Liputan6.com, Singapura - Nilai tukar rupiah tercatat bergerak melemah setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan suku bunga acuan BI rate tetap bertahan di level 7,5 persen. Tak hanya itu, BI juga mengumumkan, defisit transaksi berjalan membengkak hingga US$ 9,1 miliar atau setara 4,27 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Data valuta asing Bloomberg, Jumat (15/8/2014), menunjukkan rupiah terus berfluktuasi usai dibuka melemah di level Rp 11.681 per dolar AS pada perdagangan hari ini. Rupiah juga tercatat sempat menyentuh level Rp 11.695 per dolar AS pada pukul 9:40 waktu Jakarta.
Meski sempat bergerak menguat ke level Rp 11.677 per dolar AS, rupiah kembali menunjukkan pelemahan cukup signifikan ke level Rp 11.690 per dolar AS. Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah masih bertengger di kisaran Rp 11.677 per dolar AS hingga Rp 11.697 per dolar AS.
"Stabilitas eksternal masih menjadi tantangan untuk Bank Indonesia dan nilai tukar rupiah. Saya masih merasa rupiah akan melemah secara fundamental dan berada di kisaran Rp 12.000 per dolar AS pada akhir tahun," ungkap pakar mata uang Scotiabank di Hong Kong, Sacha Tihanyi.
Prediksi Sacha tersebut atas dasar realisasi defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2014 mencapai US$ 9,1 miliar atau 4,27 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), menurun dari defisit pada triwulan II 2013 sebesar US$ 10,1 miliar atau 4,47 persen dari PDB.
Sementara itu, BI memprediksi laju perekonomian Indonesia akan meningkat antara 5,1 persen hingga 5,5 persen tahun ini. Angka tersebut telah dikoreksi dari prediksi pertumbuhan 5,78 persen pada 2013.
Realisasinya sendiri, pertumbuhan ekonomi triwulan II 2014 tercatat 5,12 persen, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2014 sebesar 5,22 persen.
Perlambatan tersebut disebabkan oleh masih lemahnya kinerja ekspor komoditas sumber daya alam, seperti batu bara, CPO, dan mineral. Hal ini tampak dari perkembangan ekonomi regional, dimana perlambatan ekonomi pada triwulan II 2014 berasal dari melambatnya ekonomi di beberapa daerah basis produksi komoditas tambang dan perkebunan, seperti Sumatera dan Kalimantan.
Dari sisi permintaan domestik, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama bersumber dari terkontraksinya belanja pemerintah, akibat penangguhan bantuan sosial dan melambatnya kegiatan investasi nonbangunan.
Namun, pertumbuhan ekonomi triwulan II 2014 masih mendapat dukungan dari kinerja konsumsi rumah tangga yang cukup kuat, antara lain, terkait aktivitas pemilu dan terjaganya daya beli masyarakat sejalan dengan tingkat inflasi yang menurun.
Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Dollar Spot Rate juga menunjukkan nilai tukar rupiah melemah 26 poin ke level 11.693 per dolar AS. (Sis/Gdn)
(Arthur Gideon)
Source: liputan6.com
|