selama besaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) belum dikurangi, satu hal yang sulit untuk diharapkan jika BI rate akan diturunkan. (Yas/Ndw)


Source: liputan6.com
Jelang Rilis BI Rate, IHSG Menguat Terbatas

Liputan6.com, Jakarta - Menjelang pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melaju di zona hijau.

Pada pra pembukaan perdagangan saham, Kamis (14/8/2014), IHSG dibuka naik 2,2 poin atau 0,04 persen ke level 5.170,475. Indeks saham LQ45 menguat 0,06 persen ke level 886,87.

Pergerakan indeks saham di zona hijau ini terus berlanjut. Pada pukul 09.00 WIB, IHSG naik 5,2 poin atau 0,10 persen  ke level 5173,47.

Sebanyak 88 saham menguat sehingga menopang pergerakan indeks saham. Lalu 25 saham melemah dan 61 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 4.812 kali dengan volume perdagangan saham 125,57 juta saham. Nilai transaksi saham sekitar Rp 159 miliar.

Secara sektoral, sebagian besar sektor saham menguat kecuali sektor saham consumer goods dan infrastruktur. Penguatan sektor saham antara lain didukung sektor saham keuangan, kontruksi, dan pertambangan.

Berdasarkan data RTI, investor asing melakukan aksi beli sekitar Rp 66,5 miliar, dengan kasi jual Rp 67,2 miliar. Namun pemodal lokal melakukan aksi jual sekitar Rp 185 miliar dan aksi beli 186,6 miliar.

Analis PT Samuel Sekuritas, Aiza memperkirakan IHSG akan kembali menembus level tertinggi tahun ini seiring dengan penguatan bursa regional.

Bursa Asia pagi ini dibuka menguat sekitar 0,4 persen merespons sentimen yang sama yang terjadi di bursa Amerika Serikat. Rupiah menguat tipis 0,15 persen ke level Rp 11.675 per dolar AS.

IHSG kemarin ditutup di level tertinggi year to date di level 5,168 dan hanya memerlukan 1,6 persen lagi untuk menyentuh level tertinggi IHSG.

Saham-saham berbasis Nikel akan berpotensi koreksi seiring pelemahan harga nikel 1 persen kemarin. Sementara itu, saham batu bara diperkirakan masih tetap menarik seiring potensi pengurangan produksi batu bara China akibat rendahnya harga. (Ndw)




Source: liputan6.com
BI Rate Setia di Level 7,5%

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang berlangsung pada hari ini memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuan BI Rate. Langkah BI menahan suku bunga tersebut karena gerak inflasi sampai dengan Juli sudah sesuai dengan yang ditargetkan.

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo menjelaskan, sejalan dengan BI Rate, suku bunga Lending Facility dan Suku Bunga Deposit Facility juga tetap bertahan. "Masing-masing di level 7,50 persen dan 5,75 persen," jelasnya di Jakarta, Kamis (14/8/2014). Dengan menahan BI Rate pada bulan ini, bank sentral telah menahan suku bunga acuan dalam 9 bulan.

Menurut Agus, Langkah BI menahan suku bunga acuan tersebut untuk menyesuaikan dengan target inflasi pada tahun ini dan tahun depan. Dalam rencana BI, angka inflasi di tahun ini harus berada di kisaran 4,5 persen. Sedangkan untuk tahun depan, inflasi ditargetkan bisa berada di level 4 persen.

Di awal agustus ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa angka inflasi pada bulan Juli 2014 berada di level 4,53 persen (year on year) . Menurut BI level tersebut cukup rendah karena pada bulan Juli kemarin merupakan bulan puasa dan Lebaran. Biasanya, pada bulan puasa dan Lebaran angka inflasi melonjak.

Langkah yang dilakukan oleh BI tersebut sesuai dengan prediksi beberapa ekonom. Chief Econom Bank Mandiri, Destry Damayanti BI Rate tetap bertahan karena masih adanya risiko meski pemilihan umum (pemilu) sudah diselenggarakan.

"Dari tren kenaikan global rate hingga masalah domestik defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang tinggi dan ketidakpastian politik sehingga bisa memicu capital reversal," kata Destry saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (14/8/2014).

Senada dengan Destry, pengamat ekonomi asal Universitas Gadjah Mada, Toni Prasetyantono juga memprediksi BI rate masih tetap di level 7,7 persen. Bertahannya BI rate sejalan dengan mulai membaiknya kondisi regional.

Namun sayangnya, perbaikan indikator tersebut masih dibayangi dengan ketatnya likuiditas yang dimiliki kalangan perbankan akibat kenaikan BI rate selama ini yang baru dirasakan pada akhir tahun 2014.

"Saya pikir BI akan cenderung konservatif untuk menahan BI rate di level sekitar 7,5 persen. Likuiditas memang ketat, namun ada perbaikan beberapa indikator, misal cadangan menjadi US$ 110 miliar, inflasi mulai melandai, rupiah sekitar Rp 11.600 per dolar AS hingga Rp 11.700 per dolar AS," tegas Toni. (Yas/Gdn)


Source: liputan6.com
BI Rate Turun Tergantung Pemerintahan Baru

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gunernur (RDG) triwulan II pada 14 Agustus 2014 kembali mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) di level 7,5 persen.

Para pengamat ekonomi memperkirakan BI rate belum berpeluang turun pada 2014 meskipun kondisi ekonomi global tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun 2013.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Destri Damayanti mengaku peluang penurunan suku bunga itu sangat tergantung kebijakan pemerintah baru nantinya.

"Saya rasa belum (turun) karena tren global kan rate masih akan naik, saya rasa probabilitas turun kalau pemerintah baru sudah mengeluarkan kebijakan energi yang solid," kata Destri saat berbincang dengan Liputan6.com yang ditulis Minggu, (17/8/2014).

Destri menambahkan, kebijakan energi yang solid tersebut di antaranya adalah pengendalian subsidi teritama subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan mempercepat konservasi energi.

Hal serupa juga diungkapkan ekonom asal Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetyantono. Tony menganggap sektor energi adalah sektor vital bagi Indonesia yang harus terus medapat perhatian utama bagi pemerintahan baru.

