Prev Desember 2014 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
30 01 02 03 04 05 06
07 08 09 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
28 29 30 31 01 02 03
04 05 06 07 08 09 10
Berita Kurs Dollar pada hari Jumat, 12 Desember 2014
Di Akhir Pekan, Rupiah Tembus 12.400 per Dolar

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terus terperosok dan akhirnya amblas pada perdagangan hari ini ke kisaran Rp 12.400 per dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan rupiah terus terjadi lantaran tekanan kuat akibat penguatan nilai tukar dolar.

Data valuta asing Bloomberg, Jumat (12/12/2014), nilai tukar rupiah melemah 0,7 persen ke level Rp 12.436 per dolar AS pada perdagangan pukul 10:40 waktu Jakarta. Nilai tukar rupiah terkoreksi 86 poin dari penutupan sebelumnya di level Rp 12.350 per dolar AS.

Rupiah memang dibuka melemah di level Rp 12.399 per dolar AS pada perdagangan hari ini. Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah terus berfluktuasi melemah di kisaran Rp 12.371 per dolar AS hingga Rp 12.452 per dolar AS.

Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat nilai tukar rupiah terkoreksi 96 poin ke level Rp 12.432 per dolar AS. Padahal pada perdagangan sebelumnya rupiah masih stagnan di level Rp 12.336 per dolar AS.

Ekonom PT. BNI (Persero) Tbk., Ryan Kiryanto menjelaskan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh sejumlah faktor global seperti membaiknya data-data ekonomi AS dengan penjualan ritel dan tenaga kerja yang meningkat. Selain itu melemahnya ekonomi Uni Eropa, China dan Jepang juga ikut mengukuhkan kekuatan dolar AS.

"Rupiah ikut terkena imbasnya dan akhirnya anjlok seperti sekarang ini," tutur Ryan kepada Liputan6.com, Jumat (12/12/2014).

Dengan membaiknya data ekonomi AS dan juga pelemahan ekonomi di Eropa, China dan Jepang tersebut membuat saat ini pelaku pasar memilih untuk memegang sementara dolar AS. Akibat langkah yang dilakukan oleh para pelaku pasar tersebut semakin menekan rupiah karena di pasar lebih banyak permintaan dolar AS.

Menurut Ryan, dalam kondisi seperti ini, Bank Indonesia harus terus mengupayakan perbaikan fundamental ekonomi secara nyata dan serius. Namun, usaha yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga harus dibarengi dengan perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga, baik dari sisi moneter maupun dari fiskal dapat bekerja sama untuk memperkuat nilai tukar rupiah. (Sis/Gdn)


Source: liputan6.com
Dibanding Negara Tetangga,Orang RI Masih Suka Pakai Uang Tunai

Liputan6.com, Bukit Tinggi - Penggunaan uang tunai untuk melakukan transaksi di Indonesia masih terbilang tinggi dibandingkan negara lain seperti Singapura dan Malaysia. Prosentase penggunaan uang tunai mencapai 85 persen dari nilai transaksi US$ 500 miliar, sementara Malaysia sudah mencapai 42 persen dan Singapura 39 persen. 

Head Mobile Internet Business PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), Rudi Hartono mengatakan, penggunaan uang tunai sebenarnya memiliki beberapa risiko.

"Banyak masalah pada penggunaan uang cash," jelas dia saat Training Wartawan di Bukit Tinggi Sumatera Barat, Jumat (12/12/2014).

Dia menyebutkan beberapa masalah tersebut mulai dari penggunaan uang tunai mahal. Mulai dari produksi, penyimpanan, pengiriman hingga penghancurannya.

Itu pula yang membuat pemerintah masih mengeluarkan dana besar pada pengadaan uang tunai atau kartal tersebut.

Kekurangan lain, penggunaan uang tunai sulit tercatat di perbankan karena transaksi tersebut berada di luar sistem. Hal ini pun berpotensi menimbulkan kolusi, serta memicu transaksi di pasar gelap (shadow market).

Dia mengungkapkan, ada sebuah studi yang menyebutkan bila pengurangan transaksi tunai hingga 10 persen bisa mengurangi potensi adanya pasar gelap hingga 5 persen.

"Idealisme Bank Mandiri untuk mengubah kebiasaan masyarakat (dalam penggunaan uang tunai ini)," jelas dia. (Nrm/Gdn)


Source: liputan6.com
Rupiah Makin Tersungkur Gara-gara Harga Minyak Merosot

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga menyentuh level Rp 12.400 dinilai karena merosotnya harga minyak dunia mencapai di bawah US$ 70 per barel. Pemerintah menyebutnya sebagai fenomena penguatan dolar AS.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, rupiah semakin tertekan lantaran penurunan harga minyak mentah di pasar internasional dan rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS.

"Kondisi harga minyak dunia sedang turun, memang akan ada kecenderungan dolar AS  menguat. Jadi, ini fenomenal dolar AS menguat. Penyebabnya selain antisipasi kenaikan suku bunga The Fed tahun depan, juga karena harga minyak ini sehingga membuat dolar menguat," ungkap dia di kantornya, Jakarta, Jumat (12/12/2014).

