Prev Agustus 2014 Next
Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab
27 28 29 30 31 01 02
03 04 05 06 07 08 09
10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23
24 25 26 27 28 29 30
31 01 02 03 04 05 06
Berita Kurs Dollar pada hari Kamis, 14 Agustus 2014
Sambut Pengumuman BI Rate, Rupiah Bergerak Menguat

Liputan6.com, Singapura - Nilai tukar rupiah tercatat menguat ke level tertinggi dalam dua pekan terakhir menjelang pengumuman BI rate hari ini. Para ekonom memperkirakan BI Rate tak akan berubah pada pengumuman bulan ini. Artinya, BI Rate akan terus berada di level yang sama dalam sembilan bulan ini.

Data valuta asing Bloomberg, Kamis (14/8/2014), menunjukkan rupiah di pasar Spot menguat 0,2 persen ke level Rp 11.670 per dolar Amerika Serikat (AS). Selama empat hari terakhir, rupiah tercatat telah menguat 0,9 persen.

Di pasar kontrak Non Deliverable Forwards (NDF), rupiah juga tercatat menguat 0,3 persen ke level Rp 11.726 per Dolar AS pada perdagangan pukul 08.54 waktu Jakarta. Sebelumnya, rupiah sempat menyentuh level Rp 11.710 per dolar AS dan merupakan level terkuat sejak 31 Juli.

Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI) juga mencatatkan penguatan tipis sebesar 16 poin ke level Rp 11.667 per dolar AS.

"Kami tak melihat adanya perubahan suku bunga tahun ini, hingga pemerintahan baru mulai menerapkan kebijakan mengatasi subsidi bahan Bakar Minyak (BBM)," ungkap Kepala Riset Pasar Global di Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ Ltd, Sook Mei Leong di Singapura.

BI menyebutkan bahwa langkah menahan BI Rate dilakukan agar kebijakan moneter konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5 persen di tahun ini dan 4 persen pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. BI menilai bahwa stabilitas makro ekonomi masih terjaga di tengah proses penyesuaian struktur perekonomian ke arah yang lebih seimbang.

Namun, ke depan masih terdapat sejumlah risiko dari eksternal dan domestik yang perlu diwaspadai yang dapat mengganggu tercapainya sasaran inflasi dan perbaikan kinerja transaksi berjalan.

Untuk itu, bank sentral terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN korporasi.

Sook Mei Leong melanjutkan, sejauh ini rupiah telah bergerak cukup baik dan seharusnya dapat bertahan di level yang sama hingga beberapa pekan ke depan. Meski demikian, defisit transaksi berjalan yang diprediksi membengkak ke level 4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) juga berpotensi melemahkan rupiah.

Pekan ini, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual memprediksi rupiah belum akan bergerak secara signifikan.

"Pekan ini, rupiah masih akan berada di level 11.600-11.700 per dolar AS," tandasnya. (Sis/Gdn)

(Arthur Gideon)


Source: liputan6.com
Dana Investor Asing Tak Bantu Neraca Perdagangan RI

Liputan6.com, Jakarta - Dana investor asing yang besar masuk ke pasar modal diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Akan tetapi, hal itu tidak berpengaruh karena defisit neraca perdagangan terus membengkak karena nilai tukar rupiah melemah.

Head Global Markets HSBC Indonesia, Ali Setiawan menjelaskan, dana investor asing terus bertambah masuk ke pasar saham dan obligasi setiap tahun. Menurut Ali, dana investor asing yang masuk ke pasar obligasi mencapai Rp 80 triliun. Lalu dana asing yang masuk ke pasar saham sekitar US$ 4,6 miliar.

"Mereka masuk ke dalam, ingin capturing bisnis dalam negeri yang besar sekali  karena potensi besar. Apa yang terjadi? Mereka generate income juga merepatriasi dana yang besar," kata dia di Jakarta, Kamis (14/8/2014).

Oleh karena itu, bila investor asing berbalik arah dapat membuat nilai tukar rupiah melemah. Selain itu, pola rupiah cenderung melemah dapat ditebak terutama saat masa pembagian dividen.

"Kalau tiap tahun  emiten  pembagian dividen dua kali Juli dan Desember. Lalu Mei sama November rupiah goyang. Setelah Rapat Umum Pemegang Saham, baru beli-belian dolar," lanjutnya.

Ia pun menyimpulkan, meski investor asing semakin besar menanamkan modalnya maka itu tak berpengaruh. Hal itu karena kebutuhan dolar cukup besar dari dalam negeri karena keperluan impor bahan bakar minyak (BBM) dan keperluan income repatriasi. (Amd/Ahm)

(Agustina Melani)


Source: liputan6.com