"Kelemahan terbesar kita pada subsidi energi, BBM dan llistrik, yang jumlahnya tidak masuk akal Rp 350 triliun," kata Tony.

Dengan tingginya subsidi tersebut dijelaskan Toni sangat mempengaruhi kinerja pemerintah terutama dalam membangun infrastruktur Indonesia uantuk menjadi lebih baik.

"Di tengah berbagai masalah tersebut, BI rate paling aman ditahan dulu, tidak diturunkan," pungkas Tony. (Yas/Ahm)


Source: liputan6.com
BI Rate Diprediksi Tetap

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom memperkirakan Bank Indonesia (BI) bakal kembali menahan suku bunga acuan BI Rate di level 7,5 persen di bulan ini. Inflasi  dan pertumbuhan ekonomi menjadi alasannya.

Eric Alexander Sugandi, Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia mengungkapkan, inflasi pada bulan Agustus 2014 kemarin angka inflasi cukup rendah yaitu di level 0,47 persen.

Sedangkan tingkat inflasi tahun kalender  atau periode Januari 2014 hingga Agustus 2014 di level 3,42 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun atau peride Agustus 2013 hingga Agustus 2014 di level 3, 99 persen.

Namun meskipun cukup rendah, proyeksi ke depan angka inflasi bakal melambung. Hal tersebut disebabkan adanya kenaikan tarif listrik dan juga Elpiji 12 kilogram (kg).

Seperti diketahui, di awal tahun PT PLN (Persero) menaikan tarif listrik beberapa golongan di kisaran 5 persen hingga 12 persen. Selain itu kemarin PT Pertamina (Persero) juga menaikkan harga Elpiji 12 kg.

Alasan yang diungkapkan oleh kedua perusahaan milik negara tersebut sama yaitu untuk mengurangi tingkat kerugian yang diderita oleh perseroan.

"Jadi ada potensi kenaikan inflasi yang harus dijaga dengan menahan suku bunga," jelasnya kepada Liputan6.com, Kamis (11/9/2014).

Selain tingkat inflasi, Eric juga melihat bahwa level pertumbuhan ekonomi saat ini juga akan menjadi pertimbangan Bank Indonesia untuk menahan BI Rate.

Pada kuartal II 2014, Badan Pusah STatistik (BPS) mengungkapkan mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi indonesia tumbuh 5,12 persen.

Untuk mendorong agar pertumbuhan ekonomi tidak mengalami penurunan, Bank Indonesia harus memberikan stimulus dengan tidak menaikkan suku bunga acuan.

"Mudharatnya lebih besar ke pertumbuhan ekonomi jika dibanding dengan manfaat jika Bank Indonesia menaikkan BI Rate," pungkas Eric. (Gdn)



*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!


Source: liputan6.com
BI Rate Betah di 7,5% Selama 11 Bulan

Liputan6.com, Jakarta Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang berlangsung pada hari ini memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuan/ BI Rate. Langkah BI Rate ini menjadi bulan ke 11 bank sentral mempertahankan BI Rate mulai November 2013.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Tirta Segara menjelaskan, langkah BI menahan suku bunga tersebut karena gerak inflasi sampai dengan Agustus sudah sesuai dengan yang ditargetkan.

Sejalan dengan BI Rate, suku bunga Lending Facility dan Suku Bunga Deposit Facility juga tetap bertahan. "Masing-masing di level 7,50 persen dan 5,75 persen," jelas Tirta di Jakarta, Kamis (11/9/2014).

Menurut Tirta, langkah BI menahan suku bunga acuan tersebut untuk menyesuaikan dengan target inflasi pada tahun ini dan tahun depan. Dalam rencana BI, angka inflasi di tahun ini harus berada di kisaran 4,5 persen. Sedangkan untuk tahun depan, inflasi ditargetkan bisa berada di level 4 persen.

Sebelumnya,‎‎ Eric Alexander Sugandi, Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia mengungkapkan, inflasi pada Agustus 2014 kemarin angka inflasi cukup rendah yaitu di level 0,47 persen.

Sedangkan tingkat inflasi tahun kalender  atau periode Januari 2014 hingga Agustus 2014 di level 3,42 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun atau peride Agustus 2013 hingga Agustus 2014 di level 3, 99 persen.

Namun meskipun cukup rendah, proyeksi ke depan angka inflasi bakal melambung. Hal tersebut disebabkan adanya kenaikan tarif listrik dan juga Elpiji 12 kilogram (kg).

Seperti diketahui, di awal tahun PT PLN (Persero) menaikan tarif listrik beberapa golongan di kisaran 5 persen hingga 12 persen. Selain itu kemarin PT Pertamina (Persero) juga menaikkan harga Elpiji 12 kg.

Alasan yang diungkapkan oleh kedua perusahaan milik negara tersebut sama yaitu untuk mengurangi tingkat kerugian yang diderita oleh perseroan.

"Jadi ada potensi kenaikan inflasi yang harus dijaga dengan menahan suku bunga," jelasnya.

Selain tingkat inflasi, Eric juga melihat level pertumbuhan ekonomi saat ini juga akan menjadi pertimbangan Bank Indonesia untuk menahan BI Rate. (Yas/Ahm)


Source: liputan6.com
BI Rate Bakal Tetap di 7,5%

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom memperkirakan Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan suku bunga acuan/BI Rate di level 7,5 persen.

Direktur PT Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat menuturkan, keputusan mempertahankan BI Rate itu karena masih banyaknya risiko di akhir tahun 2014 saat di masa transisi pemerintahan.

"BI rate ini sebenarnya sudah terlalu tinggi, jadi tidak akan naik lebih tinggi lagi, semestinya itu bisa turun tapi berhubung ada rencana kenaikan BBM, ya masih dipertahankan," kata Budi saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (7/10/2014).

Budi menambahkan, kemungkinan BI akan dapat memberikan kelonggaran untuk kredit setelah BBM bersubsidi nantinya telah dinaikkan.

Hal sama juga diungkapkan ekonom asal Universitas Gadjah Mada, Toni Prasetyantono. Dia memperkirakan Bank Indonesia akan mempertahankan BI rate di level yang sudah bertahan selama 9 bulan ini.

Toni menilai mempertahankan suku bunga adalah langkah yang tepat mengingat kondisi kurs rupiah terhadap dolar AS masih sangat fluktuatif.

