Liputan6.com, Jakarta - Setelah sempat tertekan terus-menerus di awal minggu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akhirnya mengalami penguatan 0,17 persen ke level Rp 11.673 per dolar AS pada penutupan pekan ini.
Penguatan nilai tukar rupiah tersebut tidak terlepas dari hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan menolak gugatan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Prabowo Subianto -Hatta Rajasa.
Meski begitu, pengamat ekonomi asal Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Toni Prasetyantono menilai penguatan tersebut sebenarnya belum maksimal.
"Pasar memang menunggu kepastian legal-formal kemenangan Joko Widodo (Jokowi), sayangnya, penguatan rupiah tidak optimal, karena momentumnya agak hilang," kata Toni saat berbincang dengan Liputan6.com, Minggu (24/8/2014).
Tidak optimalnya penguatan tersebut dijelaskan Toni karena proses pemutusan siapa presiden bagi Indonesia tersebut dinilai terlalu lama. Hal ini akan berbeda jika usai KPU mengumumkan hasil akhirnya, pasangan Prabowo-Hatta lebih legowo.
"Ibarat makanan sudah keburu agak dingin, karena proses yang agak melelahkan dan menjemukan," tegasnya.
Pergerakan rupiah ke depan akan lebih tergantung dari siapa saja orang-orang yang dipilih Jokowi-JK yang akan masuk dalam jajaran kabinet pemerintahannya nanti.
"Mungkin saat Jokowi di inaugurasi dan membentuk kabinet yang bagus nanti, rupiah bisa rally ke arah Rp 11.200 per dolar AS," jelasnya. (Yas/Gdn)
(Arthur Gideon)
Source: liputan6.com
|
Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belakangan ini terus bergerak melemah di di kisaran Rp 11.600 per dolar Amerika Serikat (AS) hingga Rp 11.700 per dolar AS. Bahkan rupiah sempat menyentuh level RP 12.000 per dolar AS di akhir tahun 2013.
Pengamat ekonomi, Toni Prasetyantono menilai, angka pergerakan rupiah saat ini sudah sesuai dengan kondisi fundamental Indonesia terlebih dilihat dari segi neraca transaksi perdagangan.
Secara lebih spesifik, dari neraca transaksi perdagangan tersebut yang lebih disorot oleh Toni terkait tingginya impor minyak dan gas (migas) yang kemudian mempengaruhi tingginya subsidi yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014.
"Rupiah sulit menembus di bawah Rp 11.000 per dolar AS karena subsidi BBM dan listrik yang mencapai Rp 350 triliun sudah tidak masuk akal sehingga APBNP sudah tidak kredibel," kata Toni saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (24/8/2014).
Terlebih, hingga saat ini rupiah juga masih menunggu keputusan Jokowi-JK dalam menentukan siapa saja yang mengisi jabatan dalam kabinet masa pemerintahannya lima tahun ke depan.
"Ini memberi beban berat bagi rupiah sehingga sulit menguat," tegas pengamat alumni Universitas Gadjah Mada itu.
Perlu diketahui, kurs rupiah terhadap dolar AS menguat 0,17 persen ke Rp 11.673 per US. Sementara untuk program pengendalian subsidi dalam APBNP 2014 telah ditetapkan sebesar Rp403 triliun, yang terdiri atas subsidi energi Rp350,3 triliun yaitu subsidi bahan bakar minyak (BBM) Rp246,5 triliun dan subsidi listrik Rp103,8 triliun, serta subsidi non energi Rp52,7 triliun. (Yas/Gdn)
*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!
(Arthur Gideon)
Source: liputan6.com
|