Prev Agustus 2014 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
27 28 29 30 31 01 02
03 04 05 06 07 08 09
10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23
24 25 26 27 28 29 30
31 01 02 03 04 05 06
Berita Kurs Dollar pada hari Jumat, 29 Agustus 2014
Pasar Menanti Kebijakan Ekonomi Jokowi, Rupiah Galau

Liputan6.com, Jakarta - Sepanjang Agustus, rupiah mencatatkan pelemahan tipis sebesar 1,1 persen. Terpenuhinya ekspektasi pasar saat Joko Widodo (Jokowi) resmi menjadi presiden terpilih ternyata tak mampu mendongkrak rupiah secara signifikan.

Saat ini para pelaku pasar cenderung masih menanti kebijakan ekonomi seperti apa yang akan diambil Jokowi menghadapi defisit transaksi berjalan dan defisit perdagangan di Tanah Air.

Data valuta asing (valas) Bloomberg, Jumat (29/8/2014), menunjukkan rupiah melemah 0,2 persen pekan ini. Pada perdagangan hari ini rupiah melemah 0,1 persen ke level 11.708 per dolar AS.

Hingga menjelang siang, rupiah tampak berfluktuasi melemah dan berkutat di kisaran 11.707 - 11.727 per dolar AS. Sementara kontrak rupiah di pasar asing Non-Deliverable Forward (NDF) berada di kisaran 11.769 per dolar AS.

Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), juga menunjukkan pelemahan rupiah ke level 11.717 per dolar AS.

Pengamat valuta asing PT Bank Mandiri Tbk, Renny Eka Putri mengatakan, para pelaku pasar kini masih cenderung mengambil langkah wait and see akan kebijakan pemerintah baru di tangan Jokowi.

"Pergerakan sepekan ini memang tidak terlalu besar bahkan cenderung datar. Para pelaku pasar tampaknya masih wait and see di tengah masa transisi ke permintahan baru. Pasar kelihatannya masih menanti kepastian politik berupa kebijakan-kebijakan baru yang akan diambil atau dipertahankan presiden terpilih," ujar Renny saat berbincang dengan Liputan6.com.

Senada dengan Renny, dikabarkan Bloomberg, Kepala Riset Fixed Income PT Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto mengatakan, defisit transaksi berjalan masih menyebabkan pasar memikirkan banyak pertimbangan. Tak hanya itu, pasar juga masih menanti kebijakan Jokowi dalam menaklukan kasus subsidi BBM yang telah melampui pagu anggaran.

"Beberapa investor juga kemungkinan menunggu kepastian revisi subsidi BBM, yang kemungkinan dilakukan selambat-lambatnya tahun depan," ungkapnya.

Sementara dari faktor fundamental ekonomi, Renny juga melihat para pelaku pasar cenderung menanti data inflasi dan neraca perdagangan yang baru dirilis awal Septermber. Sebaliknya, dari faktor eksternal, dia memandang keputusan stimulus yang belum jelas dari Bank Sentral Eropa dapat membantu penguatan dolar dan melemahkan rupiah.

Hal itu juga dapat menjadi katalis bagi pelemahan rupiah yang tengah terjadi. Hingga akhir bulan, Renny memprediksi rupiah tak akan bergerak signifikan.

"Hingga akhir pekan ini, rupiah masih belum akan bergerak signifikan dan bertengger di kisaran 11.615 hingga 11.698 per dolar AS," tandasnya. (Sis/Ahm)

 

*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!

 

 

 

 

 

 

 

Credit: Agustina Melani


Source: liputan6.com
BI Optimistis Nilai Tukar Rupiah Bakal Membaik Tahun Depan

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia optimistis nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan mengalami penguatan. Namun penguatan tersebut baru tak akan terjadi dalam waktu dekat ini melainkan pada tahun depan.

Gubernur BI, Agus Martowardojo mengungkapkan, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar harus ditunjang dengan perbaikan defisit transaksi berjalan (current account deficit).

Menurut Agus, sejak tahun lalu defisit transaksi berjalan terus membaik dan kemungkinan besar di tahun depan akan semakin rendah.

"Kalau dilihat kondisi sekarang, kondisi current account akan ada perbaikan 2014 dan kita lihat 2013 current account yang defisit sekarang akan lebih rendah, 2015 kita harapkan ekonomi dunia  lebih baik," kata dia di Jakarta, Jumat (29/8/2014).

Salah satu penyebab defisit transaksi berjalan terus mengalami perbaikan karena harga-harga komoditas kembali normal. Sebelumnya, harga komoditas sempat turun sehingga nilai ekspor juga itu merosot.

Namun, Agus menambahkan, ada kekhawatiran perbaikan defisit transaksi berjalan bakal terganggu yang lebih disebabkan oleh faktor regional.

"Kita tahu kalau akan ada policy rate di Amerika Serikat akan berdampak pada seluruh dunia khususnya negara berkembang, khusus lagi yang secara fundamental lemah. Indonesia sekarang harus terus menerus reform struktural dan ada upaya konkrit yang diyakini dunia konsisten untuk terus perbaikan fundamental ekonomi," ujar Agus.

Untuk menghadapi hal tersebut, Bank Indonesia mencoba untuk terus berkoordinasi dengan kementerian terkait. Salah satu yang sudah tampak adalah perbaikan di sektor riil misalnya hilirisasi industri, perbaikan infrastruktur, ketahanan pangan, manajemen energi dan kebijakan anti korupsi. (Amd/Gdn)

Credit: Arthur Gideon


Source: liputan6.com