"Jika diturunkan akan membahayakan kurs rupiah, namun jika dinaikkan tidak seiring dengan upaya BI menurunkan suku bunga kredit, BI baru saja membatasi suku bunga deposito," pungkasnya.

Dewan Gubernur Bank Indonesia hari ini kembali menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan dalam rangka membahas mengenai kondisi ekonomi kekinian dalam satu bulan terakhir. (Yas/Ahm)


Source: liputan6.com
Satu Tahun, BI Rate Bertahan di Level 7,5%

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) kembali menetapkan suku bunga acuan atau BI Rate di level 7,50 persen. Level BI Rate tersebut dipertahankan oleh bank sentral sejak November 2013. Dengan kata lain, BI Rate sudah bertahan di level yang sama selama 12 bulan.

Direktur eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara menjelaskan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berlangsung pada Selasa (7/10/2014) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate karena laju inflasi sampai dengan September sudah sesuai dengan target Bank Indonesia.

"Target inflasi di tahun ini pada level 4,5 persen plus minus satu dan di tahun depan pada 4 persen plus minus satu," jelasnya di kantor Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (7/10/2014).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat inflasi tahun kalender (Januari–September 2014) tercatat sebesar 3,71 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (September 2014 terhadap September 2013) sebesar 4,53 persen.

Tirta melanjutkan, langkah Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan juga untuk  menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat.

BPS mencatat nilai neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2014 mengalami defisit sebesar US$ 318,1 juta.  Di mana, nilai ekspor mencapai US$ 14,48 miliar dan impor US$ 14,79 miliar.

Selain mempertahankan BI Rate, bank sentral juga mempertahankan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50 persen dan 5,75 persen.

Langkah BI menahan suku bunga acuan ini sesuai dengan perkiraan beberapa ekonom. Direktur PT Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat menuturkan, BI mempertahankan BI Rate karena masih banyaknya risiko di akhir tahun 2014 saat di masa transisi pemerintahan.

"BI rate ini sebenarnya sudah terlalu tinggi, jadi tidak akan naik lebih tinggi lagi, semestinya itu bisa turun tapi berhubung ada rencana kenaikan BBM, ya masih dipertahankan," kata Budi saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (7/10/2014).

Budi menambahkan, kemungkinan BI akan dapat memberikan kelonggaran untuk kredit setelah BBM bersubsidi nantinya telah dinaikkan.

Hal sama juga diungkapkan ekonom asal Universitas Gadjah Mada, Toni Prasetyantono. Dia memperkirakan Bank Indonesia akan mempertahankan BI rate di level yang sudah bertahan selama 11 bulan ini.

Toni menilai mempertahankan suku bunga adalah langkah yang tepat mengingat kondisi kurs rupiah terhadap dolar AS masih sangat fluktuatif. (Yas/Gdn)


Source: liputan6.com
Kekuatan Dolar Pudar, Rupiah Menguat Tipis

Liputan6.com, Jakarta Data industri Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan penurunan akhirnya memudarkan kekuatan nilai tukar dolar AS. Alhasil, nilai tukar mata uang negara lain termasuk juga rupiah pun bergerak menguat pada perdagangan hari ini.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Rabu (5/11/2014) menunjukkan nilai tukar rupiah menguat tipis ke level Rp 12.092 per dolar AS. Nilai tukar rupiah menguat 38 poin dari level sebelumnya yang tercatat Rp 12.130 per dolar AS.

Sementara data valuta asing Bloomberg menunjukkan nilai tukar rupiah menguat 0,09 persen ke level Rp 12.098 per dolar AS pada perdagangan pukul 10:30 waktu Jakarta.

Sebelumnya, nilai tukar rupiah juga dibuka menguat di level Rp 12.103 per dolar AS setelah ditutup di level Rp 12.110 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya. Pada hari ini, rupiah terombang-ambing di kisaran Rp 12.080 per dolar AS hingga Rp  12.104 per dolar AS.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta mengatakan, angka factory orders AS yang terus menurun menghentikan penguatan nilai tukar dolar. Sebelumnya memang dolar AS terus menguat didorong oleh berbagai sentimen.

Sentimen pertama adalah rencana kenaikan suku bunga bank Sentral Amerika Serikat (AS). Setelah memastikan menghentikan stimulus berupa pembelian obligasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga acuan. Rencana tersebut membuat pelaku pasar mencari dolar AS

Sentimen kedua adalah penurunan harga minyak. Penurunan harga minyak terjadi terus-menerus  dalam beberapa bulan belakangan ini akibat besarnya pasokan. Penurunan harga minyak mentah tersebut membuat nilai tukar dolar terus melakukan penguatan.

Saat ini, para pelaku pasar masih menanti pengumuman pertumbuhan ekonomi kuartal III 2014.

Dihubungi terpisah, Ekonom PT Bank Saudara Tbk Rully Nova mengatakan, nilai tukar rupiah masih tidak akan bergerak terlalu signifikan pekan ini seiring dengan rilis sejumlah data ekonomi.

"Rupiah pekan ini akan berkisar di level 12.000 - 12.200 per dolar AS," tandasnya. (Sis/Gdn)


Source: liputan6.com
Ekonomi RI Tumbuh Melambat, Rupiah Tersungkur

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia pada kuartal III 2014 tumbuh melambat menjadi 5,01 persen. Akibatnya, nilai tukar rupiah kembali melemah dan sempat menyentuh level Rp 12.200 per dolar AS.

Data valuta asing Bloomberg, Kamis (6/11/2014), nilai tukar rupiah melemah 0,11 persen ke level Rp 12.175 per dolar AS pada perdagangan hari ini. Nilai tukar rupiah sebelumnya juga ditutup melemah di level Rp 12.161 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya.

Nilai tukar rupiah juga tercatat sempat menyentuh level Rp 12.195 per dolar AS pada perdagangan pukul 8:23 waktu Jakarta. Sejauh ini, rupiah masih berfluktuasi melemah dan bertengger di kisaran Rp 12.157 per dolar AS hingga Rp 12.200 per dolar AS.

Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah terkoreksi 87 poin ke level Rp 12.179 per dolar AS.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia membuat nilai tukar rupiah kian tertekan. Sementara secara kumulatif (kuartal I sampai III), ekonomi nasional tumbuh 5,11 persen.

Pelaku pasar melihat dengan perlambatan ekonomi tersebut , kemungkinan besar juga akan terjadi sampai akhir tahun ini. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasinya, beberapa portofolio dalam bentuk rupiah ditarik dan menyimpan dolar AS.

Karena aksi tersebut, permintaan terhadap dolar AS pun meningkat sehingga nilai tukar rupiah melemah.

Selain itu, data euro yang memburuk membuat nilai tukar dolar menguat juga menambah tekanan pada rupiah.

Ekonom Bank Saudara Rully Nova memprediksi nilai tukar rupiah masih akan bertengger di kisaran Rp 12.000 per dolar AS hingga Rp 12.200 per dolar AS hingga akhir pekan. (Sis/Gdn)


Source: liputan6.com
Ketidakpastian Kenaikan Harga BBM Bikin Rupiah Lesu

Liputan6.com, Jakarta - Wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang kian tak pasti membuat nilai tukar rupiah bergerak melemah. Didorong sejumlah sentimen negatif dari faktor eksternal, nilai tukar rupiah masih melemah tipis.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Selasa (11/11/2014), mencatat nilai tukar rupiah mengalami koreksi 25 poin ke level 12.163 per dolar AS.

Sementara data valuta asing Bloomberg, menunjukkan nilai tukar rupiah melemah 0,03 persen ke level 12.171 per dolar AS pada perdagangan pukul 11.07 waktu Jakarta. Menjelang siang nilai tukar rupiah bahkan sempat menyentuh level 12.178 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah kini masih bertengger di kisaran 12.158-12.178 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual menilai, hingga saat ini para pelaku pasar masih menanti kepastian wacana kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang telah menjadi topik hangat belakangan ini. Pengumuman defisit transaksi berjalan kuartal-III yang diprediksi membaik dibandingkan kuartal sebelumnya.

"Ketidakpastian BBM, jadi atau tidaknya masih dinanti pasar. Presiden sebelumnya juga pernah mewancanakan kenaikan harga BBM sebelum akhirnya ditunda," ungkap David saat dihubungi Liputan6.com.

Dia menjelaskan, jumlah kenaikan harga BBM dan waktu kenaikannya akan mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah ke depan. Jika kenaikan harganya terbilang kecil, rupiah tidak akan bergerak signifikan.

Selain itu, dari faktor eksternal, peningkatan data ketenagakerjaan Amerika Serikat tercatat masih di bawah prediksi para analis. Begitu pula data inflasi China yang lebih rendah dari ekspektasi.

"Hal ini akan membuat permintaan barang dari Indonesia melambat dan menjadi sentimen negatif," terangnya.

Selama sepekan ke depan, tanpa berita-berita baru, nilai tukar rupiah diprediksi tidak akan meningkat signifikan. David memperkirakan nilai tukar rupiah masih akan berkutat di kisaran 12.100-12.200 per dolar AS. (Sis/Nrm)


Source: liputan6.com
Minim Sentimen, Rupiah Terus Bergerak Melemah

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah tercatat bergerak melemah mengingat para pelaku pasar masih menanti sejumlah kepastian kebijakan soal ekonomi di Tanah Air. Sementara beberapa sentimen eksternal juga masih menahan laju pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Rabu (12/11/2014) menunjukkan nilai tukar rupiah melemah ke level Rp 12.205 per dolar AS. Nilai tukar rupiah mengalami koreksi 42 poin dari perdagangan sebelumnya di level Rp 12.163 per dolar AS.

Sementara data valuta asing Bloomberg, mencatat nilai tukar rupiah sempat dibuka menguat di level Rp 12.201 per dolar AS di awal sesi perdagangan hari ini. Namun kemudian rupiah berfluktuasi melemah dan sempat menyentuh level Rp 12.225 per dolar AS pada perdagangan pukul 10:50 waktu Jakarta.

Menjelang siang, nilai tukar rupiah masih berkutat di kisaran Rp 12.197 per dolar AS hingga Rp 12.227 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual menilai, hingga saat ini masih belum ada faktor yang dapat menggerakan rupiah secara signifikan. Data-data ekonomi global masih jadi sentimen penggerak rupiah beberapa hari terakhir.

Salah satu faktor eksternal yang menyebabkan pelemahan rupiah adalah data inflasi China yang lebih rendah dari ekspektasi. Faktor itu akan membuat permintaan barang dari Indonesia melambat dan menjadi sentimen negatif bagi pelemahan rupiah.

Selain itu data ekonomi AS yang bergerak positif dapat mendorong nilai tukar dolar dan melemahkan nilai tukar rupiah. Awal pekan ini, nilai tukar rupiah juga sempat bergerak menguat lantaran peningkatan data tenaga kerja AS lebih rendah dari prediksi analis.

Sementara di dalam negeri, gerak rupiah masih dibayangi ketidakpastian kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Jika kenaikannya sedikit, David menilai pengaruhnya tidak akan cukup kuat bagi rupiah.

Di sisi lain, para pelaku pasar juga masih menanti data defisit transaksi berjalan yang diprediksi menunjukkan angka yang lebih positif daripada kuartal sebelumnya.

"Tanpa berita baru yang berpengaruh kuat sepekan ke depan, nilai tukar rupiah masih akan bergerak di kisaran 12.100-12.200 per dolar AS," tutur David. (Sis/Gdn)


Source: liputan6.com
Harga BBM Bersubsidi Diusulkan Jadi Rp 9.000

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter sebelum Januari 2015. Anggaran subsidi BBM nantinya akan dialihkan kepada sektor yang lebih produktif.

Namun Komisaris Independen Bank Permata Tony Prasetiantono menilai kenaikan sebesar Rp 3.000 per liter akan membuat inflasi berada pada level 8 persen pada akhir tahun. Oleh sebab itu, dia mengusulkan agar kenaikan BBM ini hanya sebesar Rp 2.500 per liter.

