Prev November 2014 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
26 27 28 29 30 31 01
02 03 04 05 06 07 08
09 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 01 02 03 04 05 06
Berita Kurs Dollar pada hari Senin, 03 November 2014
Pengumuman Inflasi Picu Rupiah Loyo

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah bergerak melemah menjelang pengumuman inflasi Oktober yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS). Padahal akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah tercatat sempat menguat tipis

Data valuta asing (valas) Bloomberg, Senin (3/11/2014), nilai tukar rupiah melemah tipis 0,17 persen ke level 12.105 per dolar AS pada perdagangan 9:55 waktu Jakarta. Sebelumnya, nilai tukar rupiah juga dibuka melemah di level 12.120 per dolar AS.

Sementara menjelang siang, nilai tukar rupiah tampak masih aktif berfluktuasi dan bertengger di kisaran 12.095 - 12.125 per dolar AS.

Tak berbeda dengan data Bloomberg, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) mencatat nilai tukar rupiah berada di level 12.105 per dolar AS. Rupiah melemah dibandingkan perdagangan di akhir pekan yang ditutup di level 12.082 per dolar AS.

Ekonom Bank Saudara Rully Nova mengatakan, para pelaku pasar masih menanti data-data ekonomi domestik. Jika tidak ada perbaikan dalam data fundamental ekonomi termasuk defisit transaksi berjalan yang kini jadi perhatian pasar, nilai tukar rupiah masih akan berpeluang melemah.

"Awal pekan ini kan ada pengumuman inflasi, defisit neraca berjalan. Melemahnya rupiah ini sebagai langkah antisipasi menghadapi data-data ekonomi tersebut," terangnya saat dihubungi Liputan6.com.

Dia memprediksi defisit neraca berjalan masih akan terus berlanjut hingga Oktober. Jika begitu, perkiraannya, rupiah akan berkutat di kisaran Rp 12.000 - Rp 12.200 per dolar AS.

"Dibutuhkan usaha yang luar biasa agar Indonesia bisa keluar dari jeratan empat defisit yang kini mengekang," tandasnya. (Sis/Ahm)

Credit: Agustina Melani


Source: liputan6.com
Salah Respon Kebijakan, Rupiah Bisa Tembus ke 13.000 per Dolar

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Raden Pardede berpendapat Indonesia akan menghadapi ketegangan pasar keuangan akibat rencana kenaikan suku bunga The Federal Reserve (Fed Fund Rate) pada tahun depan. Jika kebijakan itu terealisasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan mengalami pelemahan yang cukup dalam.

"Tahun depan ada ketegangan keuangan dari The Fed AS, karena mereka telah mengurangi pelan-pelan likuiditasnya. Jika data employment membaik, tahun depan kenaikan suku bunga," papar dia saat acara Economic and Financial Market Outlook Seminar di Jakarta, Senin (3/11/2014).

Apabila kenaikan suku bunga The Fed cukup signifikan, maka investor yang menanamkan modal di portofolio investasi akan berbondong-bondong menarik uangnya dari Indonesia.

"Dengan begitu, cadangan devisa kita bisa terkuras dan rupiah akan terganggu. Sehingga tahun depan diperkirakan kurs rupiah akan melemah," ujar dia.

Raden memproyeksikan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di akhir 2015 akan berada pada rentang Rp 12.200-Rp 12.700 per dolar AS. Namun estimasi tersebut, lanjutnya berpotensi melampaui dan semakin terdepresiasi ke level Rp 13.000 per dolar AS.

"Kalau salah respon kebijakan, maka proyeksi ini bisa lewat, bahkan lewat Rp 13.000 per dolar AS juga bisa. Saya tidak mau itu terjadi," tuturnya.

Raden mengimbau, pemerintah dan lembaga keuangan lain seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan mampu menerapkan campuran kebijakan stabilisasi.

"Jadi jangan hanya bergantung pada kebijakan moneter, tapi dikombinasikan pula dengan kebijakan fiskal, struktural, crisis management protocol dan lainnya," papar Raden.

Indonesia, kata dia, membutuhkan depresiasi kurs rupiah yang sesuai antara inflasi negara ini dengan AS. Sebagai contoh, sambungnya, jika inflasi Indonesia 6 persen, dan inflasi AS sebesar 2 persen, Republik ini memerlukan depresiasi 4 persen.

"Itu pernah terjadi di tahun 1970-1980-an di mana rupiah kita terdepresiasi 4 persen. Ekspor manufaktur kita pun tetap terjaga kompetitifnya. Sayangnya kita sudah merasa hebat saat rupiah kita Rp 9.000 per dolar AS, padahal China melakukan pelemahan kurs mata uangnya perlahan supaya lebih kompetitif," jelas dia.

Lebih lanjut Raden menyayangkan terlenanya Indonesia ketika booming ekspor komoditas. Sementara kondisi ini terbilang semu. "Kita tidak menggenjo ekspor manufaktur, terlena sama booming komoditas. Tapi penyesalan memang selalu datang terlambat," ucap Raden.

Dia menyebut beberapa proyeksi ekonomi makro di 2015, antara lain, pertumbuhan ekonomi berkisar 5,2 persen-5,5 persen dengan asumsi subsidi BBM dipangkas, investasi rebound dan lainnya.

Sementara prediksi inflasinya berada di level 6,5 persen-7,5 persen atau tergantung pemerintah dalam menjaga dan mengendalikan harga pangan nasional.

"Interest rate 2015 sekira 7,5 persen sampai 8,5 persen. Kurs rupiah Rp 12.200-Rp 12.700 per dolar AS. Defisit transaksi berjalan masih akan melemah, namun bisa berkurang dari Produk Domestik Bruto (PDB)," tukas Raden. (Fik/Gdn)

Credit: Arthur Gideon


Source: liputan6.com