Lebih jauh dijelaskan Bambang, sebagian besar investor mencari instrumen investasi yang aman dibandingkan minyak dan pasar modal. Salah satu instrumen investasi itu adalah dolar AS.

"Orang-orang yang biasanya investasi di minyak, bursa dan lainnya kini dia mencari instrumen investasi yang aman, yakni dolar AS. Karena harga minyak nggak menarik lagi, jadi cari save heaven. Itulah penyebab kenapa rupiah dan mata uang lain melemah," terang dia.

Pemerintah, kata Bambang tidak membiarkan nilai tukar rupiah terus ambruk. Namun kurs ini harus mencerminkan fundamental yang ada tanpa melupakan perbaikan di sisi defisit transaksi berjalan.

"Bukan dibiarkan melemah tapi kita harus mencerminkan fundamental. Fundamentalnya ya memang dolar menguat kecuali kita melakukan sesuatu di dalam, makanya  Nah, ini kan kita lagi berusaha untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan tapi mungkin baru tahun depan ke level yang lebih baik," cetus dia.

Namun Bambang belum dapat memprediksi penguatan rupiah apabila defisit transaksi berjalan ke level yang lebih sehat. "Kalau rupiah menguat itu bukan sesuatu yang diprediksi secara cepat. Itu benar-benar akan tergantung ekonomi dunia dan ekonomi domestik," tandasnya. (Fik/Ahm)


Source: liputan6.com
Ini Arah Ekonomi RI di Akhir 2014 versi Bank Mandiri

Liputan6.com, Bukit Tinggi - PT Bank Mandiri tbk (BMRI) menetapkan beberapa asumsi tentang kondisi perekonomian Indonesia hingga akhir  tahun ini.  Kondisi perekonomian di tahun ini antara lain banyak dipengaruhin kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) serta kondisi perekonomian global.

Asumsi ekonomi Indonesia ini disampaikan Head of Mandiri Institute Moekti P Soejachmoen di Bukit Tinggi, Jumat (12/12/2014). "Kenaikan harga BBM akan mempengaruhi kondisi ekonomi di tahun ini, " jelasnya.

Dia menuturkan beberapa asumsi ekonomi di tahun  ini, pihaknya memprediksi besaran inflasi di akhir 2014 akan mencapai 7,5 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi diprediksi pada posisi 5,1 persen. Besarnya nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi ini imbas dari kenaikan harga BBM sebesar Rp 2.000 di pertengahan November.

Dia mengungkapkan dari hitungan pihaknya inflasi otomatis akan bertambah bila harga BBM naik. Hitungannya, bila harga BBM naik 10 persen maka kenaikan inflasi mencapai 0,7 persen.

Sementara saat ini pemerintah menetapkan harga BBM naik hingga 30 persen atau sebesar Rp 2.000 per liter. Dengan kenaikan sebesar menyebabkan inflasi bisa melonjak 2,1 basis poin.

Adapun prediksi ekonomi di tahun ini terkait defisit neraca berjalan (current account defisit) diasumsikan pada posisi US$ 32 miliar. Kemudian nilai tukar rupiah diasumsikan pada posisi Rp 12.100  per dolar Amerika Serikat (AS).

"Sekarang jangan harap nilai tukar rupiah akan kembali ke posisi Rp 10 ribu atau Rp 9.000 per dolar," jelaa dia. (Nrm/Ndw)


Source: liputan6.com
Ini Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI Versi Bank Mandiri

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Mandiri Tbk memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan tak terlalu tinggi dan tak jauh dari prediksi pertumbuhan ekonomi di tahun ini. Salah satu alasan mengapa pertumbuhan ekonomi tahun depan tak begitu tinggi adalah dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.

Head of Mandiri Institute, Moekti P Soejachmoen menjelaskan, Bank Mandiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2015 sebesar 5,3 persen, lebih besar dari tahun ini yang diprediksi sebesar 5,1 persen.

"Kembali lagi ini karena dipengaruhi kenaikan harga BBM," jelas dia di Bukit Tinggi, Jumat (12/12/2014).

Sementara untuk besaran rupiah diasumsikan pada posisi Rp 11.800 sampai Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Sementara pada tahun ini, posisi rupiah pada posisi Rp 12.100 per dolar AS.

Kemudian untuk inflasi diprediksi akan lebih rendah tahun ini menjadi 5,1 persen dari prediksi di tahun ini sebesar 7,5 persen. "Kalau harga BBM tidak naik mudah-mudahan inflasi hanya sebesar 5,1 persen," jelasnya.

Sedangkan asumsi defisit transaksi berjalan (current account defisit) berada pada posisi US$ 28 miliar, lebih rendah dari prediksi tahun ini sebesar US$ 32 miliar.

Perkiraan transaksi berjalan ini mengacu diprediksi ekspor nasional belum akan menunjukkan perbaikan akibat harga komoditas yang masih akan terus jatuh. (Nrm/Gdn)


Source: liputan6.com