"Kalau naik Rp 3 ribu, inflasi tembus 8 persen. Usul saya sebaiknya cukup Rp 2.500, itu maksimum. Karena dengan harga baru Rp 9 ribu akan lebih baik dibanding Rp 9.500. Inflasi bisa ditahan antara 7 persen-7,5 persen dan tidak menyebabkan BI rate naik. Kalau bisa Rp 2.500 lebih bisa diterima," ujar Tony dalam konferensi pers Indonesia Economic Outlook 2015 di Hotel Four Season, Kuningan, Jakarta, Rabu (12/11/2014).

Dia juga menyarankan agar kenaikan ini dilakukan pada bulan ini. Sebab jika dibiarkan tertunda lama sedangkan wacana kenaikannya terus bergulir, maka akan menimbulkan ketidakpastian bagi masyarakat.

"Di November lebih baik. Kalau pada Desember akan ada inflasi seasonal dimana banyak orang yang liburan. Tapi Desember akan lebih baik dari pada Januari, karena ada inflasi lagi dari curah hujan yang tinggi, macet, dan lain-lain," jelasnya.

Menurut Tony, inflasi yang ditimbulkan akibat kenaikan BBM juga diperkirakan tidak akan berlangsung lama. Ini menjadi kelebihan inflasi di Indonesia dibanding inflasi di negara lain.

"Kalau di sini setiap kenaikan harga BBM bersubsidi inflasi sekali tembak, setelah itu turun lagi. Kalau di kita inflasi hanya di bulan itu saja. Ini kelebihan kita," tandasnya.


Source: liputan6.com
BI Rate Diprediksi Tetap 7,5%

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia diprediksi tetap mempertahankan suku bunga acuan/BI rate di level 7,5 persen di November 2014.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Atmajaya, Prasetyantoko mengaku bertahannya BI rate dikarenakan inflasi yang terjadi pada bulan ini masih rendah. Sementara kepastian kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga belum diumumkan tanggalnya oleh pemerintah.

"‎Saya kira masih akan tetap, karena inflasi sekarang rendah. Sementara kenaikan harga BBM belum pasti juga," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (13/11/2014).

Meski pemerintah bakal menaikkan harga BBM pada bulan ini, dengan inflasi yang berada di kisaran 8,5-9 persen maka dikatakannya barulah BI bisa menentukan apakah BI rate akan kembali dinaikkan atau tidak.

Sementara hal yang sama juga diprediksikan oleh Vice President PT Samuel Securitas, Muhammad Alfatih. Dia memperkirakan BI rate untuk ke 13 kalinya tidak akan bergeming dan tetap di angka 7,5 persen.

"BI rate kami perkirakan tetap, karena sepertinya dengan level sekarang masih bisa mengcover laju inflasi yang sudah turun dan diimbangi dengan rencana kenaikan harga BBM‎," tegasnya.

Menurutnya, sebenarnya BI rate memiliki peluang untuk diturunkan beberapa waktu lalu, namun BI memperkirakan akan terjadi penyesuaian harga BBM dari jauh-jauh hari dengan melihat dari postur anggaran pemerintah dan defisit neraca transaksi berjalan yang masih berlanjut.

‎Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi pada Oktober 2014 mencapai 0,47 persen, atau lebih tinggi dari bulan September 0,27 persen. Dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 114,42.

Adapun laju inflasi year on year atau untuk periode September 2013 hingga September 2014 tercatat 4,83 persen. Sedangkan laju inflasi secara tahun kalender (year to date) tercatat 4,19 persen.‎ (Yas/Ndw)


Source: liputan6.com
Rupiah Lesu Jelang Pengumuman BI Rate

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah masih bergerak melemah menanti pengumuman suku bunga acuan atau BI rate hari ini. Sejauh ini, Bank Indonesia diprediksi masih akan mempertahankan BI rate di level 7,5 persen.

Data valuta asing (valas) Bloomberg, Kamis (13/11/2014), mencatat nilai tukar rupiah melemah 0,04 persen ke level Rp 12.200 per dolar AS pada perdagangan 11.39 waktu Jakarta. Di awal sesi perdagangan hari ini nilai tukar rupiah sempat menguat dan menyentuh level Rp 12.185 per dolar AS.

Menjelang siang, nilai tukar rupiah justru terus bergerak melemah dan berkutat di kisaran Rp 12.182 per dolar AS hingga Rp 12.215 per dolar AS.

Sementara nilai tukar rupiah tampak menguat sangat tipis 14 poin ke level 12.191 per dolar AS pada perdagangan hari ini seperti ditunjukkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (JISDOR) Bank Indonesia.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta menjelaskan, pengumuman BI rate diperkirakan tetap di level 7,5 persen karena rentang antara suku bunga dan inflasi yang semakin lebar.

Selain itu, rencana kenaikan harga BBM yang rencananya disesuaikan dengan kejatuhan harga minyak akan membuat ekspektasi inflasi lebih rendah dari perkiraan awal.

"Nilai tukar rupiah juga masih akan melemah karena tekanan penguatan dolar AS setelah data ekonomi Eropa bergerak kurang memuaskan," ungkapnya.

Gubernur Bank of England Mark Carney mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan inflasi di negara tersebut tercatat lebih rendah dibanding perkiraan awal. (Sis/Gdn)


Source: liputan6.com
Setahun Lebih, BI Rate Tak Bergerak dari Level 7,5%

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia kembali menahan suku bunga acuan atau BI Rate di level 7,5 persen. Langkah tersebut membuat BI Rate terus berada di level yang sama selama 13 bulan.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menjelaskan, langkah Bank Indonesia menahan BI Rate setelah mempertimbangkan level inflasi pada Oktober 2014 lalu.

"Kebijakan itu masih konsisten dengan upaya mengendalikan inflasi menuju sasaran 4,5 persen di 2014," jelas Agus dalam konferensi pers di Gedung Bank Indonesia Jakarta, Kamis (13/11/2014).

Selain itu, langkah bank sentral menahan bunga acuan juga untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Sejalan dengan BI Rate, suku bunga Lending Facility dan Suku Bunga Deposit Facility juga tetap bertahan, masing-masing di level 7,5 persen dan 5,75 persen

Pada pekan lalu,  Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi pada Oktober 2014 sebesar 0,47 persen, atau lebih tinggi dari bulan September 0,27 persen. Dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 114,42.

Adapun laju inflasi year on year atau untuk periode September 2013 hingga September 2014 tercatat 4,83 persen. Sedangkan laju inflasi secara tahun kalender (year to date) tercatat 4,19 persen.

Sedangkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2014 tercatat defisit US$ 270,3 juta karena tingginya defisit pada sektor migas yang mencapai US$ 1,03 miliar.

Langkah Bank Indonesia menahan suku bunga ini sesuai dengan perkiraan ekonom dan analis.

Ekonom dari Universitas Atmajaya, Jakarta, Prasetyantoko memperkirakan BI bakal menahan suku bunga acuan karena inflasi yang terjadi pada bulan ini masih rendah. Sementara kepastian kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga belum diumumkan tanggalnya oleh pemerintah.

"‎Saya kira masih akan tetap, karena inflasi sekarang rendah. Sementara kenaikan harga BBM belum pasti juga," katanya.

Hal yang sama juga diprediksikan oleh Vice President PT Samuel Securitas, Muhammad Alfatih. Dia memperkirakan BI rate untuk ke 13 kalinya tetap di angka 7,5 persen.

"BI rate kami perkirakan tetap, karena sepertinya dengan level sekarang masih bisa mengcover laju inflasi yang sudah turun dan diimbangi dengan rencana kenaikan harga BBM‎," tegasnya. (Yas/Ndw)


Source: liputan6.com
Pasar Respons BI Rate, Perhatikan Tujuh Saham Ini

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan kembali menguat pada perdagangan sahan menjelang akhir pekan. Respons pasar terhadap suku bunga acuan/BI Rate tetap di level 7,5 persen masih mempengaruhi IHSG.

Analis PT Asjaya Indosurya Securities, William Suryawijaya menuturkan, IHSG memiliki peluang kembali lanjutkan penguatan di kisaran 5.002-5.094. Asal level support terjaga di kisaran 5.002 maka IHSG dapat kembali positif.

Selain itu, ia menilai investor asing yang masih terus masuk ke bursa saham juga positif untuk pasar modal Indonesia. Hal ini menunjukkan kepercayaan investor asing masih cukup tinggi terhadap IHSG.

Dalam riset PT Sinarmas Sekuritas, IHSG diprediksi bergerak variatif di kisaran level 5.020-5.074 pada perdagangan saham Jumat pekan ini. Sejumlah sentimen yang pengaruhi laju IHSG antara lain Amerika Serikat (AS) akan merilis data initial jobless claims yang diperkirakan ke 271 ribu dari sebelumnya 278 ribu.

"Dari Indonesia merilis suku bunga Bank Indonesia tetap di 7,5 persen turut memberikan sentimen terhadap indeks," tulis PT Sinarmas Sekuritas.

Analis PT HD Capital Tbk, Yuganur Widjanarko mengatakan, kenaikan minor uptren di IHSG sedikit tersendat akibat koreksi regional. Namun, Yuganur menilai, hal itu sebagai upaya untuk menguatkan kaki bahwa dalam minor uptren yang baru terbentuk ini sebelum dapat melanjutkan reli di atas level psikologis 5.100.

"IHSG akan berada di level support 5.020-4.957-4.840 dan resistance 5.085-5.120-5.185," kata Yuganur.

Rekomendasi Saham

Yuganur memilih empat saham untuk dicermati pelaku pasar pada Jumat pekan ini. Saham-saham itu antara lain PT Pakuwon Tbk (PWON), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), dan PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA).

Sementara itu, William merekomendasikan sejumlah saham untuk diperhatikan yaitu saham PWON, PT Indosat Tbk (ISAT), PT PP Tbk (PTPP), dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA).

Rekomendasi Teknikal

Yuganur merekomendasikan saham PT Pakuwon Tbk (PWON) untuk jadi pertimbangan pasar. Pattern konsolidasi saham PWON ini menahan kenaikan pola medium term uptren dapat breakout ke resistance atas di Rp 470.

Yuganur merekomendasikan masuk saham PWON di level pertama Rp 445, level kedua Rp 439, dan cut loss point Rp 434.

"Rekomendasi beli dengan trading target Rp 470," kata Yuganur. (Ahm/)


Source: liputan6.com
Penyesuaian BI Rate Tunggu Kepastian Harga BBM Subsidi

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia kembali mempertahankan tingkat‎ suku bunga acuan (BI Rate) di level 7,5 persen dalam kurun waktu setahun.

Gubernur Bank Indonesia (BI Rate), Agus Martowardojo mengaku alasan mempertahankan suku bunga tersebut masih sejalan dengan laju inflasi yang diperkirakan di 3,5-5,5 persen dan mengarahkan defisit neraca transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat.

Namun begitu, BI siap kembali melakukan pertemuan Dewan Gubernur untuk membahas mengenai kebijakan lanjutan terkait kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang akan dilakukan pemerintah.

"Kalau ditanya tentang apakah yang akan direspons oleh BI pada saat akan ada penyesuaian harga BBM, tentu nanti kita akan melakukan pembahasan lagi. Respons kita adalah dalam bentuk bauran kebijakan‎," kata Agus di Gedung Bank Indonesia, Kamis (13/11/2014).

Adapun bauran kebijakan yang dimaksudkan Agus adalah ‎kebijakan tingkat bunga, nilai tukar, kebijakan makro prudensial, ataupun kebijakan komunikasi, atau yang bersinergi dengan pemerintah.

Saat ini Bank Indonesia tengah siaga penuh untuk merespon kebijakan kenaikan harga BBM tersebut.

"Kita ingin stabilitas sistem Keuangan tetap terjaga, kita Ingin stabilitas makro ekonomi tetap terjaga, kita akan mewaspadai inflasi. Selain itu ekspektasi inflasi agar tetap di dalam kondisi yang kita sepakati, dan sesuai target," pungkasnya. (Yas/Ahm)


Source: liputan6.com
BI Rate Tetap, Rupiah Tertekan Tipis

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) di level 7,5 persen. Bank Indonesia baru akan mengambil aksi atau melakukan penyesuaian kepada bunga acuan setelah pemerintah Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Keputusan BI tersebut membuat nilai tukar rupiah tak banyak menunjukkan pergerakan pada perdagangan hari ini.

Mengutip data valuta asing Bloomberg, Jumat (14/11/2014), nilai tukar rupiah melemah 0,11 persen ke level Rp 12.218 per dolar AS pada perdagangan pukul 11.04 waktu Jakarta. Angka tersebut melanjutkan pelemahan sebelumnya di level Rp 12.204 per dolar AS.

Pada perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah masih berfluktuasi melemah dan berkutat di kisaran Rp 12.192 per dolar AS hingga Rp 12.223 per dolar AS.

Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI menunjukkan, nilai tukar rupiah melemah tipis, 15 poin saja, ke level Rp 12.206 per dolar AS. Tak banyak berbeda, pada perdagangan sebelumnya, nilai tukar rupiah juga hanya menguat 14 poin.

Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 7,5 persen selama 13 bulan berturut-turut menyusul kenaikan 1,75 persen sepanjang tahun lalu. Hal ini dilakukan guna mengantisipasi langkah pemerintah Jokowi untuk memangkas subsidi BBM dan menahan defisit transaksi berjalan yang kian melebar.

"BI mengambil kebijakan tersebut guna menahan laju inflasinya. Tapi beberapa bulan ke depan, kita mungkin bisa melihat adanya kenaikan suku bunga menghadapai penyesuaian harga BBM yang rencananya dilakukan bulan ini," ungkap ekonom Barclays Plc Wai Ho Leong.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta menilai, penurunan defisit transaksi berjalan ke level 3,07 persen terhadap produk domestik bruto juga membuat para pelaku pasar cukup puas. Meski begitu, penguatan dolar akibat perbaikan data ekonomi AS masih membuat nilai tukar rupiah melemah. (Sis/Gdn)


Source: liputan6.com
Harga BBM Subsidi Naik, Ini Harapan Para Pengembang Properti

Liputan6.com, Semarang - Rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diharapkan tidak berdampak negatif terhadap BI rate atau suku bunga acuan Bank Indonesia. Harapan ini disampaikan oleh Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah.

Jika BI rate mengalami fluktuasi, dipastikan masyarakat tak bisa tenang membeli rumah. Menurut Wakil ketua DPD REI Jawa Tengah, Bidang Promosi, Publikasi, dan Kehumasan, Dibya Hidayat, masyarakat akan lebih tenang merencanakan pembelian rumah jika suku bunga acuan stabil .

"Khususnya yang membeli rumah melalui sistem kredit," kata Dibya Hidayat di Semarang, Minggu (16/11/2014).

Menurut Dibya, kepastian besaran bunga menjadi faktor utama yang berpengaruh terhadap penjualan rumah. Jika bunga bank tidak pasti maka akan memunculkan keraguan di masyarakat.

Sehingga jika BI rate mengalami kenaikan maka akan berpengaruh terhadap suku bunga KPR (Kredit Kepemilikan Rumah). Dampak berikutnya bisa lebih parah, yakni terjadinya kredit macet. Bank Indonesia (BI) mempertahankan BI Rate di level 7,5 persen sekitar 13 bulan.

"Harapan kami, meskipun ada rencana kenaikan BBM subsidi jadi dilaksanakan jangan sampai berdampak negatif terhadap BI rate," kata Dibya.

Jika dalam waktu dekat ini harga BBM bersubsidi jadi dinaikkan maka mau tidak mau para pengembang akan ikut menaikkan harga rumah.

"Untuk kenaikan harga properti atau perumahan dipastikan akan naik di awal tahun nanti, setidaknya kenaikan harga akan berada di kisaran 15-20 persen dari harga yang berlaku saat ini," kata Dibya.

Sementara itu, penjualan rumah maupun properti jenis lain pada saat ini mengalami kenaikan. Hal itu dipicu tren menjelang akhir tahun berdampak terhadap penjualan rumah.(Eddie P.I/Ahm)


Source: liputan6.com
Rupiah Sumringah Sambut Kenaikan Harga BBM

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya resmi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi Rp 7.500/liter untuk solar dan Rp 8.500/liter untuk premium. Menyambut kenaikkan harga BBM tersebut, nilai tukar rupiah langsung bergerak menguat.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Selasa (18/11/2014), menunjukkan nilai tukar rupiah menguat 47 poin ke level 12.146 per dolar AS. Angka tersebut melanjutkan penguatan rupiah pada perdagangan sebelumnya di level 12.293 per dolar AS.

Sementara data valuta asing Bloomberg mencatat nilai tukar rupiah menguat 0,42 persen ke level 12.154 per dolar AS pada perdagangan pukul 11:01 waktu Jakarta.

Pada perdagagan hari ini, nilai tukar rupiah memang langsung dibuka menguat di level 12.148 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level 12.205 per dolar AS. Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah masih berkutat di kisaran 12.115 - 12.185 per dolar AS.

Ekonom Senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan, setelah kenaikan harga BBM, para pelaku pasar masih menanti keputusan BI terkait suku bunga acuannya. Menanti putusan BI rate tersebut, nilai tukar rupiah saat ini memang belum akan menguat signifikan.

"Kalau nanti BI rate naik sekitar 25 basis poin, neraca perdagangan baik, impor turun, itu semua akan menjadi sentimen positif bagi nilai tukar rupiah," ungkap Fauzi saat berbincang dengan Liputan6.com.

Sejauh ini, faktor eksternal sudah tidak lagi mempengaruhi pergerakan rupiah. Pekan ini, Fauzi memprediksi nilai tukar rupiah akan berada di kisaran Rp 12.100 per dolar AS dan terus menguat hingga akhir tahun. (Sis/Ahm)


Source: liputan6.com
Gelar Rapat, BI Rate Naik atau Turun?

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter sehingga premium menjadi Rp 8.500 dan solar menjadi Rp 7.500. Bank Indonesia (BI) pun menggelar rapat merespons terhadap keputusan pemerintah itu pada hari ini.

Melihat kondisi itu, Direktur PT Bahana TCW Asset Management, Budi Hikmat menilai, BI belum perlu menaikkan suku bunga acuan/BI Rate. Ada beberapa faktor, menurut Budi, BI tak perlu menaikkan BI Rate.

Pertama, Posisi BI Rate telah bertahan 7,5 persen selama satu tahun setelah BI menaikkan BI rate pada 2013. Saat itu, BI menaikkan suku bunga acuan untuk merem defisit transaksi berjalan karena harga BBM yang tak kunjung dinaikkan. "Setelah harga BBM current account membaik," ujar Budi, saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (18/11/2014).

Kedua, Budi menuturkan, BI Rate 7,5 persen telah lebih tinggi dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi pada Oktober 2014 mencapai 0,47 persen, atau lebih tinggi dari bulan September 0,27 persen.

Adapun laju inflasi year on year atau untuk periode September 2013 hingga September 2014 tercatat 4,83 persen. Sedangkan laju inflasi secara tahun kalender (year to date) tercatat 4,19 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2014 mencapai 5,01 persen.

"BI Rate ini sudah tinggi. Angka daya beli masyarakat ini dengan uang kartal dan uang giro sudah melambat karena harga komoditas turun dan kredit juga melambat. Kalau BI Rate ini naik sudah jatuh tertimpa tangga," kata Budi.

Menurut Budi, BI tidak perlu menaikkan BI Rate karena dampak kenaikan harga BBM bersubsidi ke inflasi hanya berlangsung tiga bulan. Sebagian besar dampak tersebut terhadap inflasi sudah diserap sebagian besar pada 2014.

"Hingga akhir tahun 2014 diperkirakan inflasi mencapai 7,8 persen sedangkan inflasi pada 2015 sebesar 5,5 persen," kata Budi.

Budi menekankan, seharusnya Bank Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi bukan memperketatnya. Selama harga komoditas seperti karet, batu bara turun maka dampak ke inlfasi masih jauh.

"Sejak tahun lalu hingga tahun ini fokus kepada kestabilan. Nah tahun depan harusnya BI fokus ke pertumbuhan ekonomi. Di sini kami harap BI lebih berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Budi.

Ia menyarankan malah BI Rate diturunkan sekitar 50 basis poin (bps) pada 2015. Dengan BI Rate turun maka ekonomi lebih bergerak. Akan tetapi, bila BI menaikkan suku bunga acuan, Budi menilai, BI mengetahui sesuatu yang tidak diketahui analis.

Sementara itu, Ekonom PT Standard Chartered, Eric Alexander menuturkan Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga acuan/BI Rate sekitar 25 basis poin menjadi 7,75 persen pada akhir 2014 untuk hadapi kenaikan harga BBM bersubsidi. (Ahm/)


Source: liputan6.com
Respon Kenaikan Harga BBM, BI Adakan Rapat Dewan Gubernur

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) hari ini kembali menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) dengan pembahasan utama kebijakan lanjutan BI terkait kenaikan harga bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.

"Bukan RDG tambahan sih, tapi ini kan jadwalnya RDG mingguan, cuma topiknya ditambahin soal itu (kenaikan harga BBM)," kata salah satu staf Deparetemen Komunikasi BI dalam konfirmasinya, Selasa (18/11/2014).

‎Bank Indonesia sebenarnya setiap minggu selalu mengadakan RDG hanya saja biasanya topik yang dibahas bersifat sempit dan tidak dipublikasikan.

Namun kali ini, BI rencana akan mengadakan keterangan pers usai menggelar RDG mingguan dengan topik yang lebih khusus mengenai kebiajakn lanjutan kenaikan harga BBM itu.

Sementara itu, Ekonom senior, Destri Damayanti mengungkapkan biasanya setiap kenaikan harga BBM bersubsidi akan diikuti dengan kenaikan suku bunga, dalam hal ini termasuk BI rate.

"Biasanya kalau BBM naik, itu inflasi naik, suku bunga juga naik," kata Destri.

Seperti diketahui, Pemerintah per hari ini telah menaikkan harga BBM bersubsidi masing-masing Rp 2.000 per liter untuk Solar dan Premium.

Kebijakan ini ditempuh dalam rangka reformasi subsidi untuk diarahkan ke sektor yang lebih produktif seperti jaminan sosial dan infrastruktur. Hal itu dilalakukan karena kemampuan APBN sangat terbatas. (Yas/Gdn)


Source: liputan6.com
Harga BBM Naik, BI Rate Ikut Naik Jadi 7,75%

Liputan6.com, Jakarta - Setelah menahan suku bunga acuan (BI Rate) selama 13 bulan di level 7,5 persen, Bank Indonesia akhirnya menaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) mingguan, yang digelar pada Selasa, (18/11/2014), Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI Rate menjadi 7,75 persen dari sebelumnya yang berada di level 7,5 persen.

"Kenaikan tersebut untuk menjaga ekspektasi inflasi agar tetap terkendali akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM) subsidi," jelas Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, di komplek Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (18/11/2014).

Untuk diketahui, pada Selasa, 18 November 2014, tepat pukul 00.00 WIB, Presiden Joko Widodo menaikan harga BBM subsidi untuk jenis premium sebesar Rp 2.000 per liter dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 dan untuk jenis solar juga mengalami kenaikan sebesar Rp 2.000 per liter dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500.

Menurut Agus, Bank Indonesia melihat bahwa dengan kenaikan harga BBM subsidi tersebut maka kemungkinan besar sasaran inflasi di kisaran 4,5 persen untuk tahun ini dan 4 persen pada tahun depan akan meleset. Oleh karena itu, untuk bisa mencapai sasaran tersebut, mau tidak mau Bank Indonesia harus menahan laju inflasi dengan menaikkan BI rate.

Selain menaikkan BI rate, Bank Indonesia juga menaikan suku bunga Lending Facility sebesar 50 basis poin menjadi 8 persen. Sedangkan untuk suku bunga Deposit Facility tetap di 5,75 persen.

Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Destri Damayanti mengungkapkan, langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia tersebut memang sudah dapat diduga.

Biasanya setiap kenaikan harga BBM bersubsidi akan diikuti dengan kenaikan BI rate. "Biasanya kalau BBM naik, itu inflasi naik, suku bunga juga naik," kata Destri.

Untuk diketahui, selama ini Bank Indonesia telah menahan suku bunga acuan selama 13 bulan. Terakhir Bank Indonesia menaikan suku bunga acuan pada 12 November 2013 sebesar 24 basis poin menjadi 7,5 persen dari sebelumnya 7,25 persen.(Yas/Gdn)


Source: liputan6.com